Pricilia yang menyambut Shigure di bangku spektator tersenyum gembira dengan kekhawatiran dan waswas yang tergantikan oleh rasa kagum pada Shigure. Sejauh rekor yang pernah ada, belum pernah ada Baller di bawah ranking B yang bisa mengalahkan Baller ranking A, wajar saja Pricilia terkagum dengan Shigure. Tapi, masih ada sedikit kekhawatiran di hatinya.
“Hiragaya-kun, kau tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?” tanya Pricilia berlari ke arah Shigure sambil membawa sebotol air minum.
“Aku tidak apa-apa kok, Kariyama-san. Kau tak usah khawatir padaku,” ucap Shigure mengambil botol air minum yang disodorkan padanya.
Ia menegak air sampai setengah botol dalam satu kali minum. Entah kenapa, sepertinya Shigure kehausan. Pricilia tersenyum senang melihat temannya ini baik-baik saja.
Sebaliknya, Rondo Forheit, lawan duel Shigure tadi, ia terguncang karena kekalahan yang amat menyakitkan bagi dirinya dan keluarganya, walaupun secara teknis ia memenangkannya. Wajahnya dipenuhi ekspresi kekalahan dan depresi, ia tidak tahu apa yang keluarganya lakukan padanya jika mereka tahu.
Keluarga Forheit adalah keluarga yang selalu mengutamakan kekuatan di atas segalanya. Sebagai salah satu anggota keluarga Forheit dan sebagai Baller ranking A, harga dirinya telah lenyap bagai api yang padam disiram air. Selain kesedihan dan kepanikan yang mengerumuni dirinya saat ini, di hatinya juga ada perasaan marah dan balas dendam pada Shigure.
Sesampainya di bangku spektator, ia duduk dengan ekspresi kesakitan akan kekalahan. Sesaat kemudian ia melihat ke arah Shigure yang tersenyum seperti biasa dengan Pricilia dan Ajin di bangku spektator lainnya. Wajahnya mengerut dan mata serta hatinya dipenuhi keinginan untuk balas dendam.
“Ya ampun, kukira kau akan membiarkan tubuhmu menjadi samsak latihan oleh orang itu,” ujar Ajin sambil melihat Shigure dengan senyum masam.
“Awalnya sih begitu, tapi aku merasa tak enak pada kepala sekolah yang merekomendasikanku,” balas Shigure tersenyum.
“Tapi, untunglah kau tak berlebihan,” lanjut Ajin bersyukur.
“Huh,” dengus Shigure sambil menghela nafas lega nan panjang.
Pricilia yang memperhatikan pembicaraan mereka itu terlihat bingung dan sama sekali tidak bisa mengikuti apa yang mereka bicarakan. Ia agak kesal karena di abaikan seperti itu, tapi rasa kesalnya itu terkalahkan oleh perasaan lega karena Shigure tak terluka.
Tapi, ia masih penasaran apa yang sebenarnya mereka bicarakan.“Apa yang kalian bicarakan sih?” tanya Pricilia bingung sambil memiringkan kepalanya sedikit ke kiri.
Shigure dan Ajin tersentak kaget, sepertinya mereka lupa masih ada Pricilia di samping mereka.
“Tidak, bukan apa-apa, Kariyama-san,” ucap Ajin panik menjawab pertanyaan Pricilia.
Melihat reaksi Ajin yang panik, Pricilia memiringkan kepalanya dengan kebingungan dan rasa penasaran yang melanda hati serta pikirannya. Di saat yang sama, Ajin tiba-tiba merinding begitu mendapatkan tatapan tajam dari Shigure. Keringat dingin muncul setitik demi setitik dari pori-pori wajahnya.
“Bukan apa-apa, Kariyama-san,” timpal Shigure disertai aura berat yang keluar dari dirinya.
“B-baiklah,” balas Pricilia mengalah.
Merasakan sesuatu yang mencengkam, Pricilia memutuskan untuk tidak membahasnya lebih jauh lagi. Di sisi lain, Ajin menghela nafas ketika Pricilia menyudahi topik pembicaraan yang mengarah kepada informasi pribadi teman masa kecilnya. Bersama dirinya saja, Shigure enggan membicarakan tentang dirinya sendiri.
***
Selesai beristirahat di ruang persiapan, Shigure dan Pricilia pergi ke ruang squad mereka, Rajawali Hitam, sedangkan Ajin kembali ke asrama tempatnya tinggal. Sesampainya di sana, Shigure segera melompat ke atas sofa yang terdapat di depan tv layaknya rumahnya sendiri. Meski begitu, ruang squad adalah rumah bagi squad yang menempati ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Over Brain [DROP]
AcciónDi masa depan, tepatnya tahun 2028, dunia mengalami perubahan yang drastis. Sebuah aurora misterius, yang disebut Poltergeist, muncul secara tiba-tiba di berbagai belahan dunia. Aurora Poltergeist itu berasal dari luar angkasa. Seminggu setelah kemu...