Chapter 3

210 48 19
                                    


Malam itu lampu di pinggir pertokoan menyala dengan indah. Cahaya warna-warni menghiasi taman-taman kecil dan memberi nuansa menyenangkan. Adalah Jooyeon yang kini berdiri di sebelah sepeda motor Jungkook. Mereka baru saja berhenti karena gadis itu tiba-tiba meminta turun. Alasannya dia tidak mau Jungkook tahu rumahnya. Ia menatap seraya menyodorkan ponsel ke arah laki-laki itu.

"Berikan nomor ponselmu," pinta gadis itu dengan raut tanpa dosa, membuat Jungkook mengernyit bingung.

"Kau terlalu terang-terangan," katanya ragu. Menurutnya, Jooyeon terlalu blak-blakan dengan meminta langsung nomor ponselnya.

Gadis itu menghela napas kasar, "Jangan salah paham, aku hanya tidak suka berhutang." Dia menarik uluran tangannya dan memasukkan benda persegi itu ke saku seragam. "Aku tidak ingin kau berpikir, aku harus melakukan ini itu seperti perintahmu, hanya karena kau sekali mengantarku pulang. Setidaknya, secangkir kopi kurasa cukup."

Jungkook terkekeh pelan, "Kau terlalu banyak menonton drama," ujarnya seraya memakai helmㅡberniat pergi.

"Hey!" Jooyeon memegangi kaca spion motor Jungkook, membuat si empunya mendengus kesal.

"Tidak perlu. Jika kau merasa berhutang, sebaiknya lain kali kau tidak merepotkanku."

"Kau yang memak- hey!"

Belum sempat gadis itu meneruskan ucapannya, Jungkook sudah melajukan motornya meninggalkan Jooyeon yang kini menatap kesal pada punggungnya yang menjauh.

***

"Bagaimana? Kau betah di sekolah ini?"

Itu suara Yugyeomㅡsahabat Jungkook, salah satu yang paling tinggi dan merupakan temannya sejak masih di bangku taman kanak-kanak. Jungkook tak acuh, dia sibuk memilih beberapa lagu di ponsel dan memasukkannya ke dalam playlist.

"Entahlah, kurasa biasa saja," jawab laki-laki itu pada akhirnya setelah memasang headset di telinga dan memutar musik dengan volume sedang.

"Bukankah banyak gadis cantik di sekolah ini. Jika dibanding sekolahmu sebelumnya, aku rasa di sini lebih baik," sahut Jaehyun, laki-laki berambut hitam yang kini tengah memangku gitar.

"Manfaatkan tampangmu itu, Bung." Yugyeom menepuk pundak Jungkook, dan disetujui oleh teman-temannya yang lain.

"Jika aku jadi kau, pasti sudah kupacari gadis-gadis itu." Kali ini suara Bambam.

"Hey, kau lupa? Jungkook kan menyukai laki-laki," celetuk Jaehyun yang kini berhasil membuat laki-laki Jeon itu menghadiahi sebuah tendangan angin pada tulang keringnya.

Mereka masih tertawa satu detik yang lalu, sebelum menyadari kalau seorang gadis berdiri di dekat pintu kelas dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Bibirnya menganga, sementara matanya membulat dan mengerjap. Dia Son Jooyeon, yang kini susah payah menelan salivanya setelah mendengar ucapan Jaehyun tentang Jungkook barusan.

Rasa-rasanya, keberlangsungan hidup Jaehyun terancam. Jungkook berniat membunuhnya kalau sampai fitnah keji tak berdasar itu menyebar.

Menyadari semua mata menuju ke arahnya, gadis itu terlihat salah tingkah. Ia menoleh ke segala arah, berpura-pura tidak mendengar apapun, tapi percuma karena semua yang di sana menangkap gelagatnya.

"Jooyeon?"

Jaehyun berjalan mendekati gadis itu dengan canggung. Bola matanya dengan sigap melirik pada sekotak susu rasa strawberry yang dia genggam.

Relationsh!tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang