Chapter 2 - The First Crush [2]

7K 865 30
                                    

Aia Mattonata Relais, Siena, Italy

12.17 AM

Gadis itu meletakkan kopernya ke sudut ruangan, melemparkan tasnya ke atas sofa lalu menghempaskan tubuh ke ranjang. Dia lupa untuk memarahi Minha yang datang terlambat untuk menjemputnya, melewatkan begitu saja pemandangan yang mereka lewati selama 1,5 jam perjalanan dari bandara menuju hotel, juga tidak terlalu memperhatikan sambutan ramah dari pemilik penginapan. Dia tidak lagi ingat tentang keinginannya untuk mandi air hangat dan tidur nyenyak. Seluruh otaknya terfokus pada satu orang yang terus-menerus ditatapnya selama sepuluh menit keberadaannya di kafe itu, sebelum akhirnya pria itu pergi sebelum Minha datang menjemputnya.

Satu hal disadarinya selama pengamatannya yang tanpa henti terhadap pria tersebut; pria itu tampak muram. Ada raut kecewa terpancar dari wajahnya yang tegas. Rahangnya terkatup seolah dia sedang menahan sesuatu sekuat tenaga. Tampak seperti pria yang sedang... patah hati. Entah dia harus senang atau sedih. Patah hati bagus, karena itu berarti pria tersebut masih single. Lalu, apa urusannya dengannya?. Dia bahkan tidak mengenal pria itu untuk memiliki pikiran yang tidak-tidak tentang berusaha mendekat untuk menarik perhatian.

Cinta pertamanya... hanya berlangsung selama lima belas menit. Berakhir begitu saja.

***

06.55 AM

"Kau yakin?"

"Iya, aku jalan-jalan sendiri saja. Tidak usah ditemani,"

"Kalau kau tersesat bagaimana?"

Dia tertawa mendengar suara cemas Minha.

"Aku kan membawa peta dan aku punya ponsel. Kalau aku tersesat aku tinggal menghubungimu dan merepotkanmu, 'kan? Dan aku tidak akan membatalkan jasamu sebagai tour guide-ku, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Baiklah kalau begitu. Tapi janji, kau harus menghubungiku kalau terjadi apa-apa padamu. Seulgi sudah memperingatkanku agar menjagamu baik-baik."

"Aku mengerti. Aku hanya akan berkeliling ke tempat yang dekat-dekat saja hari ini. Mungkin ke Piazza del Campo."

"Kalau kau kesana, sempatkan mampir ke Salumeria II Cencio. Sarapan atau brunch."

" Aku sudah merencanakannya. Sampai jumpa kalau begitu. Aku akan menghubungimu kalau aku ingin ditemani pergi ke suatu tempat. Bye,"

***

Salumeria II Cencio, Piazza del Campo, Siena, Italy

10.12 Am

Dia menggigit sandwich-nya besar-besar, memilih tempat di balkon yang memberikan pemandangan menyeluruh Piazza del Campo, kawasan terlarang bagi kendaraan, yang dipenuhi jajaran toko-toko, kafe, dan restoran, juga area luar biasa besar dibagian pusat, tempat para turis atau masyarakat sekitar biasa duduk-duduk santai untuk beristirahat seraya mengawasi orang-orang yang berlalu lalang-biasanya sambil ditemani makanan ringan, seperti gelato atau espresso. Tempat ini juga terkenal dengan aktivitas Palio-nya-pacuan kuda-yang biasanya diselenggarakan pada bulan Juli dan Agustus. Untung saja dia berkunjung dimusim semi. Dia tidak terlalu suka keramaian dan hiruk-piruk.

Dia mengunyah dan menelan roti isinya yang ternyata memang luar biasa enak, lalu kembali membuka buku harian kakaknya dan mulai membaca.

Bukannya berjalan-jalan seperti rencana semula, kami malah keluar-masuk kafe dan restoran. Menikmati piza, spageti, ravioli, lasagna, gelato, dan segala macam makanan khas Italia lainnya. Belum masuk waktu makan siang kami benar-benar sudah kekenyangan. Tapi Minha masih saja memaksa membawa kami makan siang di restoran paling enak di seluruh Siena, La Taverna di San Giuseppe (aku memaksa Minha mengejakannya untukku). Dan restoran itu memang agak berlebihan. Baik pelayanan maupun makanan, semuanya diatas rata-rata. Walaupun harganya juga sedikit diatas rata-rata, tapi setara dengan apa yang kami dapatkan.

Saat itu kebetulan tidak terlalu ramai, karena jumlah pelanggan baru melonjak saat makan malam, jadi pemiliknya menyempatkan diri untuk menyapa para tamu termasuk kami. Bertanya bagaimana pendapat kami tentang pelayanan berikut makanan yang kami santap. Dan aku dengan tidak tahu malunya berapi-api menjelaskan betapa mematikannya tagliata yang mereka sajikan-semacam daging sapi panggang yang dimasak dengan olive oil dan rosemary. Juga tidak henti-hentinya memuji torta di cioccolato yang menjadi makanan penutup-yah, Minha terpaksa menerjemahkannya ke dalam bahasa inggris agar mereka mengerti apa yang ku maksud, karena aku tidak menguasai bahasa asing manapun sama sekali. Aku bahkan lupa bahwa perutku sudah penuh. Semuanya sangat enak dan bahkan ada banyak lagi makanan mengunggah selera lainnya di buku menu.

Tapi yang mengejutkan, melihat keantusiasanku, pemilik tempat itu memanggilkanku koki yang memasakkan makan siang kami, menyuruhnya untuk berbincang dan berbasa-basi sebentar. Dan sialnya, aku tidak pernah membayangkan bahwa koki mereka adalah pria luar biasa tampan, seksi setengah mati, dan juga orang Korea!!!

Namanya Taehyung, Kim Taehyung

Dan aku jatuh cinta.

Ah, jadi begitu? Kakaknya juga jatuh cinta. Seperti yang dialaminya sekarang. Karena itukah kakaknya memaksa agar dia juga mengunjungi kota ini? Untuk mencari pria yang membuatnya jatuh cinta? Jelas ada sesuatu dalam kisah mereka yang belum usai, karena dua hari berikutnya kakaknya meninggal dalam kecelakaan pesawat. Apakah pria itu tau? Apakah pria itu menunggu kakaknya? Pasti itulah alasan kenapa kakaknya membeli tiket pesawat ke Italia untuk satu bulan berikutnya. Mereka berjanji untuk bertemu, entah dimana.

Dia meraih ponselnya, memencet sebuah nomor, lalu mengetukkan jemarinya tidak sabar ke atas meja selagi nada sambung terdengar.

"Minha-ssi, apa kau bisa memberitahuku rute menuju La Taverna di San Giuseppe?"

***

Tbc
Jangab lupa vote + comment

Little White Lies - COMPLETED ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang