mhib 2 : photograph

37.7K 1K 3
                                    

"And if you hurt me. Well that's okay baby, only words bleed."
Photograph — Ed Sheeran


10 Tahun Yang Lalu

Kejadian itu, terjadi saat dimana Crystal masih menjadi Euis, si pacar seorang bad boy terkenal di sekolahnya yang mendapat bullying dari berbagai pihak, dengan cara yang berbeda-beda. Namanya Stevan Jonathan. Laki-laki gagah yang saat itu pernah Euis tolong dari incaran guru yang sedang mengejarnya karena dia membuat ulah. Jo, panggilannya. Laki-laki dengan sejuta pesona yang dapat membuat Crystal terluka hanya dengan mata yang menghunus tajam padanya. Karena apa? Karena Crystal menyukai Jo sepenuh hatinya. Tidak ada yang lain.

"Heh lo. Ternyata, lo baik juga ya, walaupun udah sering dibully gue sama temen-temen gue."

Itulah percakapan santai pertama kali dari Jo, pada si cupu Euis.

Saat itu, si cupu Euis merasa berbunga-bunga. Lalu, dia menghalalkan segala cara untuk menjadi cantik, agar dia tidak malu lagi jika berbicara dengan Jo. Tentunya, tidak menjalani operasi atau sejenisnya. Dia hanya perawatan dengan mengandalkan uang. Menjadi cantik memang sulit. Apalagi, Euis bukan wanita yang bisa menjaga kulitnya agar tetap putih dan mulus. Euis berasal dari Garut. Tepatnya, di panti asuhan yang terdapat di sebuah desa di sana. Dan kebetulan, ada pasangan yang tidak dapat menghasilkan anak. Ayah angkat Euis sangat mencintai Bunda angkat Euis, dan membuat Ayahnya menolak untuk mendua atau menceraikan isteri tercintanya.

Seperti anak tidak terawat biasanya, wajah Euis saat itu ..., sangat jelek.

Kusam, kucel, dekil.

Menjadi cantik butuh usaha. Dan si cupu Euis berusaha.

Akhirnya, setelah melewati beberapa minggu yang panjang di dokter kecantikan, Euis dapat keberanian mendekati Jo. Dan mereka, akhirnya berpacaran. Euis belum cantik, saat itu. Dia masih terbilang manis. Warna kulit kehitamannya berkurang, namun hal itu malah membuat Euis jadi sorotan karena wajah polosnya. Apalagi, dengan Jo yang menjadi pendampingnya saat itu.

Para pria mulai mendekati Euis. Namun, dengan Jo yang masih berstatus pacaranya, Euis menolak mereka dengan halus. Namun, yang namanya manusia, ada saja orang yang tidak terima di tolak. Walaupun, dengan cara halus sekalipun.

Saat itu, Euis tahu jika Fares menjadikan Euis bahan taruhan dengan teman-temannya. Dan mengetahui jika Jo adalah musuh Fares, Euis menyusun rencana demi melindungi sang pacar.

Desas desus jika Euis selingkuh lalu menyebar, dan Euis diam-diam berharap Vany dan Fares putus, lalu setelahnya Euis akan kembali pada Jo.

Namun, bukannya berjalan seperti sesuai rencana, keadaan malah berbalik. Jo memutuskan Euis.

Satu persatu kesadaran mulai mendatangi Euis.

Ini kesalahannya. Dia yang memulai, namun sayangnya dia tidak bisa mengakhirnya. Seharusnya, Euis tidak berbohong pada Jo dan membuat Jo salah paham, lalu memutuskannya.

Dan ini salah Fares. Euis, kala itu mulai memupuk rasa tidak suka karena Fares yang menyebalkan.

***

Hari demi hari berlalu. Euis menjalani harinya dengan kembali di bully oleh teman-teman satu sekolahnya. Yang laki-laki menyerukan jika Euis sok jual mahal, dan yang perempuan mengecap jika Euis murahan. Padahal, mereka tidak tahu apapun. Mereka, tidak tahu segalanya tapi berkoar seolah mereka adalah yang paling tahu dan benar.

Tidak apa-apa. Euis masih baik-baik saja.

Sampai malam itu, Euis tahu jika kalimat baik-baik saja mungkin tidak akan lama.

Malam itu, Euis sedang belajar di kamarnya. Duduk dengan tubuh yang sedikit membungkuk saat menulis di meja belajarnya. Ponsel yang ia simpan di atas permukaan meja itu berdiring. Sejenak, Euis mengernyit melihat nama Fares yang terpampang di sana. Sudah beberapa hari mereka tidak saling menghubungi. Dan sekarang, untuk apa Fares menelfonnya?

Dengan enggan, Euis menerima panggilan tersebut. "Hm?"

"Ini semua gara-gara lo!" ucap Fares tidak jelas dengan suara yang nadanya agak aneh. "Kalo aja lo nolak gue dari awal."

Euis mendelik sebal. "Ini juga gara-gara kamu, tau! Aku jadi putus sama Jo."

Suara Fares yang cegukan terdengar di sebrang sana. "Jo itu brengsek, Van ..., lo sama gue aja. Dia pembunuh!"

Euis mengerutkan alis dengan bingung. "Res, kamu salah alamat deh. Ini aku Euis, bukan Vany."

"Euis sampah! Dia yang cocok sama si Jo! Balik ke gue, Van!"

"Hah?" Euis bingung sendiri. "Kamu mabuk?"

"Iya, Van, aku mabuk, sayang. Ayo! Marahin aku!"

Euis mendelik. "Orang gila," katanya sambil kembali menulis catatannya. "Kamu nggak usah bertingkah kayak Vany dunia kamu, Res. Aku tau kamu nggak tulus sama dia. Lagian, masa depan kamu masih panjang. Umur kamu masih 18 tahun. Nggak pantes buat ngancurin masa depan sendiri cuma gara-gara putus cinta."

"Sampah! Gue nggak butuh ceramah lo!!"

Teriakan itu menggema, kemudian di susul dengan suara bantingan barang dan suara pecahan kaca, juga teriakan orang-orang di sana. Alis Euis bertaut bingung mendengarnya. "Res? Halo??"

"Mbak, halo mbak? Mbak bisa ke sini sekarang?" tanya orang di sebrang sana, yang pastinya bukan Fares. "Saya bartender di kelab malam, mbak. Tolong jemput teman mbak sekarang. Kalau tidak, teman mbak mungkin akan babak belur."

"Hah??"

Baru saja Euis akan bertanya kembali, suara sambungan terputus terdengar dan membuat Euis menatap ponselnya dengan horror. Beberapa detik kemudian, sebuah pesan masuk datang. Dan di sana, isinya terdapat sebuah permohonan dan juga alamat kelab malam dimana Fares berada.

Euis menghela napas panjang.

Menyusahkan.

My Husband Is a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang