Sebuah legenda mengatakan, bahwa penyihir itu nyata. Mereka membaur bersama manusia namun tak pernah ada yang bisa menemukannya. Para Raja terdahulu bahkan melakukan sayembara, siapapun yang mampu menangkap seorang penyihir akan mendapat seribu koin emas.Nihil. Tak ada satupun yang berhasil ditangkap.
Dari suatu sumber juga dikatakan, mereka hanya akan menampakkan diri pada si putus asa, kemudian menawarkan perjanjian darah untuk mengabulkan dua permintaannya, dengan sebuah syarat ;
setiap minggu selama lebih kurang sepuluh tahun manusia akan memberikan lima cawan darahnya kemudian melakukan sebuah ritual di sekitar gunung. Selama sepuluh tahun pula mereka yang melakukan perjanjian darah tidak boleh melukai fisik siapapun apalagi sampai melakukan pembunuhan tanpa alasan jelas.
Jika syarat itu dilanggar, maka sisa sepuluh tahun hidupnya akan direnggut si penyihir untuk membuat dirinya semakin panjang umur. Mereka akan hidup abadi setelah berhasil mengikat seribu darah manusia atau seratus manusia yang memiliki setengah darah penyihir.
Terdengar mustahil, karena kabar lain juga menyebutkan banyak penyihir gagal dijumlah ke-50 dan mati di kisaran usia seratus atau dua ratus.
Tanpa manusia ketahui, para penyihir juga beranak pinak walaupun ritual pernikahan mereka berbeda. Untuk memiliki keturunan murni harus melewati proses yang begitu sulit. Mereka akan mengandung sampai dua tahun kemudian melewati persalinan selama dua minggu. Banyak penyihir wanita yang enggan mengalaminya dan memilih menikahi manusia dan memberikan keturunan campuran, dimana mereka akan hamil dan melahirkan persis seperti manusia pada umumnya.
"Eiiiy, paman!! Aku tidak percaya"
Jihoon berseru tidak setuju, tangannya ia kibaskan di udara mengenyahkan ragu yang sempat hinggap, untuk sesaat Jihoon ingin percaya.
"Terserah jika kau tidak percaya"
Paman Park kembali pada aktivitasnya, ia duduk angkuh bersila di atas karpet anyam. Tangan gemetarnya meraih cangkir teh, menghidu aroma teh hijau yang menguar terlihat nikmat.
"Paman melupakan bagian kutukannya"
Jihoon berujar mengingatkan, masih ada beberapa bagian lagi tapi paman Park selalu melewatkan bagian itu dan berlagak seolah lupa.
"Ah benar, perjanjian itu akan menjadi kutukan bila yang melakukannya adalah si setengah penyihir, kemudian-"
Telinga Jihoon berdesing dan menutup alirannya ketika paman Park kembali bercerita. Masih tentang setengah penyihir yang menjadi tokoh penting dalam pengaitan kutukan pada manusia lainnya.
Jihoon mengerut kecewa, ia bosan. Bahkan setelah dua belas tahun berlalu hanya kisah itu yang beliau khatam. Jihoon bahkan paham bagaimana kutukan itu terjadi, siapa saja yang bisa terlibat, siapa yang akan menjadi korban dan siapa sang pelaku.
Jihoon mungkin sudah terlalu tua untuk terus menanggapi cerita-cerita fiksi seperti ini, sungguh kekanakan. Walau begitu bersama paman Park, Jihoon selalu merasa lebih baik, beliau mendengarkan segala keluh kesah Jihoon setiap kali menyinggung dua kakaknya.
Tinggalkan sejenak para penyihir beserta antek-anteknya, mari mengenal Jihoon dengan segala keluh kesahnnya.
Dengki selalu hinggap dilubuk Jihoon, bagaimana kedua kakaknya selalu tampak sempurna, lulus dari kemiliteran dan sastra dengan hasil sangat memuaskan saat masih berusia sepuluh, kemudian berganti status menjadi suami orang satu tahun berikutnya. Sementara Jihoon harus melajang sampai memasuki usia kepala dua hanya karena ia bungsu dan tidak memiliki banyak pengaruh di kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAILENT
Fanfiction[Prompt 3 event Petrichor on September] Sailent mean very important thing. Di sebuah dataran Eropa, dua orang pangeran yang berasal dari kerjaan yang berbeda yang terkena kutukan, Kuanlin terkena kutukan yang bisa membunuhnya. Jihoon yang tidak ing...