Empat

19.9K 978 67
                                    

Apa laki-laki itu bercanda?

Pertanyaan itu lah yang kini masih menempel di dalam otak Rose sekarang. Tidak percaya bahwa makhluk menyebalkan itu benar-benar mengusirnya dari kamar yang seharusnya ia tempati dengan suaminya.

Rose mulai meragukan kewarasan Alex. Seberapa gila laki-laki itu ketika berani mengacuhkan wanita sepertinya. Itu sangat melukai harga diri Rose.

Rose melemparkan koper secara kasar ke arah lantai kamar tamu yang akan menjadi kamarnya. Memang tidak terlalu buruk. Ruang kamar ini juga tidak luput dari kemewahan setara dengan kamar Alex yang sebelumnya. Namun harga diri Rose yang setinggi angkasa terasa begitu jatuh dihempaskan oleh sikap luar biasa angkuh Alex. Dan itu menyakitinya.

Rose semakin bertekad. Pernikahan ini seperti tantangan baginya. Ia ingin melihat laki-laki itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Mengagumi kecantikannya. Dan tersadar bahwa selama ini ia adalah wanita berharga yang seharusnya tidak diperlakukan Alex seperti ini.

Rose harus membuat laki-laki itu jatuh cinta kepadanya. Sekalipun harus merebut lelaki itu dari kekasih yang sangat dicintainya. Rose tetap tidak peduli. Selama ia masih bisa merebut apa pun yang ia inginkan menjadi miliknya. Kenapa tidak!

***

Rose keluar dari taksi ketika tubuhnya sudah sampai di restorant siap saji.

Memikirkan pernikahannya yang baru melewati satu hari membuat Rose lelah bukan main. Dan itu berimbas pada perutnya. Mereka keroncongan dan sudah siap untuk menampung makanan apa pun yang akan ia pesan.

Rose suka makan. Ia adalah pemakan segala jenis makanan, ia tidak terlalu memperhatikan berapa kalori yang terkandung di makanannya. Karena itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap berat tubuhnya. Tubuhnya tetap langsing dengan porsi makan yang cukup berlebihan.

"Rose?"

Lalu suara itu berhasil mengagetkan Rose. Melirik ke arah suara dan sedetik kemudian tertegun ketika melihat ada sosok wanita paruh baya sedang berdiri di seberang meja yang kini ia tempati. Rose refleks berdiri, ketika menyadari bahwa itu adalah ibu mertuanya sendiri.

Wanita itu tersenyum. Mungkin ini pertemuan ketiga mereka setelah pernikahan berlangsung. "Duduk lah," katanya, kemudian mulai ikut bergabung di kursi sebelah Rose. "Kau sendiri di sini?" tanya Jane, ibu kandung Alex.

Rose mengangguk sebagai jawaban. Lalu tersenyum kikuk. Ia tidak terlalu mengenal wanita ini. Bagaimana Rose harus bersikap?

"Saya sendiri."

"Alex tidak datang bersamamu?"

"Tidak. Dia sedang bekerja."

Jane terlihat menghela napas.
"Anak itu memang keras kepala. Mama sudah menyuruh untuk mengambil cuti beberapa minggu untuk bulan madu kalian. Tetapi Alex malah lebih memilih bekerja."

Mertuanya pun sama. Ia berpikir seperti wanita normal pada umumnya. Tidak seharusnya Alex memperlakukannya seperti ini. Jika ibunya tahu Alex mengusirnya dari kamar, apakah wanita itu akan membelanya.

Ah, tidak. Tidak ada seorang pun yang boleh mengetahui bahwa ia sudah direndahkan oleh Alex. Oh, itu memalukan.

"Alex memang mempunyai sifat angkuh dan dingin seperti Ayahnya. Tetapi sebenarnya dia baik." Penjelasan ibu mertua membuat dahi Rose berkerut samar.

Apa? Dia baik?

Dalam ujung kuku pun Rose tidak pernah melihat kebaikan laki-laki itu. Sifat kakunya malah membuat Rose semakin jengkel.

"Alex bahkan sangat menyayangi Stella," lanjutnya lagi.

Stella? Nama itu membuat mulut Rose penasaran. "Stella?" tanya Rose dengan kerutan bingung di dahi. Apa nama itu adalah peliharaan Alex?

Seduce For LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang