no place like home

998 140 22
                                    

Kalea

"Mamaaaa!" Pekik riang itu yang menyambut kepulanganku. Alea berlari menggunakan baju piyama favoritnya serta rambut berantakan khas bangun tidur yang membuat dia semakin lucu. Dia memeluk kakiku erat saat aku sedang membayar biaya taksi. "I miss you" Katanya, sampai pak supir yang mengantarku pulang dibuat gemas oleh tingkah anakku yang nempel banget seperti koala.

"I miss you too!" Jawabku seraya menggendongnya dan menciumi wajahnya yang semakin hari semakin chubby, "Mbok, tolong ya barang-barangnya." Si mbok yang bekerja di rumah dengan sigap membantu membawa barang-barangku ke dalam rumah sambil cerita kalau Alea sudah nggak sabar banget nunggu mamanya pulang.

"Dari kemaren, non, nanya terus 'Ini jam berapa, sih? Mama udah mau pulang belum?' Gitu katanya." Alea ketawa, lengannya melingkar erat padaku. Tanda-tanda nggak mau ditinggal lagi, kali ini aku harus siap jadi tawanan dia.

"Huuu anak mama nggak bisa jauh-jauh dari mama yaa.." Aku menggelitik Alea sampai dia tergelak minta ampun. Aku rindu suara tawa ini. Pikir-pikir lagi, buat apa ya aku pergi melancong kalau ternyata obat galauku ada di sini, di tawa si kecil ini.

"Nak.." Mama muncul dari dapur, masih lengkap dengan apronnya. Aku sebenarnya sudah melarang mama untuk masak dan menyiapkan menu kesukaanku dalam rangka menyambut aku pulang. Tapi mama ya mama, paling nggak bisa terima tolakan anak-anaknya.

"Bagaimana kabarmu?" Beliau bertanya setelah memelukku singkat dan mencium puncak kepalaku. Alea memerhatikan kami dalam diam dan anteng di gendonganku, si kecil ini nggak peduli akan badannya yang berat dan mamanya yang lama-kelamaan bisa keropos tulang karena keseringan gendong dia.

"Baik, ma. Kalea baik, mama nggak usah khawatir lagi."

Mama tersenyum. Senyum lega ciri khas seorang orang tua saat mendengar kabar baik dari anaknya. Beliau mengusap pipiku dan berkata, "Kebahagiaanmu adalah bahagianya mama. Mendengar kabar kalau kamu baik sudah cukup membuat mama bahagia sekali sekarang."

"Makasih ya, ma, atas segala kebaikan yang mama sudah kasih ke Lea, dan juga Alea." Mama mengangguk dan mengusap rambut Alea, beliau bertanya 'Gimana Alea senang nggak mama sudah pulang?' Yang dijawab langsung oleh Alea, 'Senang dong!'

Mama terkekeh melihat tingkah Alea, beliau mencubit pipinya pelan lalu beralih ke aku lagi. "Nak, kamu mau makan dulu atau mau istirahat dulu?"

"Hmm, makan dulu kali ya, Ma? Sekalian ngobrol-ngobrol sama mama, lumayan lama kita nggak ngobrol. Aku kan kangen."

Mama tersenyum lebar, "Oke deh kalo gitu! Kebetulan mama sudah buatkan sayur asem kesukaan kamu. Kamu pasti kangen banget udah lama nggak makan sayur asem." Alea minta diturunkan dan dengan lincah dia mengikuti mama ke dapur, aku menyusul di belakang sambil membawa air dingin dalam gelas mug bertuliskan nama Alea.

"Ma, papa kemana, ya?" Tanyaku sedikit gugup. "Kok nggak keliatan? Masih tidur?"

"Oh, enggak. Papa pagi-pagi sekali sudah berangkat sepedaan. Katanya sih kalau masih buka, papa mau sekalian ke pasar pagi. Mau beli kue buat kamu. Dari kemaren dia bilang pengen belikan bika ambon kesukaan kamu di sana."

Aku terdiam mengingat kenangan masa kecil waktu papa sering belikan aku satu dus bika ambon setiap ada kesempatan sepulang kantor. Dulu papa juga pernah mengajak aku subuh-subuh ke pasar pagi untuk beli langsung dari penjual langganan yang ternyata sudah mengenal aku lewat cerita dari papa. Aku lupa siapa namanya, yang jelas bika ambonnya enak banget. Aku sedikit berharap papa pulang bawa yang banyak.

the travellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang