PROLOG

70.2K 3K 47
                                    

Masuknya Aila dan genknya membuat semua mata tertuju pada mereka. Begitu juga dengan Nizam. Perhatiannya teralih pada Aila. Satu yang ada di pikiran Nizam, dia ingin berbicara menjelaskan semuanya agar kesalahan pahaman itu tidak berlanjut.

Aila kini duduk di meja nomor 15 tidak jauh darinya setelah salah cowok di antara mereka mengusir adik kelas yang awalnya duduk di sana. Untuk kesekian kalinya, Nizam selalu tidak suka dengan teman Aila yang akan memberikan dampak buruk pada gadis itu. Nizam sangat tahu, Aila sebenarnya gadis yang baik. Tapi pergaulan membuatnya menjadi gadis nakal dan menjadi most wanted.

"Gue penasaran apa yang buat Aila berubah kayak gini." Nizam menoleh. Raihan juga menatap ke depan, pada Aila dengan wajah penasaran. Nizam terdiam sejenak. Sangat tahu ini salahnya walaupun salah paham. Perhatian Nizam kembali teralih pada Aila yang kebetulan duduk menghadap ke arahnya.

Aila meminum teh dinginnya dalam diam. Sementara teman-temannya sudah ribut entah apa. Tapi Aila terlihat sama sekali tidak berniat mengobrol. Tatapannya hanya membisu ke teh dingin yang kini berganti di aduk-aduknya.

"Lo dari kemarin liat Aila, jadi sekarang lo gak takut dosa?"

Tatapan Nizam beralih ke mie baksonya, menggulung-nggulung mie dengan garpu lalu memasukkannya ke dalam mulut. Ucapan Raihan tadi bagai menampar hatinya. Rasa berdosa kini menyelunsup ke dalam hatinya membuat Nizam terus beristighfar dalam hati.

Nizam juga tidak mengerti, sejak Aila menjauh, dia malah suka memperhatikan gadis itu dan mencari-cari keberadaannya. Nizam merasa kehilangan. Gadis yang biasanya selalu mengikutinya ke mana pun pergi dan sangat cerewet itu mendadak berubah sejak dua hari lalu membuat dunianya serasa ada yang berubah.

"Zam, Aila liatin lo."

Niza.m seketika mendongak, bertepatan dengan itu Aila seketika membuang muka. Lagi, Nizam merasakan hatinya terasa beda saat Aila memilih cuek.

"Lo ingatin gue gak boleh perhatiin lawan jenis, kenapa lo malah bilang Aila liatin gue?"

"Gue heran Zam. Sebenarnya apa yang terjadi. Dari kemarin, tatapan Aila ke lo mengisyaratkan kebencian." Sebelah alis Raihan terangkat. Nizam bergeming. Suasana keduanya hening dan fokus mereka kembali terpecah pada meja Aila yang kini heboh.

"WHAT? DEMI APA LO SEKARANG MAU JADI PACAR VANO?." Suara Dian mengelegar, membuat semua pasang mata yang mendengar itu semua seketika heboh. Mereka sangat tahu, Vano dari dulu menyukai Aila, namun gadis nakal yang disukai banyak kaum adam itu selalu menolak.

Vano yang masih kaget dengan ucapan Aila tadi melongo. "Lo seriusan? Coba ulang La." Vano mengusap-usap telinganya, mencondongkan badan ke depan agar lebih jelas.

"Gak ada siaran ulang." Aila menjawab jengkel. Senyum Vano melebar, seketika dia menarik gemas pipi Aila.

"Thanks sayang."

"Cihaa ... cinta lo terbalas juga akhirnya." Dian tersenyum mengoda.

"PJ oi PJ." Gian yang tadi masih kesal kini berseru semangat. Aila mendelik, mengambil kerupuk dan melemparnya pada Gian.

"Tadi lo ngomel-ngomel kayak cewek. Giliran PJ, semangat lo melebihi semangat kemerdekaan." Aila mencibir. Gian yang mendapat lemparan kerupuk namun berhasil menghindar dengan nyengir lebar.

Vano yang masih merasa terbang dan sangat bahagia luar biasa, seketika berdiri. Dia menatap semua siswa-siswi di kantin dengan wajah secerah matahari. "Karena hari ini hari jadiin gue sama Aila. Kalian semua gue traktir."

Kantin semakin heboh dari sebelumnya. Mereka berseru bahagia. Kantin sangat ramai, banyak siswa-siswi dari kelas sepuluh hingga dua belas di dalamnya. Tapi, bagi Vano tidak masalah karena uangnya banyak. Mentraktir teman-teman hanya hal kecil baginya.

Sementara Nizam, duduk bergeming di tempatnya. Tatapannya lurus, terpusat pada Aila yang baru saja diucapkan keras-keras telah jadian dengan cowok bernama Vano. Suasana kantin memang heboh, tapi tidak dengan Nizam yang merasa dunianya seketika berhenti.

Tatapan Nizam jelas terlihat kecewa, wajahnya terlihat kusut. Nizam mencengkram kuat garpu dan sendok di kedua gengamannya, setelahnya sendok dan garpu itu di lepasnya begitu saja hingga jatuh dan menimbulkan bunyi keras.

Raihan menoleh, sedetik berikutnya kursi berdecit tak berarti. Nizam bangun dari posisinya, dengan wajah datar dia melangkah lebar meninggalkan kantin yang masih heboh.

"Zam!" Teriakan keras Raihan membuat banyak mata menoleh. Terutama Aila, gadis itu berusaha menahan tangisnya. Ini semua dilakukannya untuk membuktikan pada Nizam, kalau dia tidak lagi memiliki rasa. Bahkan Aila tidak memikirkan dampak yang akan didapatnya jika saja keluarganya tahu kalau dia pacaran.

 Bahkan Aila tidak memikirkan dampak yang akan didapatnya jika saja keluarganya tahu kalau dia pacaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Assalamualaikum Nizam (ALZAM) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang