woman

1.1K 165 28
                                    

Agra

Pernah nggak kepikiran satu hal yang sebenernya lo sendiri sadar itu nggak harus dipikirin tapi kepala lo cukup brandal dan akhirnya kepikiran juga? Gue lagi begitu sekarang. Gue lagi kepikiran Lea yang sempat nangis beberapa hari yang lalu waktu kami masih diatas bukit Janiculum. Sebenarnya saat itu gue sudah selesai motret, tapi sengaja belum balik dan gabung lagi sama Lea dibelakang supaya dia bisa tenang dulu. Gue baru kembali bergabung sama dia beberapa menit kemudian. Gue duduk disampingnya, bingung harus berbuat apa sebenarnya. Tapi gue nggak mau melewati batas asing kami. Nggak mau nanya-nanya dia kenapa dan membuat dia merasa nggak nyaman. Detik berikutnya gue ingat punya coklat didalam tas.

"Aku nggak suka coklat, Ya, sebenarnya." Gue bercerita sambil mengunyah coklat suapan Lea yang manisnya kelewatan itu. Yang manis coklatnya. Ingat itu.

"Terus kenapa ada coklat di tas kamu?"

"Persiapan. Kamu kan suka makan yang manis-manis."

Gue suka liat Lea ketawa lagi hari itu. Gue mungkin nggak tahu apa yang membuat dia sedih, atau mungkin siapa yang membuat dia sampai nangis di liburan-nya ini, pokoknya selama gue bisa, gue akan tetap membuat dia senyum dan ketawa bahagia. Gue mungkin cuma orang asing yang belum genap seminggu kenal sama dia, tapi nggak salah kan kalau gue nggak mau teman terdekat  sekarang ini menyia-nyiakan waktu jalan-jalannya dengan bersedih terus-terusan? Tapi nggak bisa bohong juga kalau gue penasaran sama Lea. Siapa sih Kalea Larissa, kenapa dimata gue dia penuh rahasia dan tanda tanya.

"Lama ya, Ga?"

Lea sudah balik lagi. Tadi dia ijin terima telfon dulu, dan pergi agak jauh. Mungkin biar nggak berisik, atau mungkin biar gue nggak nguping. Dan karena itulah gue mulai bertanya-tanya lagi, mungkin itu pacarnya?

"Nggak, Ya, masih lamaan tadi pagi kok." Dia memukul pelan lengan gue sambil ketawa. Tadi pagi Lea bangunnya kesiangan. Kami biasa bertemu dibawah pukul enam pagi, tapi khusus hari ini, gue menunggu dua jam lebih lama dari biasanya. Lea baru keluar pukul delapan kurang lima belas dengan keadaan yang super berantakan.

"Okay, okay I'm so sorry I know it's late, Aga, maafin aku ya?"

Gue mana bisa nggak ketawa liat dia yang nggak jelas bentuknya. Belum lagi wajah menyesalnya yang mirip anak kecil habis dimarahi orang tua itu jadi semakin bikin lucu. Untungnya jadwal motret hari ini nggak seperti hari-hari sebelumnya yang mengharuskan kami bepergian agak jauh dari Roma. Kemarin kami ke Venesia, setelah menempuh perjalanan tiga jam pakai kereta dari Roma Tiburtina pukul tujuh pagi, kami sampai di Santa Lucia jam setengah sepuluh.

"Thank God Venice hasn't sunk in yet." Lea mengamini doanya sendiri, gue cuma bisa ketawa waktu dia jingkrak-jingkrak kesenangan ketika kami sampai di Venesia siang kemarin.

Dari enam hari perjalanan, baru hari kemarin gue lihat Lea segitu semangatnya jalan-jalan. Bukan berarti yang sebelumnya malas-malasan, tapi untuk trip to Venice kemarin gue bisa merasakan sendiri Lea yang bahagia, bukan Lea yang sesekali melamun dan terjebak di dunianya sendiri seperti waktu kami menghabiskan waktu sore di Spanish Steps. Gue sedang menceritakan Fountain of the Old Boat, sebuah air mancur yang terletak tepat ditengah Piazza di Spagna. Air mancur itu  berbentuk kapal tua yang sedang tenggelam hasil karya Pietro Bernini.

"Ya?"

Lea tersadar dari lamunannya,"Iya, Ga?"

"Capek?" Kalau dibilang terganggu akan Lea yang sering out of space begitu sih nggak, gue malah khawatir. Gue takut Lea sebenarnya capek, atau malah bosan ikut gue kerja. Waktu kami berakhirkan di Spanish Steps, siangnya gue menghabiskan waktu di pusat kota Roma, menyusuri gang-gang kecil, mengincar foto kehidupan sehari-hari penduduk Roma yang jarang terekspos ditengah kota. Dan Lea, dia nggak mengeluhkan apapun kecuali kehadiran anjing jalanan yang sebenarnya sih lucu. Tapi dia takut.

the travellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang