Orang-orang berbaju hitam sudah menempatkan diri mereka pada posisi tersembunyi. Mata mereka waspada ke sekitar. Mereka memasuki gedung setelah mendapat isyarat dari ketua tim. Mengendap-endap, memerhatikan pergerakan orang yang mereka awasi saat ini. Setelah orang itu menaiki tangga. Mereka segera masuk. Ada yang lewat pintu depan juga pintu belakang. Gerakan mereka berhenti saat radio yang terpasang di telinga mereka berbunyi. Meminta agar mereka menahan gerakan karena objek mereka sudah menemukan tujuannya.
Bagaskara, si objek, menaiki tangga dengan hati-hati. Keadaan gedung yang sudah tua juga minimnya cahaya yang bisa masuk ke ruangan itu membuatnya harus memerhatikan langkah. Sesuai pesan, ia harus naik ke lantai dua untuk bertemu dengan si penculik dan menyerahkan sistem yang ia buat untuk mendapatkan Alina kembali.
Di lantai dua ia melihat orang orang yang berpenampilan sangar yang bergerombol di dekat pilar. Ada yang merokok, bermain kartu juga meminum minuman yang entah apa ia tak tahu. Orang-orang itu bermain tak jauh dari kursi yang terlihat sengaja ditaruh di sana. Menyadari ada yang memerhatikan, mereka menatap kearah Bagaskara yang sudah berkeringat dingin. Salah satu dari mereka memanggil seseorang yang ia yakini sebagai ketua dari perkumpulan ini.
Seseorang muncul dari balik pilar yang ada di tengah-tengah ruangan. Tubuhnya tinggi tegap seperti lelaki pada umumnya. Mata Bagaskara menyipit karena minimnya pencahayaan yang memang hanya dari lampu neon kecil yang hanya bisa menyinari lokasi dibawah lampu, tempat orang-orang itu bermain kartu.
Bagaskara mengumpat pelan. Tangannya mengepal saat mengenali siluet orang yang berjalan ke arahnya.
"Sudah datang rupanya." Juan menyeringai mendapati tatapan pias Bagaskara untuknya. "Mana programnya?"
Bagaskara mencengkeram harddisk di tangannya dengan kuat kala Juan yang masih berdiri cukup jauh darunya menjulurkan tangan, meminta program yang ia maksud. Bagaskara tidak segera menjawab. Matanya menatap kesana-kemari mencari keberadaan Alina.
"Masih syok? Atau.. terlalu Kaget?" Juan tertawa pelan mendapati wajah bodoh Bagaskara yang menahan amarah karena tak menemukan istrinya disini.
"Anda-" Bagaskara kehilangan kata-kata. Prediksinya meleset. Dia pikir akan menemukan musuhnya semasa sekolah. Atau saingan bisnis ayahnya. Tapi dia menemukan Pradipta. Rekan bisnisnya yang sangat ramah dan baik terhadapnya.
"Ah.. harus perkenalan dulu, kah?" Ujar Juan dengan nada meremehkan. Wajah Bahaskara menggelap mendengar ucapan Juan. Sialan! Harusnya ia tahu orang ini berbahaya!
"Dimana Alina?" Juan menyeringai. Dari nada bicaranya, dia tahu kalau Bagaskara sedang menahan emosi.
"Dia, aman. Dan sepertinya sedang bersenang senang. Sekarang dimana programnya?"
"Bawa Alina kemari!"
"Ku bilang dia sedang bersenang-senang! Bahkan aku yakin dia tak mengingatmu saat ini karena terlalu bahagia." Bagaskara marah. Dia murka.
"Bangsat!" Dengan cepat ia menubruk Juan. Memberinya bogem mentah di pipi kiri. Juan tersungkur. Rahangnya sakit. Mungkin sedikit bergeser. Sebelum Bagaskara kembali menghajar bos mereka, anak buah juan bergerak lebih cepat menahan kedua lengan Bagaskara dan menariknya hingga berlutut.
"Hah tikus kecil macam kau tak akan bisa menyerangku!"
Bagaskara mengumpat dalam hatu saat merasakan perutnya dihantam oleh salah seorang dari mereka yang berwajah botak dan bertindik di telinganya. Si Botak langsung menggerayangi Bagaskara, mencari hardisk yang dimaksud bosnya. Begitu mendapatkannya dari saku celana belakang ia segera menyerahkan pada bosnya.
Juan tersenyum senang. Akhirnya ia bisa menguasai perekonomian di Indonesia bahkan dunia menggunakan program ini. Di dalam otaknya sudah tersusun rencana untuk menghancurkan perusahaan perusahaan lain yang menghalangi usahanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anomali (ON HOLD)
ChickLit#Highest rank #130 on chicklit _______ Hanya kisah klise seorang Alina yang baru menginjak usia 25 tahun. Baru mendapatkan kebebasannya. Dan baru menikmati hidupnya. Kebahagiaannya terenggut seket:ika saat pagi itu. Pagi yang ia harap bisa dimusnahk...