Jealous

3.8K 359 13
                                    

Jisoo POV

Setelah seharian berjalan-jalan mengitari indahnya Jeju ini, kulihat Jennie sangat kelelahan. Dia memang mudah lelah. Aku tau itu setelah mengenalnya beberapa tahun. Dia sangat manja sekali, dia selalu ingin di perhatikan.

Langkahnya terhenti seraya membungkukkan badan dan menopang badan pada lututnya. Aku pun menghampirinya dan ikut membungkukkan badan.

"Kau sudah lelah?" Tanyaku dan menatapnya.

"Ah, ne eonnie. Aku lelah" jawabnya sedikit terengah. "Kau kan tau sendiri aku mudah lelah" lanjutnya.

"Ayo sini" kataku sambil memunggunginya dan membungkuk.

"Apa maksudmu akan menggendongku? Aku berat, eonnie"

"Tak apa, aku kuat. Sini aku gendong sampai parkiran sepeda. Kita bisa pergi ke kafe kecil di sana memakai sepeda" Jennie menaiki punggungku dan aku langsung memegangi kakinya. Lalu dia melingkarkan tangannya di leher dan menempelkan kepalanya di sampingku. Terasa ada sesuatu yang kenyal menempel di punggungku. Terasa menggelikan memang tapi aku menyukainya, batinku menyeringai. 'Kuharap bisa berlama-lama seperti ini' batinku.

Aku pun mulai melangkahkan kakiku. Jennie hanya terdiam sepanjang perjalanan. Mungkin dia kelelahan.

Puluhan langkah telah kulalui akhirnya kuputuskan untuk membuka pembicaraan. Karena aku sangat benci dengan keheningan.

"Kau tau, Jendeuk-ah. Aku sangat senang bila melihatmu sesenang ini. Kau itu seperti adikku sendiri. Aku kan tidak punya adik" itulah kebohongan kecil yang kubuat. Aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku sendiri. Aku hanya menganggapnya seperti adik sendiri? Terdengar konyol memang karena faktanya aku memang menyayanginya melebihi sayang seorang kakak pada adiknya. Untuk saat ini aku tak ingin berharap lebih untuk memilikinya. Sudah melihatnya nyaman di sisiku saja sudah membuatku senang.

"Aku juga sangat senang bisa mengenalmu. 3 tahun bukan waktu sebentar, kita melalui banyak hal dalan kurun waktu itu. Kau seperti sesosok kakak yang ku inginkan. Ya, seperti yang kau tau aku hanya anak yunggal yang hanya mendapatkan kasih sayang dari ibu dan ayahku" ternyata dia menganggapku seperti kakak sendiri, aku memang tidak berharap lebih atas responnya. Kusadari sepertinya Jennie menangis, kenapa dia menangis? Sepertinya tidak ada yang salah dengan ucapanku tadi, batinku. Lalu meliriknya dan menghentikan langkahku.

"Hey, kenapa kau menangis? Aku tak bermaksud membuatmu menangis" ucapku seraya menyeka air matanya dan ku beranikan mencium keningnya. Ini ada kali pertama aku mencium keningnya, ciuman di kening adalah ciuman kasih sayang yang tulus. Setulus kasih sayangku padanya. "Sudah ya, jangan menangis lagi" lanjutku dan mengelus kepalanya.

***

Hari terakhir di Jeju ku putuskan untuk mengajak Jennie ke pemandian umum di sini.

Di perjalanan menuju pemandian umum, aku menggenggam tangannya dan ternyata dia membalasnya membuatku tersenyum simpul. Ku eratkan genggamanku seolah tak ada yang boleh merebutnya.

Setelah hampir 15 menit berjalan, akhirnya kami sampai dan aku memesan ruangan vip.

Setelah masuk ruangan, aku tak segan untuk melepas pakaianku satu persatu hingga tak ada sehelai benang pun menempel di tubuhku. Yang tadinya posisiku memunggungi, aku pun berbalik menghadapnya. Terlihat dia hanya terdiam membisu saat melihat tubuhku tanpa sehelai benangpun. Ku tatap dalam-dalam tepat dalam pandangannya. Wajahnya mulai memerah lalu membalikkan tubuhnya.

"Hey, kenapa kau memunggungiku? Apa kau malu melihatku telanjang?" Kekehku."Tak usah malu, kita kan sama-sama perempuan" dia masih memunggungiku dan melepas satu persatu pakaian yang ada di tubuhnya. Ku perhatikan setiap lekukan tubuhnya dari belakang. Aku tak mau melewati momen seperti ini.

ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang