Kebencian

81 4 0
                                    

Shipu adalah manusia, ia juga pernah merasa tidak suka dengan sikap seseorang, namun itu hanya menjadikan ia merasa tidak nyaman.
Jalan satu satunya adalah dengan berdoa, memohon supaya orang yang menjadikannya tidak nyaman diampuni. Setelah itu pasti lega, orang yg didoakan bisa berubah sikapnya, kalau tidak berubah tidak perlu kecewa, sebab merasa doanya tidak terkabul adalah menyakiti hati Tuhan, mungkin ia bukan tidak mau berubah, akan tetapi Tuhan sedang menyiapkan tahap-tahap lain untuk dilaluinya menuju sebuah perubahan. Sungguh itu bukan urusan manusia, manusia tidak berhak ikut campur urusan Tuhan.
Satu hal yang sangat Shipu syukuri dari membenci adalah ia akhirnya bisa menikmati betapa indahnya jabat tangan. Dan ia selalu menatap orang yang ia jabat tangannya, ia bukan pecundang.
Shipu berpikir bahwa manusia kadang lupa akan ajaran ajaran kebenaran, itulah yang membuat Shipu kembali sadar bahwa mungkin orang yang ia benci sedang melupakan sebuah ajaran baik, sedangkan Shipu juga lupa bahwa ia sedang melupakan sebuah ajaran baik, yaitu untuk tidak membenci.

Ketika Shipu merasa berdosa biasanya ia langsung pergi ke puncak bukit Bunder, bukit yang diberi nama oleh ayahnya, karena di bukit itu ada sebuah batu berbentuk bunder hampir sempurna. Shipu lebih suka menyebutnya hampir sempurna, meskipun ayahnya pernah berkata bahwa ada juga pemikiran frontal yang nantinya akan menyebut batu itu tidak bundar karena ia sangat berpatokan pada ukuran ukuran ilmu yang telah ia pelajari. Batu itu berdiameter kurang lebih 3 meter dengan tinggi sekitar 2 meter. Shipu sangat suka menyendiri dibawahnya, disebelah pohon andhong abang. Dalam keheningan, Shipu selalu menjumpai Tuhan sedang berkhotbah diatas batu itu. Kehadiran Tuhan dibukit itu ia rasakan begitu nyata, Tuhan datang bersama angin dahsyat, yang memecah kesunyian. Berbeda dengan angin dahsyat biasa, yang menimbulkan rasa takut, angin ini memberikan keamanan dan ketentraman. Yang Shipu yakini, suaraNya bagai gemuruh, dan jamahannya ialah petir yang berkilat kilat di langit. Pengetahuan itu mungkin hanya Shipu dan keluarganya yang tahu. Ayahnya meminta agar hal ini tak perlu diberitahukan kepada yang lain, sebab bukan kita yang menentukan cara kita bertemu dengannya, tapi Tuhanlah sendiri yang menentukan caranya menjumpai kita. Ayahnya juga pernah berkata, memaksa Tuhan membuktikan kehadirannya sama saja mencobai Dia.

Turun dari bukit Shipu bagaikan embun pegunungan. Wajahnya cerah dan senyumannya sejuk.
Kala itu Shipu membawa turun bekal pemahaman, bahwa saat manusia saling bersebrangan dan berjauh jauhan hanya akan menciptakan berbagai prasangka.
Shipu menyadari bahwa Kasih berawal dari gandeng tangan dan saling sapa. Yang susah adalah memastikan apakah yang didapat adalah sebuah pengampunan atau hanya sekedar memaafkan. Karena kedua hal itu adalah sama sekali berbeda. Tugas manusia adalah mengusahakan kebaikan. Meski balasan mereka tak selalu sebuah kebaikan, tak perlu kecewa. Ada bermacam macam jenis kebaikan di dunia ini, dan sesungguhnya kita telah mendapatkannya, baik itu disadari maupun tidak disadari.

ShipuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang