Chapter 12 - Not Poppies But Daisies [1]

3.8K 731 32
                                    

"That man made me feel things I never imagined could be felt. He made me want things I wasn't sure I could have. He made me need things I didn't know existed."
- Nicole Williams

.
.
.

Poppy Garden, Simhak Mountain
09.51 AM

Gadis itu memegang tali yang tersampir di bahunya, menarik napas dalam-dalam, menghirup udara pagi pegunungan yang menyenangkan.

Sudah tiga tahun berlalu sejak dia pertama kali datang ke tempat ini untuk berburu matahari terbit. Saat itu, semuanya berada dalam campuran tuga warna. Merah, putih, dan hijau. Bunga-bunga poppy yang baru mekar terlihat di sepanjang jalan setapak, yang mereka bilang tampak seperti lukisan Monet dalam visualisasi langsung. Merah diantara kelopak-kelopak bunga lainnya yang seputih kapas.

Semuanya berubah. Tempat itu tidak lagi dia kenal. Yang ada hanya rumput-rumput yang tumbuh tinggi dan petak-petak bunga daisy. Seolah tempat itu sengaja mempersiapkan diri untuk Jisoo yang ingin bertemu dengan cinta pertamanya disini.

Dia memutuskan untuk berkeliling, masih beberapa menit lagi sebelum pukul sepuluh. Dan dia pikir nantinya dia hanya akan memperhatikan setiap laki-laki yang lewat, mencari tahu apakah mereka memiliki mata berwarna cokelat teduh atau tidak.

Dia tidak terlalu mengerti dengan apa yang sedang dia lakukan. Apa hanya sekedar penasaran atau sebentuk tanggung jawab yang dibebankan Jisoo kepadanya. Mungkin dia ingin perasaan Jisoo tersampaikan, setidaknya dengan membiarkan pria tersebut tahu, tentang bagaimana pria itu membuat kakaknya bahagia di hari-hari terakhir hidupnya.

Hal itu membuatnya teringat pada Jack. Pada menit-menit yang mereka habiskan bersama di Siena. Mungkin mereka tidak akan bertemu lagi, jadi dia meyakinkan diri untuk mengingat kenangan-kenangan itu sebagai memori yang tidak ingin dia lupakan, salah satu saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Cinta pertama, pada padangan pertama... pria pertama.... ciuman pertama....

Dia mengerjapkan mata. Apa merindukan seseorang bisa membuatmu berhalusinasi? Karena dia merasa melihat...

"Jack?" bisiknya tercekat, menatap lurus ke depan, ke arah pria yang balas memandanginya dengan alis terangkat, sama tidak percayanya dengan kebetulan yang mulai terasa mengerikan di antara mereka. "Apa yang sedang....kau lakukan di sini?"

Sangat tampan dan luar biasa seksi....

"Memiliki janji temu dengan seseorang." Pria itu menjawab sambil melangkah mendekat, dengan kedua tangan terbenam dalam saku celana. "Kau sendiri?"

"Aku..."

Pintar memasak....

"Ini mulai benar-benar terasa aneh, kau tahu?" gumam pria itu, menyipitkan mata agar bisa melihat dengan lebih jelas di bawah sinar matahari yang menyorot silau.

"Ya... ini...."

Bermata cokelat...

"Tapi setidaknya aku menyukainya. Hai, "

Pria itu tiba-tiba memeluknya, mendekapnya erat dengan kedua tangan sambil tersenyum lebar. Wanginya terasa akrab, seperti bau roti yang baru saja dikeluarkan dari dalam oven. Pria itu selalu beraroma seperti dapur, yang membangkitkan selera siapa pun yang berani datang mendekat.

"Oppa! Taehyung Oppa! Yak, Kim Taehyung! Setelah kau berlari meninggalkanku, sekarang kau malah enak-enakan berpelukan dengan wanita lain dan berpura-pura tidak mendengarku."

Namanya Taehyung. Kim Taehyung.

Jack melepaskannya, berbalik menghadap gadis yang sibuk berteriak memanggil namanya sambil menggerutu kesal. Sedangkan Jennie terpaku di tempat, dengan tulisan-tulisan di buku harian Jisoo yang berkelebatan di benaknya seakan dia sedang membaca ulang.

Dia tidak tahu. Astaga, dia sudah curiga tapi tidak perah memikirkannya lebih jauh. Pria itu keturunan Korea, tentu saja dia memiliki nama Korea. Dan dia tidak pernah bertanya. Taehyung-nya Jisoo....dan Jack-nya...

"Kau sudah bertemu dengan temanmu itu? Dia?" Gadis itu menolehkan wajah untuk menatap Jennie lalu membelalakkan mata. "Tunggu,... kau....  ya Tuhan, kau Jennie Kim, 'kan? Penulis itu? Model terkenal itu?"

"Bukan dia. Tapi dia memang Jennie idolamu itu," jawab Jack

Gadis itu masih ternganga menatapnya dan dia bahkan tidak bisa memaksakan diri untuk tersenyum dan menyapa. Dia hanya menatap Jack, pria yang berada di hadapannya tapi dalam hitungan detik terasa menjauh dan tidak lagi terjangkau olehnya. Pria yang dia cintai dan seharusnya tidak dia cintai. Pria ini datang ke Korea...jauh-jauh untuk menemui kakaknya...

"Taehyung?" bisiknya. Nama itu terdengar asing. Masih milik pria yang sama, tapi terasa berbeda. Seolah memperlihatkan bahwa pria itu bukan lagi pria yang berhak dia biarkan berkeliaran di otaknya seperti yang dia lakukan sebelumnya. Pria itu adalah pria yang dicintai Jisoo. Apa yang sebenarnya dia pikirkan?

"Ah, itu nama Korea-ku. Kim Taehyung. Aku memakai marga ibuku. Aku belum memberitahumu ya?"

Belum. Kau belum memberitahuku.

"Jane? Kau sakit? Kau tiba-tiba pucat begitu."

Pria itu mengulurkan tangan, menyentuh keningnya. Masih tangan yang sama, masih rasa hangat yang sama, masih mengakibatkan denyutan dan aliran listrik yang sama. Tapi dia sudah tidak lagi berhak.

"Maaf, aku lupa bahwa aku ada janji. Aku harus pergi sekarang." Dia berkata dengan terburu-buru, berbalik dan mengarahkan seluruh tenaganya untuk berlari pergi, mengabaikan suara pria itu yang berteriak memanggilnya.

Dia baru berhenti setelah berada dalan bus, dengan dada yang terasa sesak dan napas yang terengah-engah. Dia mengambil tempat di bagian belakang, di samping jendela, agar bisa menangis diam-diam dan berharap angin bisa segera mengeringkan air matanya atau memberinya alasan kenapa matanya bisa basah—mungkin terlilit debu atau apa pun yang kedengarannya masuk akal jika ada yang berani bertanya.

Dia meraih buku harian Jisoo dari dalam tasnya dan membiarkannya terbuka di halaman terakhir, mencengkram bagian pinggirnya hingga nyaris remuk.

Eonnie... maaf. Maafkan aku. Tapi biarkan aku membencimu untuk kali ini. Sekali ini saja...

***

Tbc

Gapapa pendek, yang penting update hahaha ~

Little White Lies - COMPLETED ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang