Chapter 17 - Everything Is Fine. Maybe.

4.3K 712 52
                                    

"Because perfect guy doesn't exist, but there's always one guy that is perfect for you."
-Bob Marley

.
.
.

Jennie's Apartment, Gangnam, Seoul
09.13 PM

Gadis itu berguling gelisah di ranjangnya, tidak bisa menemukan posisi yang nyaman. Dia tahu dia tidak akan bisa jatuh tidur tanpa bantuan obat, dia hanya mencoba-coba. Dan akhirnya memang tetap sia-sia. Lagi pula ini masih terlalu pagi baginya untuk memejamkan mata.

Di hari normal, dia akan berada di apartemen Taehyung, berbaring di sofanya yang nyaman, dalam dekapan hangat pria itu, sambil menonton film atau drama yang mereka sewa dari rental. Dia akan menghabiskan setengah jam untuk terbiasa dengan pelukan pria itu di pinggangnya, tangan pria itu yang terjuntai di depan tubuhnya dan napas pria itu di tengkuknya.

Lalu kemudian dia akan kesulitan mengikuti jalan cerita saat akhirnya dia bisa menentramkan jantungnya, terlalu malu untuk bertanya sehingga saat mereka mendiskusikan film seraya menyantap cemilan ringan yang di siapkan pria tersebut, dia seringnya hanya terlihat bodoh, karena genre yang mereka tonton biasanya adalah film-film politik, pembunuhan dengan kasus rumit, sejarah, perang, dan science-fiction yang menuntut konsentrasi dari awal cerita karena jumlah pemain yang biasanya cukup banyak dan konflik yang sudah di bangun dari menit-menit pertama. Kadang dia penasaran, apakah pria itu pernah mempertanyakan kepintarannya atau tidak. Juga kecurigaan aneh bahwa sepertinya pria itu menyadari kegugupannya setiap kali pria itu berada dalam jarak terlalu dekat. Taehyung adalah jenis pria yang tahu bahwa dia tampan dan memukau serta tahu cara memanfaatkan kelebihannya itu semaksimal mungkin tanpa ampun. Dan dialah yang kena getahnya.

Apakah hidup bersama pria itu menyenangkan? Ya, kalau kau bisa terbiasa dengan kemungkinan terkena serangan jantung setiap saat.

Gadis itu mendesah, turun dari ranjang, meraih kardigannya dari gantungan, menyambar kunci mobil, dan tergesa-gesa berlari menuju pintu, baru saja membukanya saat dalam waktu bersamaan dia tersentak kaget ketika mendapati orang yang ingin ditemuinya sudah berdiri di sana.

"It's not even 24 hours yet, I know." Pria itu mengedikkan bahu. "But I've already missed you."

Gadis itu menghambur, melingkarkan lengan ke sekeliling leher pria itu sebagai jawaban, terisak disana.

"I think we just start, so it will be easy to get rid of you," bisiknya, mengelus lembut punggung gadis itu, membenamkan wajah ke helaian rambutnya yang beraroma cytrus. "But it's not. No matter how hard I try."

Dia mengayun tubuh gadis tersebut, seolah berusaha memberikan efek nyaman, walaupun sebenarnya itu bukanlah hal yang sulit di lakukan. Gadis itu selalu nyaman, dan gugup di saat yang bersamaan, setiap kali mereka berdekatan.

"Aku tidak punya pengalaman berkencan dalam komitmen resmi dengan gadis mana pun sebelumnya. Aku hanya... keluar dengan mereka dan jika tidak ada lagi ketertarikan, aku tinggal pergi tanpa perlu memikirkan cara untuk berpisah. Aku tidak bisa melakukan itu padamu. Kau juga tidak boleh melakukan itu padaku. "

Jennie mendongak, mengulurkan tangan untuk menyusuri wajah pria itu dengan telunjuknya.

"Kenapa?"

Pria itu sedikit menunduk, menyapukan bibirnya sekilas ke kening gadis itu.

"Karena sekali aku memberimu izin untuk menetap, kau harus tetap tinggal. Sampai aku sendiri yang memutuskan untuk mengusirmu."

***

Little White Lies - COMPLETED ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang