Janji.
Sebuah kata sederhana yang bisa membuat seseorang menjadi begitu bahagia dan termotivasi. Namun kata ini bisa juga kosong tanpa arti hanya untuk membuat seseorang menjadi tenang dan lega. Mudah untuk mengatakannya namun sulit untuk mewujudkannya karena hanya sebuah ucapan tanpa hitam di atas putih, tanpa saksi, dan tanpa bukti apapun.
Tapi terkadang janji itu bisa membuat seseorang termotivasi begitu hebatnya karena ada sesuatu di dalam janji itu sendiri. Salah satunya adalah Park Woojin.
Kompetisi dance ini Woojin, harus! HARUS! Menang!
1. Karena hadiahnya uang tunai yang bisa membiayai separuh uang kuliah satu semesternya.
2. Karena hadiah lain yang akan diberikan Sungwoon kepadanya.
Hadiah pertama mungkin Woojin bisa mencari kerja sambilan lainnya setelah pulang kuliah tapi hadiah kedua hanya bisa didapatkan hari ini saja. Dan ini membuat Woojin semakin bersemangat untuk memenangkan kompetisi ini.
Malam itu, Sungwoon sudah berjanji akan mengabulkan semua permintaan Woojin bila ia memenangkan kompetisi ini. Apa. Pun. Karena malam itu Sungwoon tidak mengizinkan Woojin untuk melakukan sesuatu lebih dari sebuah ciuman. Yah, kecewa berat tentu saja ada tapi mau bagaimana lagi, Woojin juga laki-laki dan dia dalam masa puncak remajanya. Remaja menjadi dewasa. Tentu saja hal seperti itu ada dalam benaknya dan akhir-akhir ini, dia selalu bermimpi tentang Sungwoon ada dalam dekapannya.
Hal mesum? Otomatis kan? Namanya juga laki-laki. Tapi kalau selepas dari kompetisi ini dan Woojin memenangkan kompetisi dalam kategori individual dance maka ia pasti akan meminta sesuatu dari Sungwoon. Sesuatu yang hanya bisa diberikan Sungwoon kepadanya dan senyuman tidak bisa lepas dari bibir Woojin sembari Jihoon memoleskan bedak ke muka Woojin.
"Kau terlihat mesum." Jihoon mengutarakan apa yang dilihatnya dari dekat. Mereka sedang duduk di lantai di area backstage untuk melakukan persiapan dan seperti biasa, Jihoon membantu persiapan Woojin. Tidak mudah menemukan spot kosong untuk persiapan seperti ini, orang-orang lalu lalang ke sana kemari, dan beruntungnya mereka mendapatkan tempat yang sepi di balik tangga. Giliran team Woojin dan Daniel pun masih harus menunggu beberapa kategori lainnya selesai dan Daniel belom menampakkan dirinya.
"Apa?" Woojin terlihat kaget mendengar ucapan Jihoon.
"Kamu pasti sedang memikirkan hal yang tidak-tidak kan?" Jihoon mengambil pensil eyeliner-nya tanpa melihat Woojin dan makin membuat Woojin salah tingkah.
"Ti-Ti-Tidak kok!" Woojin membela dirinya dan Jihoon menatapnya dengan tersenyum.
"Lalu kenapa kamu salah tingkat seperti ini?" Jihoon mendekatkan dirinya ke arah Woojin untuk memoleskan eyeliner di kelopak mata Woojin.
"A-Aku!" Woojin segera terdiam karena Jihoon terlihat begitu dekat dengan dirinya. Terlalu dekat, ini terasa seperti berciuman, Woojin menutup matanya erat dan menundukkan wajahnya.
"Hei!" Jihoon protes karena dia tidak bisa merias wajah Woojin jika dia seperti ini. Jihoon mengenggam dagu Woojin dan mendorong muka Woojin ke arah mukanya. Woojin membuka matanya dan muka Jihoon begitu dekat dengannya. Bibir berwarna merah mudah ada di hadapannya. "Kau! Tahan sebentar!"
"Ji-Ji-Ji-hoon, terlalu dekat!" Woojin tidak bisa melepaskan matanya dari bibir Jihoon.
"Terlalu dekat?" Jihoon protes kembali dan menatap wajah Woojin yang memerah. Senyum dari mulut Jihoon pun terbentuk dan ia terkekeh kecil. "Kamu pasti membayangkan yang tidak-tidak."
Woojin memalingkan wajahnya ke samping sambil menutup mulut dengan tangannya. Ini sungguh memalukan. Woojin tidak dapat berhenti memikirkan rasa ciuman malam itu dan kali ini dia membayangkan bagaimana rasanya mencium sahabatnya sendiri. Dia harus berpikir jernih.
YOU ARE READING
Kamu & Dia
FanfictionTidak ada yang bisa menjelaskan kepada Woojin apa arti rasa berdebar di dadanya. Apakah dia sedang sakit? Sakit jantung mungkin? Atau sakit paru-paru kronis? Tapi satu hal yang pasti, rasa berdebar ini dia rasakan setelah bertemu dengan tetanga...