SELAMAT MEMBACA DENGAN TENANG.
---UPS JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YA :)
---
"Makasih ya udah nganterin gua pulang." Ucap Sisil seraya tersenyum manis.
Yang di beri senyum semanis itu hanya bisa ikut tersenyum seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal "Iya gapapa yelah, gih sana masuk."
"Eh jaga meong baik baik ya."
"Iya pasti." Setelah mendengar jawaban itu barulah Sisil masuk dan menutup gerbang.
Aldi yang juga sudah melihat Sisil masuk langsung bergegas pergi masuk ke mobilnya. Ia menoleh sebentar ke anak kucing di sampingnya. "Hai meong, semuga kamu yang nuntun aku sama dia bersama ya." Ucapnya seraya tersenyum.
Namun tak lama kemudian ia mengacak rambutnya frustasi "Gua pasti udah gila."
Dan langsung menyalakan mobilnya dan melaju membelah jalanan dengan kecepatan penuh.
---
Setelah ia memastikan Aldi benar-benar pergi dari rumahnya, Sisil baru masuk ke rumahnya dan bergegas menuju kamarnya.
Ia mulai bersih-bersih dan berganti pakaian yang mulai menampakkan sisi aslinya.
Ia pun keluar dari kamarnya, seraya memutar-mutar kunci mobil yang ada di tangannya.
Malam ini rumah keliahatan sepi, karena memang ia tidak berada di rumah kedua orang tuanya. Ia lebih memilih mengarahkan seluruh teman-temannya ke rumah ini, dan tidak memperkenalkan rumah aslinya.
Karena musuh ada dimana saja, dan ia tak mau keluarganya yang harus terkena imbasnya. Untunglah kedua orang tua serta kakak nya tak mempermasalahkan itu semua, selain karena ada kakak angkatnya yang slalu menjaga dan merawatnya dikala jauh dari keluarganya. Tak bisa di pungkiri juga kalau Sisil adalah pribadi yang kuat, mampu menyelesaikan semua masalah pribadi ataupun pekerjaannya secara rapi.
Perjalanan menuju kota Bogor dimana tempat biasa ia akan mendapatkan misi barunya nampak tidak macet. Jalanan tidak terlalu ramai, sehingga Sisil memilih untuk mengaktifkan pengemudi otomatis yang ada di mobilnya.
Ia membuka kulkas kecil yang berada di belakang tempat duduknya. Mengambil sekaleng soda dan meminumnya seraya melihat pemandangan disepanjang perjalanan.
Rasanya ia ingin sekali seperti ini, menjadi remaja normal tanpa kekerasan. Namun ia tidak bisa, tidak sampai kakak angkatnya bahagia bersama keluarganya kelak. Namun selain itu ia juga berat karena memang ia sudah nyaman akan apa yang ia lakukan.
Menghukum orang-orang yang pantas di hukum adalah hobby nya akhir-akhir ini. Ajaran dan nasihat dari kakak angkatnya selalu terekam jelas di memori ingatannya.
Ia tak mau kakak angkatnya kembali merasakan sakit, seperti kala itu.
---
Pagar tinggi menjulang dengan dihiasi kawat dan serpihan kaca di atasnya itu perlahan terbuka. Dimana langsung menampakkan rumah yang besar dan di penuhi oleh orang-orang berbadan besar.
Sisil turun dari mobilnya dan menyerahkan kuncinya kepada penjaga. Setelah itu ia berjalan santai dengan dua orang yang mengikutinya di belakang.
Masuk kedalam rumah, semua orang nampak memberikan penghormatan kepadanya. Tak jarang juga dari mereka yang menanyakan kabar serta keadaan nya. Sungguh perhatian para kepercayaannya.
Sisil pun melangkah pasti menuju lantai teratas dari rumah itu, membuka sebuah pintu dan langsung dihadapkan dengan pria yang tak jauh usianya dari dirinya sedang menatapnya penuh rindu.
Sisil tersenyum "Nath, kangen gua."
Nathan yang melihat adik angkatnya datang langsung melangkah cepat dan memeluknya erat "Gua juga kangen Sil." Ucapnya di sela-sela senyum manisnya.
Sisil terkekeh di dalam pelukan kakak angkatnya, lantas ia melepas pelukannya "Lagian kenapa sih lu disini?" Tanyanya.
Pertanyaan itu yang selama ini ingin ia tanyakan kepada Nathan, bukan karena ia tak ingin Nathan ada di Indonesia. Hanya saja, ia fikir, markas Jepang lebih membutuhkannya daripada markas Indonesia.
Nathan diam sejenak, memikirkan yang entah itu apa "Ada satu alasan, kenapa gua lebih memilih disini daripada disana."
Sisil mengeryit "Apa?"
Nathan menoleh "Kamu Sil, kamu alasan aku ada disini."
Sisil nampak terkejut walau hanya sebentar, namun ia kembali menormalkan nya "Maksud lu Nath?" Tanyanya.
Nathan menghela nafasnya lelah seraya kembali duduk di sebuah meja kerja yang cukup penuh dengan berkas "Lo inget musuh bebuyutan kita di masa kakek gua?"
Sisil mengangguk "Yang pernah lo ceritain kan?"
Nathan tersenyum melihat kemampuan daya ingat dari Sisil, luar biasa. "Iya, mereka juga yang udah bunuh bokap nyokap gua Sil. Dan mereka udah kembali, dengan kekuatan yang jauh lebih hebat."
Sisil menghampiri Nathan dan mengelus pundak lebar yang nyatanya penuh beban itu "Sisil yakin, kita bisa lewatin semuanya. Sisil bakal latihan lebih rajin sama lo Nath, Sisil bakal susun rencana dengan baik."
Nathan menoleh dan tersenyum "Tapi gua gamau lo ikut andil dalam masalah ini."
"Kenapa?"
"Karena lo berharga Sil, gua gamau kejadian dulu keulang lagi. Apalagi ke lo. Gak akan."
Sisil menghela nafasnya, ia tau Nathan akan seposesif ini padanya "Lo yakin kan sama gua?"
Nathan terdiam namun tak urung ia mengangguk. Dan Sisil tersenyum melihatnya "Kalau lo percaya, maka lo harus percaya kali ini sama gua. Gua bisa ngalahin mereka. Percaya sama gua Nath."
Nathan yang melihat kesungguhan di mata Sisil hanya bisa mengangguk pasrah. Segala kekhawatirannya terjadi, kalau ia menceritakannya pada Sisil, maka gadis itu akan bersikeras mendapat persetujuan darinya untuk pergi. Dan ya, Nathan tidak akan pernah bisa menolak. Dan satu-satunya jalan adalah menyiapkan Sisil untuk saat yang ditunggu itu.
"Kalau begitu ayo kita mulai berlatih."
---
Thanks buat semuanya yang udah mau nungguin cerita absurd ini update :)
Salam hangat dari istri sahnya Jimin :)
Jum'at, 7 September 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Why should I ?
Teen FictionGangster ? Mafia ? Udah bukan hal yang biasa di jaman ini. Jaman dimana teknologi yang memimpin dan jaman dimana kekerasan meraja lela. Tapi kalau gangster dan Mafia baik apakah kalian sudah pernah liat ? Tentu belum. Karena itu hanya ada di kisa...