Prolog

5.2K 242 18
                                    

Seorang gadis belia yang di vonis mengalami gangguan berupa phobia. Ia tidak bisa berada di keramaian dan tidak bisa di dekati oleh orang asing. Gadis malang itu di vonis menderita Haphephobia.

Ia hanya tinggal bersama sang ayah sejak kecil. Ia hidup dengan berkecukupan, namun ia tetap terlihat sebagai gadis yang sederhana.

Dalam seminggu ia akan di datangi oleh salah satu guru selama 5 hari pertemuan, sabtu dan minggu ia libur. Sudah lebih dari 5 tahun ia merasakan homeschooling. Karena ia tidak pernah merasa sanggup untuk bergabung dengan orang asing. Jika ia bergabung bersama orang asing, maka sama saja ia menyiksa dirinya sendiri.

Namun, seperti mimpi buruk baginya saat sang ayah dengan tegas menyampaikan keinginannya, untuk menyekolahkan putri tunggalnya itu ke sekolah umum.

Acha tidak pernah membayangkan bagaimana bisa ayahnya yang sangat mengerti keadaannya tiba-tiba menyuruhnya untuk bersekolah seperti anak pada umumnya.

"Yah, izinin Acha tetap homeschooling. Acha nggak mau sekolah di tempat umum." Gadis belia kisaran berusia 15 tahun, kini sedang membujuk sang ayah agar tetap mengizinkannya untuk homeschooling.

"TIDAK!" ucap lelaki yang di perkirakan berusia 40 tahun itu. Ia tetap kukuh dengan keputusannya untuk menghentikan putri tunggalnya itu homeschooling.

"Ayah ingin kamu tumbuh seperti remaja lainnya. Ayah ingin kamu bisa bergaul dengan banyak orang, dan Ayah ingin kamu melawan rasa takutmu itu." Lanjut sang ayah dengan tegas.

Gadis yang bernama lengkap Jingga Cahaya Senja itu hanya bisa menunduk. Ia berusaha menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh membasahi wajahnya.

"Dan satu lagi, Ayah ingin kamu mempunyai teman manusia. Bukan HANTU!" Lelaki itu langsung berjalan keluar rumah, dan menyisakan anak gadisnya itu sendirian di ruang keluarga sambil menunduk, seolah meratapi nasibnya.

Dia segera menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Ia menumpahkan seluruh air matanya seolah ia benar-benar ingin menangis hari ini, padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menangis lagi.

"Ibu, Acha ingin ketemu Ibu." Suara Acha terdengar serak. Ia memeluk foto yang berbingkai hitam dengan ukuran 10R. Acha tidak pernah melihat secara langsung bagaimana paras wanita yang telah melahirkannya itu.

Acha terlahir sebagai anak piatu, ibunya meninggal saat berjuang melahirkan ia ke dunia. Yang membesarkan Acha adalah ayahnya dan di bantu oleh sang nenek. Namun, saat Acha berusia 5 tahun sang nenek pun meninggal dunia.

Dan pada saat itulah Acha merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Semenjak kepergian nenek, ia sering melihat nenek datang dan menemuinya, bahkan tidur di sampingnya.

Setelah satu bulan kepergian nenek, Acha pernah tersesat di salah satu hutan yang tidak ada perkampungan. Hutan itu jauh dari jangkauan kampung, bahkan jarang di jamah oleh manusia, hutan itu masih terlihat sangat asri.

Ayah mengajak Acha untuk jalan-jalan mendaki gunung saat waktu liburan. Pada saat itu, ayah mengajak Acha untuk istirahat di pinggiran sungai di seberang hutan, sebelum mulai mendaki. Namun, saat ayah sedang menyiapkan makanan Acha tiba-tiba hilang, padahal saat itu tidak ada orang lain selain ia dan sang putri bersama dua bodyguard yang sengaja ia ajak untuk membantunya mendaki gunung.

Pada saat itu semua kebingungan, tidak ada yang melihat Acha pergi kemana. Ayah marah kepada kedua bodyguard nya itu, seolah ia tidak berguna, percuma saja di ajak untuk ikut mendaki kalau menjaga Acha saja tidak bisa.

"Tuan, Non Acha tadi duduk disini. Saya melihatnya duduk bersama bonekanya, namun hanya ada bonekanya saja, Tuan." Jelas salah satu bodyguard itu. Ayah langsung bergegas mengambil senter dan mulai mencari Acha.

Qalbu {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang