Valleta benar benar tak bisa tidur, ia merasa tidak tenang malam ini. Pikiran nya masih kacau karena kejadian beberapa waktu yang lalu, dan perasaan kecewa benar-benar mempengaruhi pikiran nya sejak tadi. Sudah mencoba berbagai cara untuk tidur namun tetap saja gagal.
Akhirnya Valleta bangun dan berjalan keluar kamar lalu menuju dapur untuk meneguk air mineral. Setidaknya dengan minum air, pikiran nya akan sedikit dijernihkan. Itulah yang dipikirkan Valleta.
Tiba tiba sebuah tangan memeluk pinggangnya, Valleta hampir tersedak dibuatnya.
"Baby..." Suara serak terdengar ditelinganya.
Seketika Valleta menjatuhkan gelasnya karena terkejut hingga pecah berkeping-keping, tubuhnya bergetar mendengar suara yang sangat khas dikenalnya.
"Please don't scared sweetie, i'm here." Bisik suara itu lagi, kali ini sambil memeluk perut Valleta dari belakang dengan erat. Ia berusaha menenangkan gadis kecilnya.
"Valle?" Tanya Alisa dari lantai atas. Masih dalam keadaan mengantuk Alisa berjalan gontai, namun suara itu benar-benar mengganggunya. Ia ingin mengecek apa yang terjadi dibawah, tapi karena tak ada jawaban akhirnya Alisa tidak berpikir yang aneh-aneh lagi. Mungkin itu kucing, batinnya.
"Shsh....don't make a sound." Bisik suara itu lagi.
Suara Alisa menghilang, menyisakan getaran hebat ditubuh Valleta. Ia menoleh dan melihat pria itu, pria yang membuatnya menderita.
"Kefas..." Panggil Valleta lirih masih dengan tubuh yang bergetar.
Pria itu menelusupkan tangan nya dibalik gaun tidur Valleta, tubuh Valleta sudah lemas tak berdaya. Kefas menemukan pusar Valleta yang ditindik, Kefas menekan nya.
"It's hurt me Kefas, stop please." Bisik Valleta sambil memejamkan matanya.
Kefas membalikkan badan lalu memeluk Valleta, "Lama aku menunggumu, aku kangen. Kau membuat hari-hariku suram sayang." Bisik Kefas kemudian berjongkok, mengangkat baju tidur Valleta, dan mengecup perut Valleta dengan pelan.
"Pembohong, lepaskan aku. Memang aku tidak tahu kebiasaanmu yang sering meniduri wanita?" Ucap Valleta sinis sambil menutup baju tidurnya dan mendorong Kefas menjauh.
Kefas tersenyum licik kemudian menyambar bibir Valleta, "Tapi tidak ada yang semanis dirimu ini, baby." Kata Kefas kemudian mendorong tubuh Valleta hingga menabrak dinding dapur.
Wajah Valleta memerah ketika Kefas menciumnya tanpa pamit, dan itu membuat jantung Valleta berolahraga seenaknya. Valleta mendorong tubuh Kefas berusaha menolak, tapi itu gagal.
"Kau brengsek!" Umpat Valleta saat ada kesempatan untuk Valleta menghirup nafas sebanyak-banyaknya.
Kefas berhenti sebentar untuk melihat wajah Valleta yang sudah memerah, kemudian menyambar kembali bibir Valleta yang rasanya manis itu.
"Aku suka bibirmu, ini manis." Bisik Kefas dengan suara seraknya lagi.
"Besok akan kubuat mulutku ini bau jigong, jengkol, biar mau tak akan menciumku seenaknya." Batin Valleta saat mendengar Kefas menyebut bibirnya manis, ini pasti karena liptint rasa watermelon yang baru ia beli beberapa hari yang lalu.
Valleta mendorong tubuh Kefas, "Aku akan sangat membencimu." Kata Valleta kemudian memalingkan wajah karena jengah.
"Valleta, namamu indah. Ketahuilah, sejak aku bertemu denganmu di hari pertama kita bertemu, kau adalah milikku. Bibir mu, rambutmu, mulutmu, bahkan keperawananmu." Bisik Kefas ditelinga Valleta.
Valleta merinding, ia ingin sekali menampar Kefas yang sudah melecehkan nya melalui bibir sialan nya itu. "Pergilah dari sini..." Kata Valleta memohon. Ucapan vulgar itu terlalu kurang ajar di telinga Valleta, dan gadis itu tahu hidupnya tidak akan baik-baik saja jika terus bersama dengan pria ini.
"Baik, aku akan pergi." Kata Kefas dengan smirk menyeramkan dibibirnya. Valleta tidak suka senyum itu, itu adalah senyum maut baginya.
Kemudian tanpa aba-aba Kefas menggendong Valleta ala karung beras. Valleta terpekik, dan sesaat kemudian menutup mulutnya karena ia baru saja berteriak. Ia tidak mau jika Alisa akan turun dan menemukan ada Kefas disini. Valleta tidak ingin membuat kakaknya cemas.
"Turunkan aku.... turunkan...." Kata Valleta sambil terus memberontak kecil.
"Diamlah, nanti kau akan kehabisan tenaga untuk bermain." Kata Kefas sambil keluar dari pintu belakang rumah Valleta melalui pintu belakang.
"Dasar sinting! Aku tidak akan melakukan apapun yang akan membuatku kehilangan keperawananku!" Teriaknya sambil bersikukuh untuk memukul punggung Kefas. Kepalanya sudah mulai pusing tak beraturan karena harus menghadap kebawah.
"Oh ya?" Tanya Kefas mengejek.
Kefas membawa tubuh Valleta ke mobil, kemudian mengunci tubuhnya dengan kedua lengan nya. Kefas segera mencium bibir ranum milik Valleta dengan rakus.
"Gila!" Teriak Valleta frustasi. Ia tidak suka dengan cara Kefas yang memaksanya.
Mata Valleta membulat ketika Valleta merasakan sesuatu dibawah sana yang menonjol, pertahanan nya runtuh. Ia memberontak ketika Kefas berusaha menanggalkan pakaian nya, Valleta membiarkan Kefas menjelajahkan matanya untuk melihat tubuhnya, dan diam-diam Valleta menangis. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa menghindar dari Kefas.
"Shit!" Umpat Kefas kesal saat mendengar isak tangis Valleta yang begitu lirih.
Kefas berhenti melakukan ciuman, kemudian dia menggendong Valleta keluar dari mobil dan kembali masuk ke rumah Valleta.
"Aku benci gadis cengeng." Kata Kefas kemudian pergi meninggalkan Valleta sendirian.
Valleta terdiam.
Memangnya salah? Jika dia menolak untuk mempertahankan apa yang seharusnya ia jaga sampai Kefas harus meninggalkan nya seperti itu?
Valleta menatap miris tubuhnya, pakaian nya berantakan, rambutnya juga. Hatinya tiba-tiba sakit, sekali lagi ia bertanya pada hatinya.
Salahkah seseorang menolak untuk terus mempertahankan keperawanan nya?
❀❀❀❀❀
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny!
Teen FictionMenjadi bergelimang harta tak selalu membuat pemiliknya bahagia. Bahkan terkadang dalam satu waktu di hidupnya, ia berpikir lebih baik bahwa ia menjadi orang yang berkecukupan saja. Menjadi orang kaya membuatnya harus memenuhi tuntutan keluarga ini...