Chapter 22: Masa Lalu

967 189 12
                                    

Ia melompat kesana kemari dengan papan seluncurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia melompat kesana kemari dengan papan seluncurnya. Mendarat dengan sempurna tanpa jatuh seperti biasanya. Sebuah senyuman, terukir di bibir lelaki itu.

Altana yang sedari tadi terduduk sembari memegang ponsel Alvan lantas membalas senyuman itu saat Alvan menghampirinya dan mengambil sebotol minuman isotonik yang ada pada tasnya.

Deru napas lelaki itu terdengar dengan beraturan. Peluh keringat mengalir di dahi dan lehernya seraya Alvan mencoba untuk mendinginkan suhu badannya. "Kenapa kamu seneng banget main skateboard?"

"Penghilang stress."

Altana menengokkan kepalanya. "Kamu lagi ada masalah?"

Mengedikkan bahunya, Alvan mengubah topik pembicaraan. "Gimana perkembangan buku kamu? Udah banyak yang baca?"

Alvan menghindari pertanyaan itu seakan-akan ia enggan untuk memberitahunya.

Ekspresi Altana berubah drastis menjadi cemberut. Ia melipat kedua tangannya dan mengembuskan napas. "Aku tarik dari peredaran. Aku ngerasa buku itu nggak bagus, masih banyak kesalahan-kesalahan yang aku lakukan, kayak alur yang ke mana-mana, cringe, males update juga iya."

"Emang nggak kasihan sama pembaca?"

Sebelum Altana menjawab pertanyaannya, ponsel yang berada di tangan perempuan itu bergetar.

Dengan santainya Altana membuka kunci layar ponsel Alvan lalu termenung saat melihat notifikasi SMS dari seseorang. Alvan melihat perubahan ekspresi Altana dari yang ceria menjadi diam.

Tak lama, ia berdiri dan memberikan ponsel dengan raut wajah yang dingin. "Aku pergi."

Alvan menggeser riwayat aplikasi pada ponselnya dan menunjukkan sebuah pesan dari Riley yang mengajak ketemuan. Ya Tuhan, apa Altana cemburu padanya karena Riley mengajaknya ketemuan? Alvan hanya bisa menatap punggung Altana yang terus menjauh hingga ia tersadar kalau ini tidak boleh dibiarkan.

Ia tidak ingin bertengkar dengan Altana lagi.

Cukup ia meminta maaf susah payah dengan menyelinap ke kamar Altana pada malam itu.

"Alta! Sini dulu bentar!" panggil Alvan berteriak. Tidak menunggu waktu lama, ia langsung mengambil tasnya dan menyusul Altana dengan papan skate-nya.

Akhirnya, ia berhasil berjalan seiringan dengan perempuan itu. Skateboard yang ia pakai berujung dengan dijinjingnya karena ingin berjalan. Senyum jahil terukir di wajahnya. Alvan mencoba menggapai tangan perempuan itu namun ditepisnya segera. Membuat kekehan Alvan terdengar di telinga Altana.

"Cemburu ya?"

Sedari tadi Altana sudah menahan kesabaran dan menggertak giginya agar kata-kata kasar tidak keluar dari mulutnya. Tapi, Alvan mempermainkannya dengan cara seperti ini. Perempuan mana yang tidak sakit hati saat melihat pacarnya masih berhubungan dengan mantannya? Apalagi Riley mengajak Alvan untuk ketemuan tanpa sepengetahuan dirinya.

ILLEGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang