"Ini untuk kamu." Pria muda itu memberikan sebuah amplop coklat kepada perempuan yang sedang menata riasannya.
"Thanks ya Ren." Balas perempuan itu singkat. Kemudian kembali menyibukkan dirinya di depan meja rias.
"Chi, tawaran aku tempo hari. Aku serius." Pria bernama Renra itu kembali membuka suara. Kali ini keseriusan terlihat dari wajah tegasnya.
Perempuan itu hanya berhenti sejenak. Melihat pria dibelakangnya dari pantulan cermin. Lalu, kembali melanjutkan riasan diwajahnya.
"Chika, gue bakal penuhi semua keinginan lo. Berapapun lo minta ke gue akan gue kasih." Tak ada lagi kata formal aku dan kamu seperti tadi. Renra mulai sedikit terbawa emosi karna pengacuhan dari perempuan itu.
Perempuan bernama Chika itu akhirnya berdiri. Tersenyum dengan sebuah senyuman penuh arti. Berjalan dengan anggun ke arah Renra. Tangannya yang halus mengelus dada bidang Renra yang berbalut kemeja hitam. Belaiannya terus keatas ke arah pipinya.
"Renra." Panggilnya lembut dengan desahan diujungnya.
"Bukan gue cewek munafik yang menolak pemberian lo. Tapi. . . " Kini bibirnya yang mulai bergerilya mengelus leher Renra.
"Gue belum bisa Ren. Ini hidup gue sekarang." Renra memejamkan matanya menikmati sensasi yang diberikan Chika.
Renra yang tak mau terbawa suasana membalikkan badannya. Ia memcengkram bahu Chika dan menatapnya dwngan tajam.
"Gue nggak main-main Chi. Malam ini kalau lo mau kita nikah, akan gue lakuin. Asal lo berhenti dari kerjaan ini." Tak ada keraguan dari setiap kata-kata yang keluar dari mulut Renra. Hal itu membuat Chika merasa terharu. 'Nggak, gue nggak boleh tergoda'. Dia mencoba meyakinkan dirinya.
Dengan sekuat tenaga Chika melepaskan cengkraman Renra dibahunya. Dengan cepat ia mendorong tubuh Renra hingga pria itu terlentang dikasur empuk hotwl tersebut. Tanpa memberikan Renra untuk memberikan perlawanan Chika menindih tubuh Renra. Tangan lelaki itu ia himpit dengan kedua lututnya agar pria itu tak bisa menghentikannya.
Chika dengan cepat membuka resleting celana Renra. Dirasakannya milik pria iti sudah mengeras. Ia pun menyibakkan celana dalamnya kesamping. Dan menghujamkan milik Renda kedalam lubang surgawinya.
"Argghh." Chika menggeram menahan antara sakit dan geli. Tanpa penetrasi sebelumnya membuat miliknya menjadi sedikit seret.
"Chi, stop hentikan. Ahhh." Renra berusaha untuk menghentikan perlakuan Chika. Tapi, kenikmatan yang didapat membuatnya sedikit mengurungkan niat.
Chika tak menghiraukan perlawanan Renra. Kini ia yang mengendalikan permainan ini.
"Ahhh, sshhhh, aaahhh." Desahnya yang sudah menemukan kenikmatan menyelimuti raganya.
"Chi, aahhh, Chiii. Guueehhh.. akh." Renra meracau tak karuan dengan perlakuan binal Chika.
"Ahh, anhhjhinghh lu Ren, ahhh punn..nya lu. Heennaakkhh. Ahh."
Chika terus menggoyangkan pantatnya diatas milik Renra. Maju mundur, naik turun membuat Renra kelabakan. Baru kali ini Chika menjadi seliar ini. Biasanya dia lah yang selalu mengendalikan permainan. Ia menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan kadang tubuhnya melengking ke atas.
"Chi, sudah Chi, gue nggak tahan. Guee.." Renra berusaha bangkit untuk memindahkan posisi Chika. Tapi, dengan cepat Chika kembali menghempaskan tubuhnya.
"Chiii, guee mau keluarrr." Renra mencoba menahannya.
Dengan pernyatan Renra itu, membuat Chika lebih cepat menggoyangkan pantatnya.
"Annhhjhhingghh . . . Tahan sebentar." Ucapny
"Gue nggak tahaaann. . Akhh."
Diiringi dengam goyangan Chika yang semakin cepat. Renra pun menggoyangkan pantatnya menyelaraskan dwngan permainan yang dibuat Chika.
"Ahhh, taikk lu Rennhh." Chika tak kuasa menahan nikmat dengan balasan Renra itu.
"Argghhhh, Chiiii!!!" Renra menyemprotkan cairannya kedalam rahim Chika.
"Ahhhh, anjhinggghh, ennakkhh." Tubuh Chika melengkung, kepalanya menengadah keatas. Tangannya mencengkram paha Renra dengan sangat kuat.
Keheningan sesaat dalam kamar hotel mewah tetsebut. Yang ada hanyalah desah nafas dua insan yang telah usai mendaki puncak dari kenikmatan dunia. Pakaian mereka masih utuh dan lengkap tapi dua bagian tubuh mereka telah menyatu.
Chika perlahan berdiri dari tubuh Renra. Ia merapikan celana dalamnya. Dan melihat Renra yang masih berusaha mengatur nafasnya.
