Sang ibu merawat Shipu dengan penuh kasih sayang, itu menghasilkan kepandaian yang murni, suatu bentuk kepandaian yang alamiah, banyak yang bilang alami itu lebih baik, jadi kalian bisa menilai sendiri. Ukuran suksespun tak pernah disisipkan pada relung pemahaman Shipu, mungkin itulah yang membuat Shipu tidak pernah dihantui rasa gagal, juga tidak pernah merasa sukses.
Ibunya pun selalu menjadi teladan yang baik bagi Shipu, meski ibunya tak pernah berjuang untuk menjadi teladan, semuanya sungguh mengalir begitu saja, karena dengan berusaha menjadi teladan artinya ada pamrih disana. Shipu menangkap teladan dari ibunya namun ibunya tak merasa sengaja memberi teladan agar anaknya melihatnya, istilah sekarangnya "caper". Menjadi teladan dan berusaha menjadi teladan itu memiliki tingkatan yang berbeda.
Shipu adalah pengamat yang cerdas, perenung yang jero namun juga seorang yang tenang dalam bertindak.
Sang Ayah sering menghabiskan waktu bersama Shipu untuk memancing ikan di jalur jalur sungai pegunungan. Shipu pernah berdialog dengan ayahnya perihal memancing ikan dan memakan ikan, yang artinya membunuh nyawa sesama Shipu. Sang Ayah dengan aura kebijakannya menjelaskan " membunuh ikan untuk dimakan memang tidak baik Shipu, dan itu akan menjadikan umur kita berkurang, ini menjadikan kita mustahil berumur sampai 900 tahun, hahahaha", ia tertawa begitu kencang sambil memukul mukul dadanya seperti gorilla. Shipu pun ikut tertawa, ayahnya begitu menghipnotis. Sebelum akhirnya sang ayah melanjutkan berbicara "tapi tenang nak, ayah sudah ijin pada Tuhan, dan boleh kok, asalkan setiap hendak memakannya kita doakan ikan ikan yang sudah menyerahkan jiwanya, kita harus berterimakasih padanya, juga pada sungai yang telah memberi kehidupan bagi ikan itu". Shipu mengangguk angguk sambil tersenyum, ia merasa pemikiran yang diutarakan Ayahnya sama dengan apa yang direnungkan Shipu sepersekian detik sebelum ayahnya menjelaskan. Pemikiran tersebut kita ketahui sebagai tradisi masyarakat jepang, tapi perlu kalian ketahui baik ayah shipu maupun shipu sendiri benar benar tidak tahu bahwa itu adalah tradisi masyarakat jepang, yang mereka perlukan hanyalah peka terhadap suara alam dan seisinya.
Shipu senang dengan gaya ayahnya. Shipu tau ayahnya tidak akan berbicara antiklimaks, sejauh ini ayah Shipu selalu menjawab apa yang ditanyakan Shipu, yang Shipu belum tahu ; ayahnya terkadang memberi jawaban secara tiba tiba, bukan dari alam perenungan yang lama.Jawaban selalu ada jika pertanyaan itu ada, entah kapan bisa terjawab, yang jelas pasti ada.
