4

3.3K 253 0
                                    

Farhan tidak ingin Neli terluka. Tapi perempuan itu memang pemalu dan ceroboh. Dan sekarang Raihan membuat suasana canggung.

"Jangan bilang kalian akan bercinta setelah aku pergi?" Farhan memerah. "Kamu benar-benar merencanakannya," goda Raihan sambil tersenyum geli.

"Sepertinya kamu ingin diusir."

Raihan tiba-tiba berwajah serius. "Kamu membawakan untuknya sesuatu?"

Farhan tidak membawa apapun untuk Neli, tapi ia selalu membawa hati, rindu dan segenap cintanya untuk Neli selalu.

Tiba-tiba Raihan mengacungkan tinju. Farhan merasakan hantaman nyata di bahunya. "Ada apa?!"

Raihan melotot, "Kamu melupakan ulangtahun pernikahan kalian?!"

Farhan tertegun. Benar. Ia sungguh lupa. Mungkin itu sebab Neli mengenakan gamis hitam untuk menyambut kedatangannya.

"Kamu punya perempuan lain?"

Farhan langsung bereaksi. Itu tuduhan tidak masuk akal. "Bodoh!"

"Kamu memang bodoh. Untuk apa memupuk banyak harta tanpa menikmatinya." Raihan berdiri, "Neli butuh kasih sayang, bukan hanya uang."

"Kamu mau pulang?"

Raihan tersenyum lebar, "Mungkin kamu perlu membujuknya sebelum kalian bercinta."

Farhan sedikit kesal, "Pergi sana!"

Farhan mengunci semua pintu setelah tamu pengganggu itu pergi. Pelan-pelan ia membuka pintu kamar, biasanya Neli sudah tidur, tapi sekarang dia sedang membaca sambil bersandar di kepala tempat tidurnya.

"Sudah malam," sapa Farhan pelan.

Neli langsung menutup buku di tangannya. "Raihan sudah pulang?"

"Sudah sholat?"

Neli mengangguk, "Kamu belum."

Farhan ingin mengucapkan kalimat permintaan maaf, tapi ia menundanya saat melihat Neli kembali fokus dengan buku. Farhan sholat isya dan segera berbaring di sisi istrinya. Napas Neli teratur, sudah tidur. Farhan menyeka pelan rambut Neli, lalu tampak kulit putih Neli memerah dan sedikit berdarah. Ia bergerak dan mengambilkan salep lalu mengoleskan tipis supaya bengkaknya berkurang. Farhan lalu meniup pelan salep tersebut dan mencium kening istrinya sebagai permintaan maaf.

""""""""""

Pagi saat Farhan bangun suara memasak dari arah dapur terdengar. Ia selalu bangun terlambat saat di rumah, padahal di perusahaannya Farhan selalu bangun dan subuh berjamaah di masjid. Segara Farhan bangkit dan menunaikan sholatnya. Ia memang bukan seorang yang taat beragama, tapi tetap menjalankannya. Yang Farhan ingat, wajib langsung melaksanakan subuh setelah bangun meskipun sudah kesiangan.

Setelah sholat Farhan mandi. Dan sedikit terkejut melihat pakaiannya tersusun indah di atas tempat tidur yang kini sudah berganti sprei. Entah kenapa, Neli selalu setiap hari mengganti sprei setiap ia pulang. Alasan lain Farhan tidak bisa tidur di rumah selama seminggu adalah supaya Neli tidak membeli sprei baru kalau dia malas mencuci mereka satu persatu. Setelah bersisir rapi dengan mengenakan pakaian yang Neli siapkan ia muncul di dapur.

"Kamu mencuci piring?"

Neli segera mengeringkan tangannya, "Aku melakukannya selagi menunggumu."

Farhan duduk, begitupun Neli. "Kelihatannya enak. Tapi masakanmu memang enak."

Farhan bisa melihat rona merah wajah segar Neli yang malu. "Aku minta maaf karena lupa kemarin."

"Tidak apa-apa."

Tapi Farhan tahu, Neli memang pandai menyembunyikan perasaan. "Mau menemaniku ke mall?"

Neli segera mengangguk dengan mata berbinar. Farhan akan mengingat saran yang diberikan Raihan semalam. Tentang kebutuhan pertama perempuan, bukan hanya uang, tapi jiga kasih sayang. Dan hadiah kecil mungkin bisa sedikit mengembalikan Neli-nya yang dulu.

""""""""""""""""""""""

08 September 2018

Menunggu Malam (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang