Aisha tersenyum bangga melihat ekspresi datar Diftan. Ia berdiri di depan meja Diftan dengan tangan terlipat di depan dada. Matanya masih sibuk melirik Diftan yang masih setia membaca dokumen dan data-sata yang di butuhkan Diftan.
Diftan melemparkan dokumen tersebut ke atas meja dengan kasar. Tatapan datar tanpa ekspresi tertuju pada Aisha yang semakin tersenyum lebar.
"Jadi, saya memenangkan tantangan Bapak, kan?" Aisha memajukan tubuhnya, kedua tangannya bertumpu di atas meja Diftan sebagai penopang tubuh. Ia terlihat seperti menginterogasi Diftan.
Diftan mengalihkan pandangannya ke arah lain sekilas. Kapan Diftan menantangnya? Diftan hanya meminta kepada Aisha agar tidak datang ke acara pesta pernikahan putri Pak Andrew dengan cara memberi Aisha tugas menumpuk. Diftan berniat baik. Pak Andrew, rekan kerjanya itu, terkenal sebagai playboy meski usianya sudah memasuki kepala lima. Namun Aisha tetap saja keras kepala dan ingin datang ke acara Pak Andrew.
Diftan menghembuskan napasnya pelan. "Jadi?"
Aisha menegakkan tubuhnya, kedua tangannya kembali dilipat di depan dada, "Pak Diftan nggak berhak dong larang saya ke acara pernikahan Putri Pak Andrew lagi."
Diftan memicingkan matanya, membuat Aisha merasa aneh dengan tatapan itu.
"Ngapain tatap saya kayak gitu?" Tanya Aisha. Ia mengubah cara berdirinya. Kedua tangannya berada di samping tubuh."Kamu suka ya sama Pak Andrew?"
Aisha membulatkan matanya. "Apa? Saya? Suka sama pak Andrew? Yang bener aja, Pak!"
Diftan berdiri dari kursi kebesarannya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana bahan yang dikenakannya sekarang, membuat penampilannya terlihat cool.
"Buktinya, kamu ngotot banget pengen ke acara pernikahan anaknya," Diftan menaikkan salah satu alisnya, menunggu jawaban Aisha.Errrr ...
Aisha bingung. Aisha membenarkan ucapan Diftan barusan. Untuk apa ia ngotot ingin ke acara Pak Andrew. Jelas-jelas mereka tidak ada hubungan apapun. Apalagi perasaan apapun. Lalu dorongan dari mana yang meminta Aisha bersikeras ingin datang? Bahkan sampai menghabiskan waktu untuk bekerja siang dan malam.
"Itu ... saya ...,"
Diftan menanti jawaban Aisha.
"Saya ...," Aisha benar-benar kebingungan. Kedua bola matanya menatap ke arah lantai putih bersih.
"Biar saya yang jawab," Diftan duduk di atas meja dengan gaya santai. "Kamu itu perempuan yang tidak mau kalah, benar?"
Aisha fokus menatap wajah Diftan tanpa berniat menjawab pertanyaan Diftan.
"Kamu perempuan yang tidak mau di atur," Diftan menegakkan tubuhnya, berjalan perlahan menghampiri Aisha yang masih bergeming di tempatnya.
Diftan semakin mendekati Aishaa hingga jarak keduanya hanya tiga jengkal. "Kamu tidak ingin kalah dari saya. Kamu tidak ingin di atur-atur oleh saya. Kamu suka menentang saya, meski sebenarnya kamu itu takut sama saya," Diftan menatap ke dalam bola mata hitam Aisha yang juga menatapnya dengan seksama.
Diftan tersenyum. Senyum tipis yang sangat jarang muncul di bibirnya. "Kamu pernah menonton film di tv?" Tanya Diftan.
Aisha masih bergeming. Matanya masih sibuk menatap mata Diftan.
"Kebanyakan, perempuan pembangkang dan penentang terhadap laki-laki, akhirnya akan suka pada lelaki tersebut," Diftan berhenti sejenak. Senyumnya semakin merekah saat melihat Aisha masih terpaku padanya. Well, memangnya siapa yang tidak akan terpesona pada pesona seorang Diftan Aliandra. "Saya ramal, kamu akan suka sama saya. Bahkan cinta mati nanti,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jungkir-Balik Dunia Aisha
SpiritualAisha tidak pernah menyangka jika memasuki sebuah perusahaan ternama bahkan termasuk perusahaan go international bisa semudah mendudukkan diri ke kursi. Tapi ternyata, dibalik kemudahan itu akan ada banyak hal yang menguras emosi dan kesabaran. Ia h...