Reconciliation? #1

132 14 10
                                        

"Aish!!!!"

Moonsoo mengerjapkan kelopak matanya bingung. Ia sama sekali tak menyangka jika umpatan kesal Seonkyu akan menjadi hal pertama yang menyambutnya di depan pintu.

"Annyeong, Seonkyu-ya!" Bibir tipisnya membuka, mengucap sapaan canggung.

Seonkyu hanya menatap malas, enggan membalas. Tubuh tingginya lalu berbalik, dengan lancang melangkah pergi.

Moonsoo menghela napas pasrah. Sedikit kecewa, namun sudah terbiasa. Lututnya menekuk kemudian. Jemarinya bergerak, menguraikan simpul tali sepatunya.

Ia masih sibuk dengan aktivitasnya ketika suara kaki berlari terdengar menghampirinya. Buru-buru ia mengangkat kepala.

Wajah menggemaskan Seojun datang menyapa, lengkap dengan lesung pipi dan deretan gigi putihnya.
"Moonsoo samchon!" Lengan kecilnya terjulur, meraih leher Moonsoo.

"Seojun-ah, samchon sangat merindukanmu!" Pelukan bocah itu membuat rasa kecewanya memudar. Moonsoo mengeratkan dekapannya sembari mengangkat tubuh Seojun dalam gendongan.

"Samchon..." Suara Seojun tiba-tiba berubah sendu. Alis matanya bergerak turun. Kepalanya sedikit menunduk. "Noona...sedang sakit." Gumamnya pelan.

Moonsoo memasang wajah iba. "Semua akan baik-baik saja, Seojun-ah." Tangannya mengusap punggung bocah itu. "Noona pasti akan cepat sembuh."

Soojung memang sedang demam dan batuk. Tubuh kecilnya masih bergerak lemas di atas sofa. Raut wajahnya tak ceria. Suara batuk beberapa kali meluncur dari bibirnya. "Moonsoo samchon!" Meski demikian, gadis kecil itu tetap berusaha menyapanya ketika Moonsoo datang menghampirinya.

Moonsoo tersenyum. Tangannya bergerak, mengusap pucuk kepala keponakannya itu. "Soojung-ah, sudah sehat?"

"Oh, Moonsoo kau sudah datang?" Suara Sungjong tiba-tiba menyapa. Kaki jenjangnya melangkah santai, menuju ruang keluarga. Ia terlihat sangat menawan dalam balutan blouse ungu pastel dan high-waisted trousers abu-abu.

"Mianhae, aku merepotkanmu. Kau sudah makan? Aku sedang menyuruh Seonkyu memanaskan makanan di dapur. Jika kau lapar langsung makan saja, ya!"

Moonsoo hanya mengangguk. Dari dekat ia dapat melihat jelas wajah cantik kakak iparnya. Manik matanya berbalut lensa kontak biru muda. Kelopak matanya dipenuhi eyeliner dan riasan natural bersemu oranye. Bibirnya terpoles merah muda. Semburat berwarna senada samar-samar menghiasi kedua pipinya.

"Sayang, nanti jangan lupa minum obat ya." Sungjong telah terduduk di samping Soojung. Jemarinya meletakkan dua botol obat sirup ke atas meja. Tangannya lalu terangkat, menyentuh kening puterinya.

"Hmm...sepertinya panasnya sudah menurun." Senyuman di bibirnya membuat Soojung mengangguk senang.

Sebenarnya Sungjong masih mengkhawatirkan kondisi Soojung. Ia ingin tetap merawatnya di rumah. Namun apa daya, ia harus menghadiri pesta pernikahan Chansung dan Hyelim. Tak enak rasanya jika ia tak datang.

Sungjong mengusap lembut rambut panjang Soojung, sebelum tubuh rampingnya lalu menegak.

"Ah, Moonsoo-ya, itu ada obat penurun panas dan obat batuk. Minumkan satu sendok takar. Oh iya, jangan biarkan Soojung minum susu setelahnya." Sungjong sempat berbicara pada Moonsoo, sebelum perhatiannya teralih.

Myungsoo baru saja muncul dari balik pintu kamar. Rambut pendeknya tertata rapi, dengan bagian depan disisir ke atas. Pakaiannya santai namun formal, hanya kemeja biru muda, blazer abu-abu dan celana katun berwarna senada.

"Hyung, undangannya sudah, kan?" Sungjong bertanya. Jemarinya membenahi kerah kemeja Myungsoo, melepaskan satu kancing atasnya, lalu menyambar clutch cokelat muda dari tangan suaminya.

Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang