Aku mematikan seluruh lampu di salon, mengambil kunci, keluar bersama Niall, lalu menutup seraya mengunci pintu salon.
Sayangnya kita berdua tidak membawa payung, sedangkan hujan masih rintik rintik.
Sekarang kita berdua berada tepat didepan salon, bersandar pada kaca kacanya sehingga masih terlindung dari hujan karena atap salon.
"Calon suamimu tidak menjemputmu?" Niall membuka pembicaraan lagi.
Aku berpikir secepat kilat agar bisa menjawab pertanyaan Niall.
"Dia lelah."
"Oh hmm. Dia tidak keberatan bukan kalau aku menemanimu dimalam hari seperti sekarang?"
"Tidak, dia orang yang santai."
Sekarang aku membicarakan "dia" yang sebenarnya tidak ada.
Jalanan sangat sepi. Hanya suara hujan yang mengisi rasa sepi disana. Aku bahkan tidak tau apakah aku akan menemukan taksi bersama Niall atau tidak. Mobil saja hanya sesekali lewat.
Jujur, aku sangat tegang sekarang. Berada di samping Niall. Apalagi terkadang aku merasa diperhatikan olehnya. Rasanya jantung ku berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan paru paruku juga bekerja lebih dari biasanya karena terkadang aku susah untuk bernafas.
Sekarang 10 pm. Belum juga ada taksi yang lewat.
"Niall, apakah di London selalu begini setiap malam?" aku membuka pembicaraan setelah lama tidak bercakap cakap. Niall sedang memainkan handphonenya.
"Tidak juga, tergantung."
Aku memandang Niall. Wajahnya terlihat tidak ceria.
"Oh begitu.." "Hmm Niall.. Aku rasa kita harus berjalan ke pangkalan taksi."
"Tapi ini masih hujan. Bagaimana kalau kita menunggu lagi?"
"Niall, sebenarnya aku sudah lelah menunggu berdiri disini sekitar 30 menit..."
"Kumohon sebentar lagi."
"Baiklah."
Karena keinginan Niall, akhirnya kita menunggu lagi. Meskipun aku sebenarnya sudah lelah.
Niall dari tadi sibuk terus dengan handphonenya. Aku tidak tau apa yang dia lakukan.
Sekitar 10 menit, tiba tiba ada sebuah mobil yang berhenti di depan kita berdua.
"Finally! Ayo masuk Grace!"
"Ni--"
"Sudah cepat. Kau lelah kan?"
Niall menarik tanganku dengan tangan kirinya, menutupi kepalaku dengan tangan kanannya, membuka pintu belakang mobil, lalu mempersilahkanku untuk masuk ke mobil. Lalu dia masuk, duduk disebelahku, dan menutup pintu mobil.
Baru saja aku mau berbicara, tapi Niall justru bicara duluan.
"Sorry Grace. Daritadi aku menghubungi Luke untuk menjemput kita disini, jadi aku terlalu sibuk dengan handphoneku."
Niall. Kau. Sangat..
Tunggu. Luke?
"Grace, ini Luke." Ia menunjuk ke arah tempat pengemudi.
"Dan ini Calum." Ia menunjuk ke tempat duduk di sebelah Luke.
WOW. Luke Hemmings. Calum Hood.
Okay Grace. Purapura. Ingat. Purapura. Jangan fangirling.
"Hii" Kata Luke dan Calum bersamaan.
"or Hey" Kata Calum menyambung.
Okay. Purapura.
"Hii. Kalian personil 5sos bukan?"
Aku mencoba tenang.
"Yup haha!" Luke menjawab.
Aku ingin melanjutkan percakapan dengan Luke lagi. Tapi Niall sudah berbicara duluan. Lagi.
"Guys, kita bisa lewat jalan ke arah kanan kan? Kita harus melewati Apricot street karena apartemen Grace ada disana."
"Okay, no problem. Niall kenapa kau bisa terjebak disini?" kata Luke sambil menyetir mobil.
"Ceritanya panjang. Akan ku ceritakan nanti. Aku menginap lagi ya di apartemen kalian?"
"Boleh saja."
Aku mendengar percakapan mereka sambil memandangi kaca jendela yang penuh dengan butiran butiran air. Kadang butiran butiran itu bergerak kesana kemari. Dan kadang melesat cepat karena terkena angin. Aku mendekatkan mataku ke kaca.
Kulihat air air itu dari dekat. Mereka tidak tampak seperti air lagi. Mereka tampak seperti kristal. Indah. Sangat indah. Apalagi ketika terkena cahaya.
"Siapa namamu tadi?"
Aku berhenti melihat kaca jendela. Sepertinya dia berbicara denganku. Tapi siapa dia?
Luke melihat ke arahku dari kaca spion. Ternyata Luke yang bertanya.
"Aku Grace."
"Kau dari Asia ya?"
"Iya, Indonesia tepatnya."
"Wow. Kulihat kau sangat manis."
"Terima kasih."
"Ehem. Ehek. Ehek" Calum tibatiba batuk. Aku rasa itu karena... Luke memujiku??
"Kau kenapa Cal?" tanya Luke sambil tersenyum.
"Niall bisakah kau ambilkan minum di belakang untuk Calum yang sakit parah ini? Hahaha" kata Luke lagi.
"Buka saja jendelanya Luke! Diluar banyak air! Hahahaha!" kata Niall sambil tertawa.
Aku ikut tertawa. Luke juga. Calum juga.
"Tidak usah tidak usah. Virus itu sudah hilang barusan hahaha" kata Calum mencari alasan.
Kita semua tertawa lagi..
Aku masih tertawa, dan melihat ke arah Niall. Senang sekali bisa melihat dia tertawa di mobil. Jika aku ingat kejadian tadi pagi saat dia makan keripik..
Nial mengarah ke padaku. Dia sadar aku memandangnya. Untung saja kita masih dalam keadaan tertawa, sehingga tidak canggung.
--
Setelah sekitar 3 km berjalan dengan menggunakan mobil akhirnya aku sampai di apartemenku.
"Bye Grace!" kata Luke sambil membuka kaca mobil.
Kulihat Calum juga mengucapkan selamat tinggal lewat tangannya yang seolah berkata "dadaaaah!"
Niall juga membuka jendela dan berkata "Bye Grace!"
Aku segera berlari karena masih hujan. Setelah sampai di pintu apartemen aku berbalik ke arah mereka dan kulihat mereka masih melihat ke arahku, jadi aku juga mengatakan "dadaaaah" sambil mengangkat tanganku. Lalu mereka pergi.
--
Aku sedang bergegas untuk tidur. Aku memakai selimutku sambil menonton TV.
Ku lihat sebuah video clip. One Thing dari One Direction di TV.
Entah kenapa aku menangis melihat video itu.
Aku berpikir betapa beruntungnya aku.
Beberapa hari yang lalu, aku hanya manusia biasa. Seorang fangirl yang berusaha untuk menjadi istri dari idolanya. Sungguh, ini terdengar agak gila. Bahkan bisa dibilang memang gila.
Beberapa orang menyebutku seperti groupie. Padahal aku tidak begitu. Aku suka musik One Direction, dan otomatis lama lama aku akan mengetahui kehidupan mereka juga. Dan saat kulihat kehidupan mereka atau salah satu dari mereka sangat cocok denganku, maka aku memutuskan untuk suka dengannya.
Dan kini. Tepatnya tadi. Aku bertemu. Dengan idolaku. Tapi sebagai teman. Wow.
Aku mengelap air mataku, dan berusaha untuk tidur.