Chapter 5

219 47 19
                                    

...

Sneakers hitam dengan pinggiran putih khas anak sekolah itu menapaki jalanan pinggir pertokoan. Ini pukul sembilan malam, dan kakinya masih mengayun pelan tanpa berniat cepat-cepat pulang.

Tidak, dia bukan sedang keluyuran. Melainkan pikirannya yang entah lagi berada di mana.

Manik sehitam jelaga yang dibingkai apik oleh kelopak khas gadis Korea itu tampak kosong. Kedua tangannya mencengkram erat tali ransel yang menggantung di kedua bahu. Ia benar-benar tidak fokus, hingga kakinya tersandung dan ia terjatuh dengan kedua tangan tersungkur serta lutut yang menahan.

Gadis itu meringis kecil, tapi enggan bangun. Rasa-rasanya ia ingin menangis. Ada perih yang tidak bisa ia mengerti.

Ia tahu, kekasihnya adalah laki-laki yang digilai banyak perempuan. Ia bahkan pernah beberapa kali berurusan dengan gadis-gadis itu. Meski begitu, ia selalu menang karena bagaimana pun, Mingyu sudah memilihnya.

Namun, apa yang baru dia lihat beberapa belas menit lalu cukup untuk menggoyahkan keyakinannya. Benarkah yang ia lihat tadi itu Kim Mingyu? Bukankah Mingyu kekasihnya? Lalu, kenapa dia bisa tersenyum begitu sempurna saat gadis lain memeluknya?

Dia bahkan belum pernah merasakan bagaimana hangat dan nyamannya berada dalam dekapan seorang Kim Mingyu, pun meski ia sudah menyandang gelar kekasih laki-laki itu selama kurang lebih tiga bulan terakhir.

Selama ini ia begitu mengulu-ulu Mingyu. Dia memuji laki-laki itu seratus kali sehari di bulan pertama mereka berpacaran, memamerkan pada Eunbi bahwa Mingyu adalah laki-laki yang baik. Laki-laki itu bahkan tidak pernah meminta yang aneh-aneh pada Jooyeon, begitu menghargai dan memperlakukannya seperti gadis yang begitu ia jaga.

Jadi, sebuah tamparan panas ketika ia mendapati realita bahwa mungkin laki-laki itu menghianatinya.

"Tidak. Aku mungkin hanya salah paham." Ia mencoba mengelak. Logikanya mencoba menyangkal berkali-kali. Mingyu yang ia kenal sejak tahun pertama sekolah bukanlah laki-laki brengsek seperti yang tadi ia lihat. Mingyu yang ia kenal adalah laki-laki yang begitu sempurna di matanya. Dan Mingyu yang ia kenal adalah kekasih yang beberapa minggu terakhir ini mengabaikan pesannya.

Sebanyak apapun ia menolak semua prasangka itu, nyatanya hatinya menyadari semua perubahan dalam siklus hubungan mereka. Mingyu memang hampir tidak pernah lagi meneleponnya, hampir tidak pernah lagi menghabiskan waktu dengannya, bahkan hampir tidak pernah lagi mengucapkan selamat tidur untuknya.

Ia pikir Mingyu terlalu sibuk dengan urusannya. Namun ia tidak pernah tahu kalau urusan yang Mingyu maksud adalah menghabiskan waktu dengan gadis lain di belakangnya.

...

Langit pagi itu begitu cerah. Matahari terlihat mengintip di balik awan putih dengan malu-malu. Udara begitu segar, tapi berbanding terbalik dengan suasana di antara dua orang yang kini tengah duduk bersebelahan.

Rambut kecokelatan gadis itu terurai panjang; menari-nari terkena hembus angin yang menampakkan sisi wajahnya dengan sempurna. Bola mata beningnya menatap pada rerumputan yang sengaja ditanam oleh tukang kebun di belakang sekolah, sementara jarinya mengetuk-ngetuk layar ponsel dalam pangkuannya.

Ia menoleh sesaat, memerhatikan wajah laki-laki di sebelahnya. Dia Mingyu, laki-laki yang baru saja tersenyum ke arahnya. Senyum yang sama seperti yang ia lihat semalam, saat laki-laki itu memeluk gadis lain.

Relationsh!tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang