Chapter 3 - The First Crush [3]

5.7K 847 46
                                    

La Taverna di San Giuseppe, Via Giovanni Dupre, Siena, Italy

11.56 AM

Jisoo sama sekali tidak menuliskan apa-apa tentang betapa terkenalnya tempat ini sehingga menjadi tujuan bagi para turis. Mungkin saat kakaknya datang ke sini dulu tempat ini tidak terlalu ramai, tapi sekarang jelas-jelas seluruh kursi terisi penuh. Untung saja Minha sudah memesankan tempat untuknya, walaupun dia tetap merasa tidak nyaman mendengar dengung percakapan dari segala arah, denting sendok, garpu dan pisau yang membentur piring, juga para pelayan yang hilir-mudik mengantarkan pesanan atau melayani para tamu yang membutuhkan sesuatu.

Seorang pelayan menyambutnya, mengantarkannya ke meja yang terletak di sudut ruangan setelah dia menyebutkan nama, sedikit menghilangkan kegugupannya karena posisi tempat duduknya yang cukup melegakan. Dia memang lebih suka ke mana-mana sendiri, tapi tidak untuk masuk ke dalam restoran seperti ini.

Pelayan tadi mengulurkan buku menu, bertanya apakah dia mengiginkan wine, yang disambutnya dengan gelengan. Dia kemudian menunjuk tagliolini with black truffles dan tagliata yang disebut-sebut kakaknya di buku harian, lalu setuju untuk memesan makanan penutup berupa cornetto casalinga con mascarpone e salsa di cioccolato, yang dijelaskan pelayan tersebut sebagai kreasi pastry mereka yang dilumuri krim dan cokelat.

Sembari menunggu, dia kembali menekuni buku bersampul cokelat itu, mencari tahu apa saja yang diceritakan kakaknya tentang pria yang membuatnya jatuh cinta.

Ada sesuatu yang tidak orang lain tahu tentang cinta pertamaku.

Aku sempat pacaran. Satu kali dengan Seokjin . Lelaki yang tinggal disebelah rumah. Teman sekelasku. Yang setiap hari selalu berangkat sekolah bersamaku, menemaniku makan siang di kantin, lalu mengantarkanku pulang ke rumah, padahal itu membuatnya kelelahan, karena dia harus kembali lagi ke sekolah untuk berlatih basket bersama klubnya. Aku selalu saja menyontek tugas rumah nya dan dia selalu membiarkan. Saat itu... Kami tidak terpisahkan. Tapi, apakah aku mencintainya?.

Aku menyukainya, itu pasti. Aku juga nyaman setiap kali berada didekatnya. Tapi cinta tidak hanya tentang kebersamaan saja. Ada yang tidak kudapatkan darinya. Jantung yang berdebar-debar, keringat dingin, kaki gemetar. Kami seperti sahabat yang memiliki komitmen, dengan hubungan yang tidak pernah beranjak kemana-mana.

Aku selalu penasaran bagaimana rasanya jatuh cinta. Padahal aku selalu menertawakan adikku tentang masalah ini. Mengejek impiannya tentang mencintai hanya satu lelaki seumur hidup. Menurutku, dia hanya terlalu mendalami perannya sebagai penulis novel romantis.

Tapi dia nyatanya tidak pernah melebih-lebihkan. Tentang jatuh cinta. Tentang cinta pertama. Pada pandangan pertama. Juga tentang takdir. Tentang pertemuan-pertemuan yang tak pernah direncanakan.

Aku memaksa Minha dan Seulgi untuk makan di restoran itu lagi, beralasan bahwa aku ingin mencoba menu lainnya. Mereka setuju, walaupun aku rasa Minha cukup curiga dengan semangatku yang meletup-letup. Dia bisa menebak sendiri apa tujuanku sebenarnya. Itu kan gunanya dia bersahabat denganku selama bertahun-tahun? Dia terlalu mengenalku.

Kami datang cukup larut dan baru pulang lewat tengah malam. Pria itu tidak keluar dari dapur lagi, jadi aku pikir keberuntunganku sudah berakhir. Siapa sangka kami malah bertemu dengannya di lapang parkir, berbasa-basi sebentar dan aku hanya menganga tolol, terpesona pada suara, wajah, dan penampilannya yang kasual. Aku suka logatnya saat berbicara, juga suaranya yang dalam dan berat. Dia bertanya tentang Korea dan Minha dengan pintarnya mengajaknya bergabung bersama kami keesokan harinya ke Piazza del Mercato, karena aku dan Seulgi sudah tidak tahan untuk berbelanja. Beruntung sekali karena ternyata dia libur kerja setiap Kamis dan Jumat, ia pun menyanggupi untuk menemui kami di tempat itu.

Little White Lies - COMPLETED ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang