9. Asramanya Penuh

573 85 43
                                    

5 Agustus 2046

“Shigure, jaga dirimu di sana. Kakak takkan bisa mengawasi ataupun menjagamu, jadi jangan sampai lengah dan bersikap angkuh, kau bisa kena karma nanti,” jelas Reina dari ruang tamu dekat pintu keluar.

“Ya, aku mengerti. Ngomong-ngomong, bagaimana aku bisa bersikap angkuh jika aku berada di ranking G? Itu hanya mengundang hinaan dan cacian,” balas Shigure yang tengah mengikat tali sepatunya di depan pintu bersama sebuah koper dan tas sekolahnya.

Mendengar balasan Shigure itu, Reina memasang senyum masam disertai ekspresi malas. Tapi sesaat kemudian, ia raut wajahnya menjadi serius lagi dan mengangkat suaranya. Ia tahu sifat, karakter, kekurangan, kelebihan, rahasia, dan segala sesuatu tentang adik laki-lakinya ini, jadi Reina harus mengingatkan Shigure mengenai dirinya sendiri.

“Kakak tahu kekuatanmu yang sebenarnya, kau tak bisa membantah ini. Meski kau hanyalah Baller dengan ranking G, kekuatan sejati takkan bisa diukur menggunakan sistem apapun. Kau tahu sendiri, kan?” tanya Reina.

“Ya. Walau begitu, jika ada yang mengancam ataupun membahayakan Kariyama-san, aku tidak akan tinggal diam,” jawab Shigure yang mengencangkan tali sepatunya.

Untuk sesaat, Reina tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar. Kemudian, ia melepas senyum dari belakang Shigure. Baginya, seorang kakak yang sangat mempedulikan adiknya, kalimat barusan adalah salah satu ucapan yang sangat ia tunggu-tunggu.

Apakah ia benar-benar berharga bagimu, Shigure?” tanya Reina dalam hati tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.

Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Shigure pun bangkit dari posisi duduknya dan berdiri bersama tas sekolah dan kopernya yang telah ia genggam di masing-masing tangan. Punggung yang ditunjukkan kepada Reina itu sangat tegap dan lebar, layaknya rajawali perkasa penguasa langit.

“Sudah saatnya aku pergi. Meskipun aku memang sudah menelpon kepala sekolah, tapi tetap saja aku tak bisa membolos lebih lama lagi,” ujar Shigure.

“Ya, hati-hati, Shigure.”

“Kakak juga.”

Setelah itu, Shigure memutar kenop pintu dan melangkah keluar sambil menyeret koper sekaligus membawa tas sekolah. Dari dalam, Reina hanya melambaikan tangannya mengantar kepergian Shigure dari rumah mereka tercinta ini, menuju asrama akademi Sousei dengan berat hati.

Lima detik berlalu, sosok Shigure telah lenyap dari pandangan Reina oleh karena pintu rumah. Baginya, melepas satu-satunya adiknya itu tak semudah yang kalian kira. Bagi Reina, Shigure bukan hanya sesosok adik, tetapi juga sebagai sosok pendukungnya selama ini.

“Baiklah, sepertinya aku juga harus berangkat,” ucap Reina mengangkat tasnya bersiap pergi.

Tapi saat ia hendak melangkahkan kakinya dari meja makan, ia melupakan sesuatu. Alat makan yang ia dan Shigure gunakan untuk sarapan masih belum di cuci dan dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan. Di saat itu juga, urat tipis di pelipisnya muncul.

Sialan kau, Shigure!!” batin Reina kesal.

***

Tepat sebelum jarum panjang menunjuk angka enam, Shigure berhasil melewati gerbang masuk akademi Sousei tanpa ada masalah yang berarti bersama koper dan tas sekolah yang ia bawa di masing-masing tangannya.

Selama perjalanannya, ia menarik perhatian dari penduduk sekitar karena barang bawaannya yang tak biasa. Membawa koper seperti ingin pindah tapi memakai seragam sekolah? Tentu saja semua mata disekitar tertuju kepadanya. Untungnya tak perlu waktu yang lama hingga ia tiba di gerbang masuk akademi.

Over Brain [DROP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang