"karena kita"

429 83 29
                                    

Doyoung mengangkat kepalanya ketika seseorang tiba-tiba saja memasuki ruang kerjanya. Seseorang dengan cat warna rambut merah masuk ke dalam pandangannya. Doyoung mengusap matanya.

"Taeyong?"

"Ya, ini aku." Setelah menutup pintu, Taeyong langsung duduk di depan meja Doyoung. "Bisakah kita berbicara?"

"Tentu saja," Doyoung membereskan mejanya yang ternyata berantakan. Dia menguap sekali dan mengucek matanya. "Ada apa?"

Taeyong diam dan melihat Doyoung sekilas, "Kau terlihat lelah."

"Karena aku memang lelah." Doyoung nyaris tertawa karena itu.

"Aku ingin bertanya soal pasienmu itu."

"Pasienku?"

"Qian Kun."

Entah kenapa jantung Doyoung tiba-tiba berdetak kencang, tapi dia berusaha menjaga posturnya tetap tegak. "Ada apa dengannya?"

"Qian Kun itu tidak sakit." Kalimat Taeyong langsung menusuk ke arah Doyoung. "Kenapa dia masih ada di sini?"

Doyoung tak bisa menjawab. Jika dia menjawab—tambahkan itu, dengan jujur—apa Taeyong akan percaya? Apa Taeyong akan membiarkannya?

"Doyoung, apa ada yang kau sembunyikan dari rumah sakit?"

"Iya." Itu datang lumayan cepat dari mulut Doyoung. Sepertinya dia tidak kuat menahannya, apalagi kepada Taeyong. "Iya, ada yang aku sembunyikan."

Dan Doyoung menceritakannya. Taeyong tidak menyela seperti biasanya. Dia diam, benar-benar mendengar masalah rumit apa yang menjebaknya sekarang. Taeyong membuka mulutnya ketika Doyoung selesai.

"Jadi biar ku simpulkan," Taeyong memperbaiki posisinya. "Kau membiarkan Qian Kun ini tetap di sini karena dia menunggu orang yang jelas-jelas tidak menginginkannya? Doyoung, masih banyak orang di luar sana yang membutuhkan bantuan kita. Tak perlu membuang-buang waktu untuk orang bimbang sepertinya."

Iya. Iya Doyoung tahu itu. Dia juga sadar, mungkin memang sudah saatnya Kun pergi. Tapi melihat kondisi orang tuanya sekarang...

"Aku perlu persetujuan."














"Memohon padaku, Kun-hyung," Lucas menahannya. "Itu tidak sulit."

Kun menangis dan menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak. Dia tidak akan menjatuhkan harga dirinya. Tidak lebih dari apa yang sedang terjadi sekarang.

Dia milik Winwin dan Winwin seorang. Dia tidak akan pernah mengkhianati Winwin.

Tidak akan.

....benar 'kan?

"Oh, kalau begitu, aku tidak akan pelan denganmu."

Kun menjerit ketika Lucas memaksanya. Terbakar, seluruh tubuhnya terbakar.

"LUCAS HENTIKAN! HENTIKAN!" Jerit Kun ketika Lucas memaksanya. Begitu cepat, begitu keras. Kun tidak dapat bernafas. Ia sesak, dan air matanya tidak membantu. Ia menjerit ketika Lucas menarik rambutnya ke belakang, membuatnya terpaksa bangun dan melengkung ke belakang.

"Memohon."

Kun masih menahan dirinya.

Tidak.

"Ber..hen...ti..."

Kun merasa dirinya paling benar sekarang. Dia merasa satu kata itu dapat menghentikan semuanya, tapi dia salah. Dia mendengar Lucas mendecak dan melemparnya kembali.

"Pilihanmu."

Lucas tidak berhenti.


























Kotor.

















KOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTORKOTOR



























Lalu semuanya berhenti.

Kun tidak merasakan sakit lagi. Hilang. Lucas tidak ada di sana, tidak ada di sampingnya. Dia tahu, karena dia merasa sendirian di sana.

Semuanya hilang.

"Aku tahu ada yang salah." Ada suara berkata. Kun tidak membuka matanya, terlalu lelah. Dia juga tidak mau membukanya.

Tubuh Kun diangkat, tapi dia tak tahu siapa yang mengangkatnya. Dia membiarkan siapapun itu mengangkatnya, berharap membawanya pergi menjauh dari tempatnya sekarang.

Siapa yang peduli? Bukan Winwin, tentunya.




.

.

.

MAAFFFFF DAKU ENGGA BISA BIKIN NC 😭😭😭😭 kalian bayangin aja sendiri ya gimana:(

mimpi yang sempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang