mhib 5 : slow down

26.2K 927 2
                                    

"Won't you stay here a minute more. I know you want to walk through the door. But it's all to fast."
Nichole Nordeman — Slow Down


"Tega ya, kalian jodohin Crystal sama cowok macem begitu."

Ucapan Crystal sukses membuat kedua orangtuanya menatap sang puteri dengan mata penuh penyesalan. Saat ini, keluarga Hersono sedang mengadakan sebuah makan malam. Dan di meja, mereka sedang menunggu makanan dari pembantu untuk dihidangkan di meja makan. Sejak penolakan Crystal yang terakhir, Crystal mengalah dan pergi dari hadapan Fares. Entah apa yang saat itu Fares lakukan. Namun, Crystal tidak ingin peduli.

"Ayah terlibat perjanjian antar perusahaan," ucap sang Ayah sambil berdeham canggung dan tidak nyaman.

Crystal mendelik sebal. "Ayah bukan pemilik perusahaan kayak di novel-novel. Nggak mungkin juga si Fares punya perusahaan yang bisa kerjasama sama perusahaan Ayah. Cowok macam dia mana bisa."

"Eh, jangan salah," sang Bunda menimpali. Bunda yang duduk di samping sang Ayah, menatap Crystal dengan tatapan keibuan miliknya. "Fares kan sekarang udah megang perusahaan Ayahnya. Bahkan, dia juga sekarang udah jadi CEO dalam waktu 1 tahun."

Lagi, Crystal mendelik. "Perusahaan itu perusahaan Ayahnya, Bun. Otomatis, dia yang menjadi penerusnya."

"Keluarga Dharma beda dari yang lain, Sayang," Ayahnya menjawab. "Dari generasi ke generasi, mereka selalu memulai segalanya dari bawah. Sebelum menjadi pemegang perusahaan, Fares juga pernah jadi karyawan."

"Tapi tetep aja, Yah! Kaya nggak menjamin kebahagiaan! Fares itu jahat, Yah. Ayah tahu sendiri gimana—"

"Semua orang bisa berubah," Ayah memotong tegas, dan menatap sang puteri dengan tajam. "Fares sudah mau bertanggungjawab pada kamu. Semua orang punya kesalahan. Semua orang bisa menjadi jahat. Tapi, bukan berarti orang itu tidak boleh berubah. Dan bukan berarti, kamu boleh menghakiminya seperti itu. Memangnya, kebaikan apa yang sudah kamu lakukan sehingga kamu merasa lebih baik dari dia?"

Crystal hanya cemberut. "Aku nggak butuh pertanggungjawaban dia, Yah. Aku udah besar. Kejadian itu juga udah 10 tahun yang lalu. Ayah liat, kan? Aku bahkan udah bisa bersikap biasa aja sama dia."

"Dia mau menjadi suami kamu. Dan Ayah menerimanya."

"Ayah!"

"Jangan menggunakan nada tinggi di depan Ayahmu! Mau tidak mau, kamu harus menikah dengan Fares!"

Crystal seketika berdiri dari tempat duduknya. Dia menatap Ayah dengan pandangan marah sekaligus kecewa. "Ayah mau menantu yang kaya raya? Oke, aku kabulin! Aku bakal cari sekarang juga!"

"Bukan begitu maksud Ayah," kata Ayah saat Crystal meninggalkan meja makan. "Crystal!"

Crystal tetap berjalan ke lantai atas, tanpa mempedulikan panggilan Ayahnya lagi. Dan setelahnya, Crystal keluar dari rumahnya dengan perasaan dongkol karena kali ini orangtuanya sudah tidak ada di tempat sebelumnya dan tidak mencegah Crystal pergi.

Baiklah. Menantu yang kaya? Crystal akan mewujudkannya.

***

"Orangtuaku ingin yang kaya," ucap Crystal dengan bahasa Inggris. "Dan kalau bisa, pemilik perusahaan yang masih lajang. Untuk tambahan, aku ingin dia pria baik-baik."

Ucapan itu membuat temannya yang sedang menghitung uang, terhenti. Perempun dengan kulit putih kemerahan dan rambut grape red itu menatap Crystal bingung. Saat ini, mereka sedang berada di kafe. Teman Crystal yang bernama Debora itu datang saat Crystal selesai makan. Perempuan yang merupakan mak comblang namun masih jomblo di umurnya yang 24 tahun itu, menghela napas panjang. "Ini sudah ke seratus kali kamu meminta pacar."

"Benarkah?" tanya Crystal dengan sebelah alis yang naik sebelah. Debora segera membuka risleting sling bag-nya, lalu mengeluarkan jurnal di sana dan menunjuk pada suatu halaman. Di sana, ada 20 nomor dengan nama-nama pria dan di nomor 99 ada nama Daniel di sana. Mata Crystal menatap Debora dengan binar tidak percaya. "Sebanyak itu kamu mengenalkan para klienmu padaku?"

"Ya!" seru Debora dengan kesal, membuat Crystal terkekeh kecil. "Kalau kamu ingin para klienku patah hati, lebih baik cari mak comblang lain."

"Tidak. Ini sudah yang ke seratus. Aku seharusnya mendapat diskon."

"Kamu sudah banyak membuat masalah dengan klienku! Sebagian dari mereka mencari mak comblang yang lain."

"Tapi, aku membayarmu."

"Dan mereka juga membayarku."

"Yasudah, kali ini aku akan membayar lebih."

"Dua kali lipat!"

"Ya, jika dia diterima baik oleh keluargaku."

Debora mendelik kesal, lalu mulai mengotak atik iPad yang sedari tadi berada di sisi meja. Setelah itu, dia memperlihatkan foto seorang pria dengan keterangan dan kepribadian yang lengkap.

Crystal memandang serius pada layar tersebut, membaca baik-baik dengan alis yang berkerut serius. Crystal kemudian menatap Debora dengan alis yang berkerut bingung. "Serius dia sesempurna ini?"

"Hm," jawab Debora. "Nathaniel Angkasa. Indonesia asli. Dia memang sesempurna itu. Hanya saja, dia masih belum move on dari pacarnya yang dulu."

"Memangnya ada apa dengan mereka?"

"Aku tidak tahu," Debora mengedikan bahunya acuh. "Dia klienku yang sangat tertutup."

"Aku bahkan kaget dia ingin jadi klienmu."

"Hey!"

Crystal terkekeh pelan. "Baiklah. Atur pertemuanku dengannya."

"Aku tidak yakin dia mau denganmu."

"Dia pasti mau."

Debora mendelik jengah. Crystal tertawa.

My Husband Is a BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang