🚫JANGAN LUPA VOTE+COMMENT🚫
AUTHOR POVPemakaman Joo Hyuk baru saja selesai. Isak tangis tak lagi terdengar di lokasi pemakaman. Semuanya sudah ikhlas menerima kepergian Joo Hyuk. Kepergian yang terlalu tiba-tiba terutama bagi Seulgi.
Orang-orang mulai bepergian satu persatu dan hanya menyisakan Seulgi yang ditemani Jimin. Seulgi berlutut di depan makam Joo Hyuk, mengusap pelan nisan itu dan memeluknya.
"Baik-baik disana, tunggu aku, percayalah kita akan bertemu."
Jimin yang melihat Seulgi bersedih ikut berlutut di sebelah Seulgi dan mengusap-usap pundak Seulgi. Seulgi melirik ke arah Jimin dan tersenyum tipis.
"Gomawo." Ucapnya singkat dan dibalas senyuman oleh Jimin.
"Ayo pulang." Ucap Jimin.
"Untuk apa? Di rumah tidak ada orang. Orang tua ku pergi menemui dokter Joo Hyuk Oppa."
"Lalu kau mau kemana?."
"Aku hanya ingin disini. Kau boleh pergi jika kau mau."
Jawaban dari Seulgi membuat Jimin menghembuskan nafas berat.
"Seulgi-ah, kau tak boleh disini terlalu lama. Itu hanya akan membuatmu lebih susah untuk melepas kakakmu. Hari-hari mu hanya akan dipenuhi rasa sakit karna kepergiannya."
"Aku akan selalu mengingatnya. Apa kau pikir jika aku pulang aku akan melupakannya?."
"Bukan begitu maksudku. Setidaknya kau tidak benar-benar melihat tempat peristirahatan terakhirnya jika kau dirumah. Akan lebih menyakitkan jika kau disini."
Seulgi terdiam. Kata-kata Jimin memang benar. Menyakitkan memang. Tapi akan lebih menyakitkan jika Seulgi tetap disana. Berbicara di depan makam seseorang. Berharap bahwa apa yang ia lakukan sekarang hanyalah mimpi di siang bolong. Tapi satu hal yang Seulgi sadari. Ini terlalu nyata untuk dijadikan sebuah mimpi.
"Ayo pulang." Ucap Jimin singkat.
Seulgi mengangguk pelan. Mereka pun berdiri dan berjalan meninggalkan makam Joo Hyuk.
.
.
.
.TAEHYUNG POV
Malam ini aku dan Irene Noona, ah maaf. Aku terlalu terbiasa memanggilnya dengan sebutan itu. Dia sempat risih beberapa kali karena aku terus memanggilnya 'Noona' . Dia ingin aku memanggilnya dengan panggilan yang romantis. Ayolah, aku bukan seseorang yang seperti itu. Lagipula dia seniorku di kampus. Aku merasa sedikit canggung. Tetapi ia bersikeras, dia tetap ingin aku memanggilnya dengan panggilan yang romantis. Sebagai junior teladan dan pacar yang berusaha romantis jadi aku memanggilnya Noona Chagi. Aneh memang, bahkan terkesan tak masuk akal. Ia sama sekali tak menyukainya. Panggilan itu malah membuatnya semakin risih. Bahkan dia pernah memarahiku seperti ini.
"Berhentilah memanggilku seperti itu!!!! Aku seperti berpacaran dengan seorang anak SMA!! Ya! aku tidak setua itu!!!."
Menyeramkan memang ketika dia marah. Tapi itu benar-benar menggemaskan.
Kami berjalan di pinggir jalan. Menikmati sinar bulan sambil bergandengan tangan. Melontarkan beberapa lelucon dan tertawa bersama. Sampai akhirnya kami berhenti di sebuah mini market untuk membeli beberapa camilan. Irene Noona memilih untuk menunggu diluar mini market.
Emosiku tak karuan saat keluar dari mini market. Beberapa makanan yang kubeli kujatuhkan ketika mataku tertuju pada Irene Noona yang sedang menangis sambil memeluk kedua lututnya. Tubuhnya bergetar seperti ketakutan. Aku berlari menuju kekasihku itu. Kupegang kedua bahunya sambil bertanya apa yang terjadi. Dia terus saja menangis sambil menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathe (Pjm)
FanfictionKita hanyalah sebuah ketidaksengajaan. Tidak sengaja bertemu, tidak sengaja jatuh hati, dan tidak sengaja kau pergi. Berawal dari ketisaksengajaan yang membuatku sulit bernafas setiap kali di dekatmu. Abaikan saja aku, karena aku hanyalah jarum dian...