Atas saran Angel, Rose mulai keluar dari kursinya. Melangkah santai ke arah si lelaki itu dan berhenti ketika tubuhnya sudah sampai di sana; di samping tubuh lelaki yang sedang terlihat masih sibuk dengan layar laptop di depannya.
Rose tampak sedikit ragu. Namun dengan bantuan kepercayaan diri di tumit runcing high heelsnya Rose mulai memberanikan diri untuk menyapa lelaki itu sambil memamerkan senyuman cantik yang terlukis Indah di bibirnya.
"Boleh aku duduk di sini?"
Suara yang ditimbulkan dari bibir merah menggoda Rose berhasil membuat lelaki itu menoleh ke arahnya. Ada guratan yang tercetak jelas di kening lelaki itu pertanda lelaki itu cukup bingung dengan wanita yang tidak dikenalnya ini kenapa tiba-tiba berbicara kepadanya. Walaupun seperti itu. Lelaki itu juga tidak ingin memberikan kesan yang buruk. Ia mempersilahkan Rose untuk duduk begitu saja dengan senyuman ramahnya.
Sepertinya lelaki itu juga tidak dapat menampik kecantikan yang melekat sempurna di wajah seorang Rose.
Dan memang seharusnya perlakuan seperti ini lah yang Rose bisa dapatkan dari Alex. Bukan ekspresi datar dan nada acuhnya yang sialan.
Rose kemudian meletakkan bongkahan padatnya di atas sofa setelah tadi bibirnya mengucapkan kalimat terima kasih terlebih dahulu.
"Jika boleh bertanya. Apakah kau sendirian di sini?"
Rose tidak punya bahan basa basi yang pas untuk di lontarkan. Terlebih baru kali ini ia yang bertindak sendiri untuk mendekati seorang laki-laki. Kebanyakan laki-laki sendiri yang mendekati Rose duluan. Jadi harap maklumi jika topik pembicaraan yang Rose pilih terasa membosankan.
"Ya, aku hanya mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan di sini."
"Menyelesaikan pekerjaan sambil minum bir?" tanya Rose, sedikit tidak menyangka ada orang yang menyelesaikan pekerjaan di tempat ramai dengan dentuman musik keras seperti ini.
Lelaki itu terkekeh. "Terkadang bir bisa menghilangkan penat dari pekerjaan. Dan aku mencoba untuk mempraktekkannya sekarang," jelas lelaki itu santai lalu kini tatapannya beralih ke arah Rose. "Kau juga sendirian di sini?"
Rose hanya memberikan jawaban berupa gelengan pelan. "Tidak. Aku bersama temanku." kemudian telunjuk Rose mengarah pada seseorang. Membuat lelaki itu mengikuti kemana arah telunjuk Rose berjalan. Lalu mengangguk mengerti ketika rentinanya menangkap seorang wanita berambut pendek sedang menari lincah di atas lantai dansa.
Terjadi hening sesaat. Rose tidak punya bahan pembicaraan lagi untuk dilontarkan sedangkan lelaki itu masih fokus di pekerjaannya. Selang beberapa menit kemudian lelaki itu menghempaskan punggungnya di kepala sofa. Mata Rose melirik ke arah meja, laptop lelaki itu sudah tertutup.
"Siapa namamu?" tanya lelaki itu.
Bukannya langsung menjawab Rose malah meneliti setiap inci pahatan wajah lelaki itu dari dekat. Wajahnya sangat tampan bahkan karena terlalu tampan ia juga bisa dikatakan cantik. Wajahnya sangat mulus. Di bandingkan dengan wajah Alex dan mantan-mantannya yang lain, lelaki ini mempunyai ketampanan yang cukup unggul.
"Panggil saja aku Rose. Kau?"
"Namaku Tee."
Kening Rose berkerut mendengar nama yang di ucapkan lelaki itu.
"Tee?" ulang Rose dengan hapalan yang cukup kaku untuk di dengar.
Melihat ekspresi Rose lelaki itu hanya terkekeh pelan. "Kenapa? Apakah aneh?"
Rose sedikit tertawa. Sebenarnya jika boleh jujur Rose ingin berkata bahwa ya, nama itu memang sangat aneh. Tetapi Rose akan tampak sangat kurang ajar bila menyeruakan kejujurannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seduce For Love
RomansaRose dijodohkan oleh ayahnya untuk menikah dengan Alex. Sosok lelaki kaku yang tidak pernah menyukainya sedikit pun. Bukan hanya karena Alex sudah punya kekasih, lelaki itu juga tidak suka Rose karena wanita itu terlalu murahan untuk menjadi istrin...