~7.~

15 4 1
                                    


₪••°••₪

Selama perjalanan menuju rumahnya masih terpikirkan olehnya mengapa Darrel menatap dirinya tadi sewaktu dia mengantar Renata untuk menghampiri orang itu, tatapan Darrel tadi menyiratkan rasa tidak percaya terhadap pada dirinya, tatapannya tadi tajam dan dingin. Padahal Darrel dan Ale kenal saja tidak tetapi Darrel seperti tidak suka padanya.

Kini Ale sudah berada di halaman rumahnya sedang memarkirkan motornya, dia melihat dua mobil terparkir dihalaman rumah nya dan salah satu dari mobil itu tak asing bagi Ale. Ale memarkirkan motornya tak jauh dari kedua mobil itu, kini firasatnya pasti akan ada keributan lagi. Ale benci ini.

Dia berjalan menuju pintu rumahnya tanpa mengetuk ataupun memberikan salam, Ale langsung masuk kedalam sana. Saat berjalan menuju ruang tamu Ale melihat ada Yudi dan tiga orang lainnya sedang duduk disofa, entah apa yang mereka bicarakan sampai mereka terlihat begitu serius. Ale berjalan didepan mereka tanpa menoleh ataupun sekedar permisi, itu membuat semuanya yang ada diruang tamu itu beralih menatap Ale yang berjalan dengan santai, menggendong tas dibahu sebelah kanan.

"Aleonal!" panggil Yudi, tidak ada sedikitpun tanggapan dari Ale, dia terus berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Dasar anak tidak tahu diri." ucap Yudi pelan, tetapi Ale masih sangat bisa mendengar suara itu. Yudi beralih pada tiga orang klien nya yang menatap bingung dirinya dan Ale sejak tadi, Yudi hanya tersenyum dan melanjutkan pembicaraan yang sempat terputus tadi.

Ale yang sudah berada didalam kamarnya berdiri dibalik pintu dengan tangan yang terkepal, baginya rumah ini jika sudah ada kehadiran Yudi terasa seperti neraka.

Hampir satu jam Ale tidak keluar dari kamarnya tetapi setelah mendengar suara mobil terdengar dihalaman bawah sana, Ale keluar dan turun kelantai bawah  menuju kamar lain. Saat sudah berada didepan pintu kamar itu, Ale mengetuk pintu pelan lalu membukanya.

Hatinya sekali lagi sangat teriris melihat wanita yang dia sayangi dan dia cintai berbaring lemah diranjang kamar itu dengan segala alat medis yang tertempel di tubuhnya juga selang oksigen untuk membantunya bernapas dan bertahan hidup lebih lama lagi, ingin sekali Ale membawa wanita itu kerumah sakit yang sepantasnya dia ada disana. Karena jika dia ada disini, peralatan medisnya tidak lengkap berbeda dengan rumah sakit yang setiap saat selalu ada yang membantunya jika dia mulai merasakan sakit di tubuhnya.

Tetapi Yudi sangat membantah keras untuk hal itu, tanpa menjelaskan alasan dibalik bantahan nya itu. Dia hanya melarang keras jika wanita yang sekarang Ale tatap ini dibawa kerumah sakit.

Ale berjalan dan duduk disamping ranjang itu, menggenggam tangan yang lemah itu dengan erat. Tangan yang selalu membuatnya merasa nyaman tapi kini tidak membalas genggaman tangannya balik, tanpa Ale sadari air matanya sudah jatuh di pipinya.

"Hai Mah, ini Ale." ucap Ale.

"Mamah gimana kabarnya? Ale kangen Mamah, Ale mau Mamah sembuh kayak dulu lagi. Ale yakin Mamah bisa denger ucapan Ale 'kan? Respon Ale Mah, Ale mohon." ucapnya tersenyum getir sambil mengelus lembut tangan Rita—Mamah Ale.

Sama sekali tidak ada pergerakan dari Rita, hatinya semakin sakit melihat ini. Kini Mamah nya seperti layaknya manekin yang bernapas, setiap Ale bertanya pada dokter yang merawat Rita pasti selalu dijawab dengan jawaban yang sama.

"Mamah kamu tidak sama sekali mengalami perubahan, sepertinya memang dia yang tidak ingin membantu kami untuk melakukan penyembuhannya. Tidak ada progres dalam diri beliau yang bisa kami simpulkan."

Selalu itu inti dari jawaban dokter yang merawat Rita saat ini, Rita tidak ingin membantu dan mendorong dirinya sendiri untuk sembuh. Padahal banyak orang yang mengharapkan kesembuhan untuk dirinya, terutama Ale.

HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang