Happy Reading~ ^^
•
"H-halo?"
"Halo? Dengan siapa, ya?"
Seulgi menggigit bibir bawahnya gemas, seharusnya ia tidak usah menelepon gadis bernama Irene ini.
"Eum, maaf; salah sam—"
"Tunggu. Kenapa suaramu terdengar familiar, ya?"
Familiar apanya?! Bahkan mereka baru bertemu satu kali seumur hidup!
"Maaf, tapi ini salah sambung."
"Kamu... Gadis yang membantuku menemukan ruang dosen utama, kan?"
Skakmat! Seulgi sudah tidak bisa menghindar sekarang.
"I-iya. Namaku Kang Seulgi."
"Namamu bagus. Ingin bertemu, Seulgi? Sepertinya punya teman sepertimu terdengar menyenangkan."
Kenapa takdir sepertinya ingin bermain-main dengan mereka?
•
"Kafe Lily jalan Mawar, oh ya Tuhan semoga semuanya baik-baik saja."
Tadi adalah gumaman Seulgi saat menaiki sepeda motornya.
Irene mengajaknya bertemu di telepon pertama mereka, dan bukankah seharusnya Seulgi menolak?
Karena...
Kalau ternyata Irene adalah orang jahat bagaimana?!
Seulgi menggelengkan kepalanya berkali-kali; "Orang jahat tidak mungkin punya tampang malaikat seperti Kak Irene, bukan?"
Ciri-ciri bucin, hmmm.
Brrmmm~
Seulgi menyalakan motornya, membelah jalanan kota yang terasa begitu padat dan gerah disiang hari yang lumayan terik ini.
"Hah! Tolong, jantung; jangan terlalu berisik saat aku bertatap mata dengannya nanti."
•
"Seulgi!"
Irene melambaikan tangannya. Hampir sudah 20 menit ia menunggu Seulgi untuk datang.
Seulgi menghampiri Irene dengan langkah tergesa. Ekspresinya menunjukkan ketidak-enakan karena sudah terlambat datang.
Brak!
Irene mengerjapkan matanya saat Seulgi sedikit membanting helm-nya keatas meja.
"Hah! Hah! Maaf, aku terlambat."
Tersenyum anggun, "Tidak apa. Aku juga baru datang." salah satu kelebihan Irene; selalu mementingkan kepentingan orang lain.
"Sudah pesan apa?" pandangan Seulgi terarah pada meja didepannya. Sudah ada secangkir kopi disana. Tipikal orang sering membaca, cangkir dengan gagang sepertinya menjadi model cangkir kesukaan Irene.
"Kopi." Irene tersenyum kearah cangkir kopinya.
Seulgi ikutan tersenyum. Entah kenapa. Senyuman Irene itu seperti menular. Membuat setiap orang yang melihatnya menjadi ingin dan ingin selalu tersenyum.
"Kamu mau pesan apa?" Irene membuka kacamata yang membingkai wajahnya.
Sumpah demi Tuhan; Irene terlihat sangat cantik dengan jarak dekat seperti ini. Apalagi tanpa kacamata.
Kalian pernah melihat bidadari? Ah, jika tidak; Irene adalah representasi dari malaikat tanpa sayap yang dijatuhkan ke bumi.
"K-kamu sangat cantik, Kak."
Semburat merah tiba-tiba menjalar ke seluruh pipi Irene. Membuatnya terlihat seribu kali lipat lebih indah dalam keadaan tersipu.
Tunggu. Irene tersipu karena dibilang cantik oleh seorang perempuan?
Bukankah sedikit aneh? Errr~
"S-sebaiknya kamu pesan sesuatu, Gi—"
"Panggil aku Ugi, ya?"
Irene menunduk, wajahnya semakin memerah.
"Errr, Ugi itu nama panggilanku. Kalau tidak mau panggil Seul—"
"Oke, Ugi. Sebaiknya kamu pesan sesuatu ya. Mau apa? Biar aku yang pesankan."
"Tidak usah. Panggil waiter saja."
Seulgi melambaikan tangannya, memanggil salah satu waiter yang dekat dengan meja mereka.
"Iya? Ada yang bisa dibantu?"
"Pesan americano iced satu ya, Kak Irene mau pesan makanan?"
Irene menggeleng. Mengisyaratkan kalau dia tidak ingin apapun lagi.
"Sudah. Hanya itu saja."
"Oke, americano iced satu. Ditunggu sebentar ya." dibalas anggukan oleh Seulgi.
Setelah waiter itu meninggalkan meja mereka, entah kenapa suasana canggung mendominasi pertemuan kedua mereka ini.
"Eum, canggung sekali ya." Seulgi menggaruk tengkuk belakangnya.
Irene yang sedari tadi mengalihkan pandangannya dari Seulgi menoleh, "Baiklah. Mari kita tuntaskan kecanggungan ini."
Seulgi merasa bingung melihat Irene yang merapikan posisi duduknya agar lebih tegap.
"Kamu kelahiran tahun berapa, Gi?"
"1994."
"Astaga, kita beda 3 tahun."
"Iya. Aku tau; omong-omong kenapa Kak Irene masih kuliah?"
"Aku sempat putus sekolah selama beberapa tahun karena suatu hal. Makanya, baru sekarang nasib membiarkan aku merasakan apa itu kuliah."
"Ah, sudah pernah kerja?"
"Sudah. Dulu bahkan aku kerja serabutan, kerja apa saja asal uangnya bisa untuk makan."
Seulgi menganga. Ternyata seorang malaikat juga pernah memiliki masa lalu yang kelam.
"Kamu sendiri, ambil kuliah jurusan apa?"
"Psikologi kesehatan."
"Ingin jadi psikiater?"
"Iya. Aku ingin tau banyak sekali pendapat baru tentang sesuatu, dan aku ingin bertemu banyak orang yang sama denganku."
Irene mengernyitkan dahi bingung, "Maksudmu apa?"
Seulgi menggeleng begitu dirasa ia sudah terlalu kelepasan bicara.
"Tidak apa-apa. Bukan suatu hal yang penting."
Irene hanya mengangguk. Tidak mau terlalu memaksa.
"Ugi?"
"Iya, Kak Rene?"
"Jadi temanku, ya?"
Mengangguk pasti.
"Iya."
•
Cieee udah temenaaannn ><
Gimana chapt ini? Rada mengecewakan ya? /semuachaptjugagituhhh/ 😂
Terimakasih yang sudah memberikan dukungannyaaa! 😚
-Ra
KAMU SEDANG MEMBACA
Life is Life • SeulRene ✓
Short StoryKarena apa yang sudah Tuhan rencanakan untuk kita semua, pasti selalu menjadi takdir yang terbaik, Seulgi. -Bae Irene, seorang malaikat yang datang disaat Seulgi kehilangan seluruh harapannya untuk hidup dengan normal. • Side Story of Imperialisme •...