4. Panik

1.2K 103 24
                                    

***Happy Reading gengs***

Proses belajar mengajar berlangsung seperti biasanya. Tadinya aku sempat khawatir Nabella kenapa-napa, tapi ternyata dia bisa mengkondisikan diri dengan baik untuk anak seusianya. Tapi ya gini, namanya orang sakit apalagi anak-anak jadi lebih rewel dan manja. Nabella pun sering mengeluhkan sakit perut, sakit tenggorokan, dan pusing yang membuatku khawatir dan ingin membawanya ke rumah sakit tapi dia tetap tidak mau.

Aku ngecek keadaan Nabella setiap lima atau sepuluh menit sekali. Tadi juga Nabella sudah meminum obatnya sesuai dengan petunjuk ayahnya dan sekarang dia sedang tertidur dipangkuanku. Untungnya anak-anak yang lain bisa diatur dan tidak ribut selama pembelajaran berlangsung.

Arthur yang suka bikin onar pun bisa mengkondisikan diri meskipun ya banyaknya bikin rusuh kaya biasanya tapi gak terlalu hiperaktif. Malah Arthur keliatan yang paling khawatir sama Nabella, dia sering ngelus rambut Nabella seusai lari-larian di dalam kelas.

Aku kerepotan? Sudah jelas. Menjelaskan materi dan mantau anak-anak sambil menggendong Nabella jelas membuatku repot sendiri. Tapi apa boleh buat, aku tidak mau satu saja muridku tidak terurus dengan baik. Meskipun aku kerepotan tidak ada yang bantuin karena guru-guru lain juga sibuk dengan kelas mereka, aku tidak boleh menyerah dan mengabaian kewajibanku.

Sebenarnya aku masih kepikiran soal si pemilik nomor tadi. Aku ingin menghubungi nomor itu lagi dan memastikan itu dia atau bukan, tapi aku tidak punya keberanian untuk melakukannya. Lagipula rasanya tidak sopan jika aku menghubungi dia memangingat statusnya yang kini sudah bukan lajang lagi. Bukankah aku jadi terlihat seperti wanita penggoda jika aku menghubungi nomor itu jika benar itu nomornya.

Berhenti memikirkannya, Anna...!!! Dia sudah berisitri.

"Udah nulisnya?" tanyaku pada murid-muridku untuk mengalihkan pemikiranku.

"Belum Buuu...." jawab murid-muridku dengan suara rendah yang terkesan seperti bisik-bisik. Aku emang menyuruh mereka untuk tidak teriak karena takut menggangu istirahat Nabella.

"Ya udah lanjutin lagi ya, Sayang..."

"Iya Buuu...."

Hahaha... aku sudah seperti main agen rahasia-rahasiaan dengan anak-anak.

Aku membenarkan posisi dudukku entah sudah yang keberapa kali karena pegal. Aku bukannya tidak mau membawa Nabella ke UKS, masalahnya dia tidak mau lepas dari pengkuanku.

"Ngggg... Buuu dingin..." gumam Nabella sambil memelukku lebih erat.

"Dingin, Sayang?" Aku membetulkan jaket Nabella yang memang agak terbuka lalu mengelus-elus punggungnya,"udah Teteh tidur lagi ya, bentar lagi pulang."

"Ibu Bella sakit apa?" tanya Aqila tiba-tiba sudah ada di sampingku tanpa aku sadari.

"Deman, Sayang." jawabku, "De Qila udah belum nulisnya?" tanyaku kemudian.

"Udah Buuu..."

"Pinter..."

"Ibuu.... Ibuuuu..." Arthur ikutan mendatangiku sambil membawa buku tulisnya disusul Farel di belakang dia.

"Apa, A?"

"Gak bisa nulis angka lima." jawab Arthur sambil memberikan buku tulis yang dia pegang padaku.

Arthur memang belum bisa menulis angka lima dan dua padahal menulis angka lainnya sudah jago banget. Kalau udah ada dua angka itu Arthur pasti langsung manja-manjaan padaku minta dibabantuin nulis. Selain itu dia juga suka ceroboh kalau nulis. Soal yang hanya lima bisa jadi enam dan soal yang jumlahnya sembilam bisa jadi sebelas kalau sama Arthur. Hebat banget kan?? Kebiasaan dia itu suka nulis soal yang sama berulang-ulang jadi deh soalnya berkembang biak.

CALON BUNDA🍎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang