doa

109 4 0
                                    

Dihutan itu, keluarga Shipu adalah satu satunya keluarga yang amat disiplin dalam urusan berdoa. Bahkan jika mereka hidup di pedesaan maupun perkotaan, mereka tetap akan mendapat ranking. Kendati sang ayah bisa dibilang jarang sekali ke gereja, namun ia bukanlah orang yang anti dengan gereja, bahkan ia sangat ingin suatu saat bisa pergi ke gereja bersama keluarga. Selain karena tak ada gereja yang berjarak dekat dari rumahnya, kendaraan menjadi alasan, keluarga shipu tak punya kendaraan apapun kecuali kaki kaki lincah yang alasnya menggunakan ban bodhol alias bandhol, sandal bandhol, sebuah sandal yang awet luar biasa, buatan desa banaran, karanglewas.
Meski sangat jarang pergi ke gereja, tak menjadikan mereka merasa berdosa. Sang Ayah bilang Tuhan menyuruhnya agar melihat semua orang sebagai bagian dari gereja, jika ada yang bermuka tembok pandanglah ia sebagai tembok gereja, jika ada yang berbicara gacor pandanglah ia sebagai lonceng gereja, dan pengertiannya itu ia dapatkan dalam mimpi, semacam penglihatan ilahiah, baginya. Setelah ia bermimpi seperti itu, ia menjadi curiga bahwa barangkali salah satu sifat Tuhan itu adalah imajiner. Sebab masing masing orang bisa menjabarkan Tuhan dengan berbagai persepsi. Sang Ayah menganggap Tuhan itu humoris, bahkan saat merenung, ia membayangkan Tuhan berbicara dengan wajah mirip Jojon. Sang ibu menganggap Tuhan itu sosok yang bijaksana, suaranya berat, dan sangat ramah, keramahan itu seperti ditirunkan pada dirinya. Sementara Shipu menganggap Tuhan itu baik, dan setiap kali ia berjumpa dengan orang berperilaku baik, ia melihat Tuhan.
Sang ayah tau benar kekuatan luar biasa dari doa dan puasa, itu membantunya berjalan dalam kehendak Tuhan. Doa shipu sekeluargapun terjadwal, jadwalnya 100% sama dengan jadwal doa umat Islam. Di rumah mereka ada lonceng kecil, dari kuningan, dibunyikan setiap sore pukul 6, benar benar seperti lonceng vesper. Pukul 6 sore adalah doa bersama, di jadwal doa lain, mereka berdoa secara pribadi. Mereka berdoa dengan membentuk segitiga, diawali dengan menyalakan senthir, sumber penerangan rumah mereka kala malam. Dalam doa mereka, hanya ada ucapan syukur pada Sang Pencipta, hanya itu. Diluar ucapan syukur, permintaan atau harapan misalnya, mereka berdoa secara situasional, baik sebelum melakukan sesuatu maupun sesudah melakukan sesuatu.
Dalam kedisiplinan akan menghasilkan buah yang selalu baik, setidaknya baik di pemandangan Tuhan.
Shipu sendiri agaknya berbeda dengan ayah dan ibunya, ia berdoa dengan posisi seperti umat buddha, Shipu merasa nyaman dengan posisi itu. Shipu pun merasa bahwa seni dari doa itu bukan ketika harapan yang dituturkan dalam doa itu terwujud, melainkan bahwa ketika shipu berdoa, ia bisa merasakan kehadiran Tuhan, entah dihadapannya, disampingnya maupun dibelakangnya. Dan shipu adalah tipe orang yang amat menghargai sebuah kehadiran. Sikap itu menjadikan shipu sebagai orang yang tidak pernah kecewa, sebab, merasa Tuhan hadir dalam setiap doanya itu sudah sangat cukup.

ShipuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang