Ia mengingatnya.
Bola mata yang sebiru langit di pertengahan musim panas, tanpa ada awan yang menghalangi, sangat indah dan cantik. Ia juga mengingatnya, senyuman lebar yang memperlihatkan gigi yang berderet rapi, mata yang tertutup, membutakan bagai mentari di pertengahan musim panas.
Sasuke menutup mata. Telinganya mendengar bising kota di sore hari, orang-orang yang berlalu lalang melewatinya, mengobrol, berlari, tertawa.
Ketika manik hitamnya terbuka, ia melihat gadis cantik yang familiar dalam ingatannya. Bibir merah itu melengkung indah, rambut panjang yang terikat kebelakang. Manik hijau berkilau senang yang Sasuke anggap sangat menawan itu menatapnya.
Pernah. Ia pernah menganggap emerald itu adalah yang terindah.
"Sasuke-kun." Suara lembut itu memanggil namanya, senyuman yang tidak hilang dari bibir itu.
Sasuke mengira ia akan merasakan desiran itu sekali lagi, tubuh yang membeku, udara yang membuatnya sesak, dan perasaan menyenangkan yang datang padanya.
"Sakura." Ia tidak menyangka bahwa perasaan itu hilang, ia bagai mati rasa.
Sakura di hadapannya sekali lagi tersenyum, lebih lebar, Sasuke bisa melihat semburat merah pada pipi putih itu. Cantik, sangat menawan.
Mungkin jika Sakura datang padanya saat itu, di mana Sasuke masih merasakan debaran yang menyenangkan, ia akan menggenggam tangannya, juga memeluknya.
"Sudah lama aku tidak melihatmu," ia dapat menangkap kekecewaan pada nada bicara Sakura. "Kau sulit sekali untuk dihubungi."
Ia diam. Tentu ia tidak bisa berpikir hal lain saat Naruto selalu datang dalam setiap bayangannya. Sasuke ingin mengucapkannya. "Maaf." Tapi ia lebih memilih meminta maaf pada Sakura.
Gadis itu menggeleng, "Tidak masalah." Senyuman yang tersungging di bibir itu tidaklah hilang, membuat Sasuke merasa sangat bersalah.
Karena ia tahu Sakura mulai datang padanya. Ia tahu pula bahwa sekarang gadis itu bukanlah pusat dari hidupnya, dan mungkin tidak akan pernah.
Atau mungkin memang sejak awal Sakura bukanlah pusat hidupnya, bukan seseorang yang paling ia inginkan.
Jemari lentik itu menyentuh malu lengannya, Sakura menautkan jarinya pada jari Sasuke. Wajah yang dimiringkan, suara yang sangat ceria, mengingatkan Sasuke pada seseorang, juga senyum yang sampai pada mata hijaunya.
Sasuke bukanlah orang yang tidak memiliki hati, maupun orang yang baik. Tidak berani untuk menampik jemari yang menggenggamnya erat, namun ia juga tidak menyukainya. Suara lembut Sakura tidak sampai pada telinganya. Sasuke berusaha mengatur napas, berusaha untuk bernapas dengan normal.
"Karena sekarang kita sudah bertemu, Sasuke-kun harus menemaniku seharian ini."
Satu masa Sasuke merasa menginginkan hal ini, dalam waktu singkat semuanya berbalik.
"Kau tahu, ada kedai yang membuat makanan enak di dekat sini, aku ingin kita mencobanya."
Ia mengingat saat telapak tangan hangat menggenggam tangannya, menautkan jari dengan malu. Kulit mereka yang kontras, ia yang senada dengan musim panas.
"Sasuke-kun pasti menyukai tempat itu, kau suka sekali dengan hal tradisional."
Ia mengingat dirinya yang ditarik untuk ikut berlari, dengan suara yang terdengar menyenangkan di telinganya, ocehan yang tiada henti, surai pirang tersapu angin musim semi.
"Oh, setelah itu kita bisa berjalan-jalan di taman kota. Musim semi akan segera tiba, aku tidak sabar menantikannya."
Safir yang menatapnya, indah, bersinar penuh harap, membuat dirinya terpaku, membutakan bagai jutaan bintang indah yang berada di atas langit malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Love
FanfictionBagi Sasuke, cinta Naruto untuknya, juga mungkin perasaannya untuk Naruto adalah sebuah kesalahan. Bagi Naruto, jika Sasuke menginginkannya pergi, maka itulah yang akan ia lakukan.