"Itu sebagai pengingat buat lo Ren. Gue adalah Lonte. Sampai kapan pun, meski gue udah berhenti. Orang akan tetap menganggap gue lonte. Gue cuma nggak mau ngerusak nama baik lu, nama baik keluarga lu. Akan banyak badai yang harus kita hadapi andai lu sama gue. Dan gue nggak siap buat itu. Lo masih banyak pilihan untuk hidup lo. Dan pilihan itu bukan gue. Tapi, kalau lo ngebutuhin gue. Lo masih nyimpan nomor gue."
Setelah mengambil tas dan memasukkan amplop coklat itu ke dalam tas jinjingnya. Chika pun pergi meninggalkan Renra yang masih setengah sadar. Mata sayunya hampir saja tertutup menerima kenikmatan membahana yang diberikan Chika.
"Chi. . Chi. . Chi. . " Hanya itu yang keluar dari mulutnya dengan tangan yang mencoba menggapai.
****
"Ikh. . Ikh. . Kimmochii." Desahan menggema di dalam mobil sedan hitam itu. Suara yang berasal dari layar smartphome lina inchi itu memecah kesunyian di dini hari itu. Seorang pria memegang smartphone dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya tengah asik menaikturunkan tangan pada miliknya yang sudah membesar.
"Oh.. oh." Dia pun mendesah menuruti setiap sodokan yang tepampang dilayar tersebut.
Tok tok tok
Bunyi ketokan dari luar tak lagi didengarnya. Otaknya sekarang sedang diselebungi nafsu yang sebentar lagi akan meledak.
TOK TOK TOK
Bunyi ketokan tersebut semakin lebih keras. Pria itu terhenyak smartphonenya terjatuh.
"Anjing, gue hampir keluar." Dengan tergesa ia merapikan celananya dan cepat membuka pintu samping.
"Ikkeh, ikkehhhhh." Suara desahan itu menggema saat perempuan itu masuk kedalam mobil.
"Sarap lu Mo, di parkiran nonton ginian." Kata perempuan itu sambil mengambil tisu diatas dashboard.
"Lu kelamaan Chi. ." Ucapannya terpotong ketika melihat adegan didepannya. Chika yang dengan santai membersihkan selangkangannya dari lelehan sperma renra yang tumpah. Ia melirik kearah Bimo yang ternganga melihat aksinya itu.
"Apaan sih lo Mo." Ia melempar tisu tersebut ke arah Bimo.
"Chi . . " Hanya itu yang keluar dari mulut Bimo. Sementara tisu bekas Chika tadi dihirupnya dalam.
Chika kemudian merogoh tasnya. Mengambil sebuah pil yang selalu ia simpan sebagai jaga-jaga jika hal seperti tadi terjadi. Ia menelan pil tersebut dan meminum air mineral botol diatas mobil. Melihat adegan itu, Bimo yang otaknya sudah dikuasai kemesemuman kembali ternganga hanya melihat Chika meminum air dari botol itu.
"Glek. . Chi . . "
"Ah, udah ah. Buruan gue capek nih. Pasang tuh resleting lho." Kata Chika santai.
"Chi, tolongin gue ya, skaaliii ini aja. Gue nggak tahan banget Chi."
"Bukan gue nggak mau nolongin lu Mo. Tapi, gue capek banget."
"Ah, elo Chi gitu banget sama temen. Kocokin aja deh Chi, kocokin." Bimo dengan cepat ingin kembali membuka celananya.
"Kocokin juga pake tenaga kaliii Moo."
"Ah, elu Chi." Bimo sangat kecewa.
"Udah buruan, ntar gue bilangin mami deh suruh anak barunya temenin lo."
"Beneran lo ya Chi." Bimo kembali semangat. Setelah merapikan celananya. Ia pun melajukan mobil sedan itu. Mobil itu pun keluar dari parkiran hotel.
"Mo, lansung ke kos gue aja deh. Gue capek banget nih." Chika merebahkan kepalanya bersandar ke arah kaca mobil.
"Nah Chi, janji lo gimana Chi?" Tanya Bimo kembali memelas.
"Itu salah lo sih Mo. Kenapa nonton bokep dalam mobil." Chika hanya tersenyum kecil ditengah picingan matanya yang sudah mulai lelah.
"Wah, kejam lo Chi. Gue ngocok juga nih dalam mobil." Bimo dengan tangan satunya lagi berniat membuka resletingnya kembali.
"Lo ngocok, gue bukak nih kaca dan gue teriak." Ancam Chika.
"Wah, sadis lu Chi ama temen."
"Makanya buruan, habis tu, lu bebas ngocok sampai pagi. " Chika hanya nyengir.
"Nggak care banget lu Chi."
Mobil pun melaju memecah gemerlap malam ibukota yang masih ramai dilalui kendaraan. Kehidupan malam ibukota yang dihiasi entah berapa banyak Chika Chika lain yang mengais nafkah dengan tubuh mereka.
Chika terlelap dalam keletihannya malam ini. Renra, pria yang ketiga malam ini. Pria yang dikenalnya tiga bulan lalu. Memberikan sebuah harapan yang besar untuknya. Tapi, Chika sadar dia tak pantas untuk itu. Dia tak ingin menghancurkan masa depan seorang anak manusia hanya karena keegoisannya.
Dia meringkuk disudut mobil itu menyesapi setiap dingin yang menusuk tulang. Tapi, baginya dingin itu adalah hal biasa seperti halnya derita yang ia terima selama ini.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lonte Vs Gigolo (The Coli Trilogi I) (End)
RomantiekKeheningan sesaat dalam kamar hotel mewah tetsebut. Yang ada hanyalah desah nafas dua insan yang telah usai mendaki puncak dari kenikmatan dunia. Pakaian mereka masih utuh dan lengkap tapi dua bagian tubuh mereka telah menyatu. Chika perlahan berdi...