Chapter 5

1 0 0
                                    

Setelah sampai di sekolah, aku memarkirkan motorku di tempat seperti lapangan yang sedikit luas dan terjejer banyak motor lainnya disana. Untung saja masih tersisa lima menit.

Ku langkahkan kaki ku dengan berat, aku melihat semua pasang mata yang tertuju ke arahku. Mungkin mereka baru melihat ada orang asing yang memakai seragam sekolah ini dan berpikir 'Ah, anak baru.'

Aku baru saja berjalan sampai di koridor, tetapi rasanya sudah berjam jam aku berjalan namun tidak sampai sampai di ruang guru. Tapi sesungguhnya, aku benar benar lupa dimana ruang gurunya berada, bisa gawat aku.

Ketika aku berjalan di tikungan, seseorang menabrak tubuhku dengan kencang. Untungnya tubuhku tidak sampai terhuyung jatuh ke lantai. Kulihat tubuh kekar pemilik seseorang di depanku dengan seragam yang sama denganku. Kemudian aku melanjutkan penglihatan ku keatas, lalu aku tidak sengaja menatap matanya dan sialnya dia juga menatap mataku. Mata kami beradu dengan saling menatap sebentar, kemudian aku mulai melihat hal yang tidak ingin kulihat. Sekelebat sekelebat memori terpampang di dalam otakku. Seorang anak kecil yang sedang di pukul cambuk oleh seorang pria tua dengan wajah yang sangat menakutkan. Anak itu terluka dengan goresan bekas luka cambuk pada tubuhnya, aku sendiri tidak tega melihatnya.

Tidak beberapa lama kemudian, lamunanku di buyarkan oleh pria tersebut.

"Apa kau tidak apa apa?" Tanya pria itu. Aku yang telah tersadar mengarahkan tatapanku ke arah lain agar tidak bertemu dengan iris matanya lagi.

"Iya tidak apa apa, maaf." Ucapku.

"Apa kau murid baru?" Selidiknya.

"Iya." Pandanganku masih ke arah lain.

"Hei, jika kau sedang berbicara dengan orang lain kau harus menatapnya bukan? Apa yang kau lihat?" Ucapnya kemudian menoleh ke arah yang sama dimana mataku tertuju.

"Ah tidak, ehm bukan, maksud ku iya. Maaf, aku permisi." Ucapku tergagap kemudian pergi meninggalkan pria itu yang tengah memasang wajah linglung.

Aku sangat malu jika mengingat diriku tergagap tadi. Tapi, aku bingung sekali. Apa tadi itu, masa lalunya? Orang tua itu, siapanya? Apa dia ayahnya? Tapi bagaimana mungkin seorang ayah tega menyakiti buah hatinya, tidak mungkin. Sudahlah, aku tidak perlu memikirkan masalah orang lain sedangkan diriku saja masih memiliki tanda tanya.

"Ini lembaran tentang tata tertib sekolah, kamu baca di rumah ya. Dan itu buku lainnya yang sudah saya jelaskan buku apa itu." Ucap pa Gunawan memberikan banyak lembaran lembaran dan buku tipis untuk penerimaan siswa baru. Pa Gunawan adalah wali kelas ku di SMA negeri Cendana ini. Aku berada di kelas 11B IPS. Aku yang sedang terduduk di kursi dekat pa Gunawan sontak membuka sedikit lembarannya.

"Di bacanya di rumah saja. Sekarang, ayo kita ke kelas. Ketika perkenalan diri nanti, tidak perlu gugup. Seperti biasa saja." Ucapnya menyunggingkan senyum. Yeah, dia adalah guru yang ramah dan sangat antusias. Aku pun memasukan lembaran dan buku tipis tadi ke dalam tasku.

Pa Gunawan berdiri kemudian melangkahkan kakinya menuju keluar ruangan guru yang diikuti olehku. Aku berjalan di belakangnya, jantungku sudah berdetak kencang tidak karuan nadanya.

Setelah sampai di kelasku, pa Gunawan masuk terlebih dahulu kemudian aku ikut masuk mengikutinya. Semua murid murid yang tadinya ricuh sekarang sudah menjadi tertib dan diam. Aku melihat orang orang di depanku yang juga tengah memperhatikanku, ada juga yang berbisik bisik sembari melirik ke arahku. Huh, aku sudah tidak tahan menjadi pusat perhatian seperti ini.

The EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang