Chapter 2

1.8K 211 8
                                    

DAY

CHAPTER 2

Original Story by viiaRyeosom

---



Kaki kecilnya menyusuri jalan setapak beralaskan batu-batu kecil yang saling menempel dan merekat. Tangannya berayun seiring dengan gerak langkahnya, saat kaki kiri yang maju, maka tangan kanannya akan mengayun kedepan, begitu seterusnya. Bunyi gemerisik yang berasal dari tas plastik putih yang menjadi penampung untuk barang-barang yang dibelinya tadi mengundang banyak tatapan orang yang ia lewati.

Son Wendy mendecih! Itu memang kebiasaannya, ia tak suka suasana sepi yang hanya akan membawa moodnya makin jelek.

Jika suatu ketika ia terkurung dalam kesepian, sebisa mungkin ia akan mencoba mengubah suasana itu lebih ceria atau boleh dibilang dia gadis cerewet. Dia tak bisa diam, tipikal pemarah juga dan sedikit ambisius.

Wendy mulai berlari saat struck belanjaan di dalam plastik yang ia ombang-ambingkan kabur terbawa angin. Entah mungkin alam sedang tak bersahabat dengannya, angin kencang membawa pergi barang penting yang harus ia selamatkan sebelum disembelih Sang Ibu. Son Wendy terpaku saat struck seukuran KTP itu tergeletak di tengah jalan yang sepi mengingat hari sore akan berganti malam. Matanya membulat kala sebuah sepatu menginjak barang yang jadi incarannya.

Oh! Sekarang bukan hanya selembar kertas yang ia kejar! Bahkan ia tak ingat jalan apa yang tadi ia lalui, bagaimana cara ia pulang dengan utuh sampai rumah sedangkan ia orang yang baru dua hari pindah di kota ini. Hal yang terkumpul dalam otaknya adalah cara-cara menghentikan laki-laki asing yang kini ia kejar. Apa harus melempar batu? Wendy melambatkan kecepatan larinya saat orang itu sudah memasuki sebuah mobil berwarna silver.

Matanya mengedar ke sekeliling, sedetik kemudian ia jambak rambut cokelatnya yang sebelumnya terkuncir rapi "Arrggh!"

TIN TIN!

Brmmmmmmm

Ingin rasanya ia tendang ban mobil itu sampai pecah, pemikiran yang konyol pastinya. Kaki kecil Wendy hanya menendang udara, malah sendal jepitnya ikut terlempar jauh. Hmh, memalukan!

.

-()()()()()-

.

"Cepat bawa ini!" Wendy mundur selangkah menyadari wajah Sang Ibu ada di depan hidungnya. Dengan cepat ia mengambil alih panci dari tangan Hyekyo, ia tak ingin membuat ibunya marah kesekian kali untuk hari ini. Semenjak kejadian beberapa jam lalu tentang nota belanjaan yang ia hilangkan dan akhirnya ia pulang dengan taksi karena memang masih bingung dengan jalanan berkelok, meski dipikir jaraknya tak terlalu jauh. Hyekyo mengomel, tentu saja selain karena ongkos taksi juga kelakuan anak bungsunya yang ceroboh. Padahal itu hanya sebuah struck belanja yang tak mempunyai arti apa-apa, tak bisa juga dicairkan jadi uang. Ibu itu terlalu keras.

Wendy membawa panci sup ke meja makan yang sudah terhidang berbagai lauk, ayah dan kakak perempuannya pun sudah duduk tenang di sana.

Irene menaikkan alis ketika menangkap bibir adiknya bergumam kecil, rupanya Wendy masih memikirkan ucapan ibunya.

Bagaimana tak dipikirkan? Meskipun ia tak bisa melawan tapi tetap saja ia tak sependapat. Akan lebih baik jika ia naik kereta atau bis saja ke sekolah, kan?

DAY [pcy;ssw]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang