"Someday we'll run into each other again, I know it. Maybe I'll be older and smarter and just plain better. If that happens, that's when I'll deserve you."
-Gabrielle Zevin.
.
.Waktu hanya memberinya beberapa jam. Mungkin keteledorannya. Atau takdir memang sudah mengaturnya demikian. Hari ini mereka berjanji untuk membersihkan apartemennya bersama. Seharian. Hanya saja dia ditelepon mendadak untuk mengepas pakaian yang akan dikenakannya untuk pagelaran busana minggu depan dan dia diharuskan datang. Jadi setelah berangkat bersama dari apartemen Taehyung dan menurunkan pria itu di apartemennya, dia bergegas pergi tanpa teringat kesalahan besar yang baru saja dia perbuat.
Dia sempat pulang ke apartemennya kemarin, untuk menjemput pakaian bersih karena lagi-lagi dia akan menginap di tempat Taehyung. Dia ingat melemparkan barang-barangnya begitu saja ke atas kasur, mengosongkan tasnya dan hanya membawa ponsel dan dompet agar selebihnya bisa disesaki pakaian. Sialnya, barang-barang itu termasuk buku harian kakaknya.
Dia langsung kehilangan konsentrasi, berdoa agar pengepasan pakaian siang itu cepat selesai agar dia bisa bergegas pulang. Dan dia sama sekali tidak terkejut saat melihat Taehyung menunggunya di lapangan parkir, dengan buku harian berada dalam genggamannya.
Siang itu hujan turun. Biasanya dia membenci adegan-adegan seperti ini di drama-drama yang dia tonton. Perpisahan. Di bawah hujan yang mengguyur deras. Dia lebih membencinya lagi di kehidupan nyata.
Dia benci dengan tatapan yang diarahkan Taehyung padanya. Tatapan yang penuh kekecewaan, kesedihan, dan patah hati. Dia benci dengan suara yang digunakan Taehyung saat berbicara dengannya. Tidak lagi lembut, tapi penuh dengan teriakan amarah dan frustasi.
"Pernahkah... sekali saja... kau mencintai dirimu sendiri, Jennie-yya? Apa yang kau takutkan? Aku meninggalkanmu setelah tahu kenyataannya? Sejak kapan kau mengetahui ini semua? Sejak pertemuan pertama kita? Ah, bukan. Pasti di taman waktu itu. Kau kabur dariku. Apa kau di sana untuk mencari tahu siapa pria yang dicintai kakakmu? Kau pasti sangat terkejut saat tahu bahwa pria itu adalah aku, lalu? Tidakkah kau merasa egois menjalin hubungan denganku tanpa memberitahuku apa-apa? Aku pantas mendapatkan penjelasan. Jisoo temanku. Dan dia kakakmu. Kau begitu ketakutan hingga menghianati kakakmu sendiri, apa kau sadar?"
"Bagaimana kau bisa mengharapkan agar aku mencintaimu kalau kau bahkan tidak mencintai dirimu sendiri? Kau bahkan tidak percaya padaku, mengira bahwa aku akan meninggalkanmu kalau kau memberitahu kenyataannya padaku. Kenapa? Karena ternyata pertemuan-pertemuan kita terjadi karena rencana-rencana kakakmu? Bukan karena kebetulan seperti yang selama ini kita kira?"
"Kim Jennie... kau ketakutan karena kau tidak percaya pada dirimu. Bahwa karena diari ini, kau yakin aku tidak akan mencintaimu lagi. Kuberitahu kau, maaf, kita memang harus berpisah. Bukan karena diari ini, bukan karena kakakmu, tapi karena kau. Karena sekali saja... kau tidak pernah percaya dengan hubungan kita. Kau tidak mempercayaiku. Tidak sama sekali."
Dan semuanya berakhir. Seperti itu. Begitu saja.
***
Taehyung's Apartment, Seoul
06.49 PMTirai itu terbuka separuh, menyisakan tempat di mana kaca jendela memantulkan sinar matahari sore yang mulai terbenam, menyebarkan semburat warna jingga yang terang. Menandakan akhir dari hari, menuju malam yang gelap dan kelam.
Pria itu duduk disana. Masih memandangi wajah yang sama, wajah yang dimiliki oleh seorang gadis yang membuatnya tergila-gila. Gadis yang baru saja dilepasnya.
Dia belum sanggup berpikir apakah keputusannya tepat atau dia perlu meninjau ulang. Dia hanya menenggelamkan diri dalam dukanya, kehilangannya. Membiarkan rasa sakitnya merajalela, membunuh perlahan dalam diam.
Dia teringat banyak hal. Serentetan hari paling membahagiakan dalam hidupnya. Pertemuan pertama, kencan pertama, ciuman pertama, dan pertemuan-pertemuan berikutnya yang membuat definisi kebahagiaan menjadi begitu sederhana.
"Oppa... "
Dia tidak menjawab, membiarkan Somi duduk di sampingya, menemaninya, membiarkan gadis itu memahami bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Dan seperti kebiasaan mereka setiap kali ada salah satu yang terluka, mereka berdua hanya diam, menunggu sampai yang lain bicara dan menjelaskan.
"I lost her," bisiknya. "She lied to me and I let her go."
Suaranya terdengar serak dan dia hanya menatap nyalang, bergeming saat Somi menyelipkan tangan ke lengan kirinya lalu menyandarkan kepala ke bahunya, dengan tangan kanan yang mengelus punggungnya dalam gerakan menenangkan.
"I supposed to hate her, right? But, instead... I saw her... stood there, in front of me, with the rain coming down on her body... and mascara running on her cheeks... her hair looked messy, and all I could think in that time was... I'd never seen anyone more beautiful than her. What should I do then?" bisiknya putus asa. "What am I supposed to do with my life from now on?"
***
Jennie's Apartment, Gangnam, Seoul
07.43 PM"Nuna... Nuna... Nuna! Astaga! " teriak Jungkook, bergegas menghampiri Jennie yang tampak sedang sibuk memotongi sayuran dengan mata yang tidak fokus. Helai-helai daun yang semula berwarna hijau itu tercemar dengan warna merah yang berasal dari darah yang menetes dari jemari Jennie, yang tampaknya sama sekali tidak disadari gadis itu.
"Kau kenapa?" tanya Jungkook panik, menarik kakaknya itu ke tempat cuci piring, menghidupkan keran, lalu membasuh luka di tangan Jennie, membungkusnya dengan kain lap lalu bergegas berlari mengambil kotak obat dan mulai mengobati luka irisan pisau itu dengan hati-hati. Dan bahkan sampai dia menyelesaikan pekerjaannya, kakak perempuannya itu tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Hanya duduk termenung, memandangi tangannya yang sekarang terbalut perban.
"Kau disini saja, biar aku panaskan makanan di kulkas," perintahnya sambil menggulung lengan kausnya, memeriksa isi kulkas dan menemukan lasagna yang bisa dijadikan menu makan malam. Dia memasukkan potongan-potongan pasta berisi daging itu ke dalam oven, mengatur waktu lalu menyiapkan peralatan makan, diam-diam memperhatikan kakaknya. Tahu bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi dan kakaknya itu pasti tidak akan mau bercerita. Hubungan mereka sedikit renggang setelah dia kuliah dan menetap selama bertahun-tahun di Paris dan sekarang sudah terlambat untuk memperbaiki hubungn tersebut agar kembali normal.
Dia menghampiri Jennie di meja makan beberapa menit kemudian setelah memindahkan lasagna ke piring, memotongnya kecil-kecil agar sesuai untuk satu suapan dan menyerahkan salah satunya pada Jennie, yang hanya mengambil garpu, menusukannya, lalu memasukkan potongan lasgna itu ke mulutnya, mengunyah pelan-pelan dan sesaat kemudian menemukan titik ledak, mulai berurai air mata. Kali ini Jungkook langsung tahu masalahnya. Lasagna itu pastilah buatan Taehyung, kekasih kakaknya, yang beberapa hari terakhir sering datang, mengisi kulkas dengan setumpuk makanan.
"Apa aku perlu ke apartemennya dan menghajarnya?"
"Tidak usah," tolak Jennie, berusaha meredam tangisnya dengan memasukkan potongan lasagna lagi secara paksa ke dalam mulutnya yang masih penuh.
"Aish, Nuna!!!!!" serunya frustasi.
"Aku yang salah. Aku membohonginya. Dia marah. Sudah sewajarnya. Habiskan makan malammu. Jangan membuang-buang makanan. Dia sudah susah payah membuatnya."
"Nuna... "
"Jungkook-ah..." Jennie mendongak, menatapnya tajam. "Jangan pernah mengganggu sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain. Kau mengerti? Pada akhirnya kau sendiri yang akan terluka."
Pria itu menghela napas lalu berujar, "Aku jamin, pria itu akan menyesal telah melepaskanmu."
Jennie menggeleng. "Aku yang menyesal karena telah membuatnya melepaskanku. Bodoh ya?" Dia tertawa getir. "Aku bisa menjadi sangat bodoh jika aku mau."
***
Tbc
Gakuat pengen cepet cepet namatin buku ini :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Little White Lies - COMPLETED ✔
Fanfiction"Someday, we'll run into each other again, i know it. Maybe i'll be older and smarter and just plain better. If that happens, that's when i'll deserve you." - Jennie Kim