15 : Terendus

437 52 32
                                    

Alohalooo gengs... ii balik lagi setelah sekian lama. Sebelumnya ii mau ngucapin makasih banget buat yang udah setia nunggu 😊😊😘😘😘

V O T E
A N D
C O M M E M T
(HATURNUHUN)

🐧HAPPYREADINGGENGS🐧

Acara syukuran di rumah baru Bu Komala berjalan dengan lancar. Setelah pembacaan doa, kegiatan dilanjutkan dengan makan-makan. Bu Nyimas dan yang lainnya begitu heboh karena itulah yang paling di tunggu-tunggu.

Antrian panjang di depan meja prasmanan terlihat seperti kelompok semut pekerja. Di depanku ada Bu Asa, Bu Nyimas, dan Bu Ratna. Sedangkan di belakangku ada Pak Vikro, dan Pak Kris. Bu Aas dan Bu Aida sudah selesai mengantri dan sekarang sedang menikmati hidangan di sudut ruangan dengan posisi lesehan. Pak Zainal selaku kepala sekolah juga sudah duduk bersila di sudut yang berlawanan dengan Bu Aas dan Bu Aida.

"Bu, jangan nyerobot dong, antri." Kudengar suara Bu Nyimas ribut-ribut di depan. Disusul suara tawa Bu Ratna yang terdengar begitu puas. Aku dan Bu Aas yang mendengarnya juga ikut tertawa mendengar Bu Nyimas yang sewot meski aku tahu sewotnya hanya pura-pura.

"Sabar... sabar... orang sabar disayang Allah." kata Bu Aas setengah berteriak.

"Terlalu sabar gak akan kebagian." tembal Bu Ratna yang membuat semua orang tertawa.

"Bu Ratna mah hati-hati suka ngabisin," celetuk Pak Kris.

"Apalagi ada semur jengkol." timpal Bu Asa.

"Iya bener tuh," Bu Nyimas membeo. "Udah diem dulu itu tangan harus diiket dulu apa ya dari tadi ngalangin mulu." lanjutnya yang membuat Bu Ratna kembali ketawa-tawa.

"Kapan lagi atuh makan-makan enak, Pak Kris, Bu Asa." balas Bu Ratna di sela-sela tawanya. "Ini mah yang ngabisin prasmanannya juga Bu Nyimas tuh liat ikannya ngambil dua." Bu Ratna mengambil kembali ikan yang sudah Bu Nyimas simpan di piringnya.

"Eeeh Tuman!" Bu Nyimas memukul tangan Bu Ratna. Sontak hal itu kembali membuat riuh suasana.

"Kalem-kalem, Bu, di dapur masih banyak." kata Bu Komala yang sedang menyusun buah-buahan di meja kecil sebelah meja prasmanan dibantu oleh Kirana, anaknya yang berumur delapan tahun.

"Tuh dengerin!" Bu Ratna merasa di atas angin.

"Eh... eh... ya... jangan suka malu-maluin kepala sekolah kaya yang gak pernah dikasih makan aja." Pak Zainal ikut menimpali dengan candaannya. Semua orang yang ada di ruangan pun tertawa.

Saling melontarkan candaan pun terus berlanjut antara Bu Aas, Bu Aida, Pak Kris, Pak Zainal, dan Bu Komala. Bu Nyimas yang memilih menunya begitu lama seperti disengaja juga membuat yang lainnya protes karena sudah lapar. Aku hanya ikut-ikutan tertawa saja karena bingung harus menimpali apa. Sampai akhirnya aksi saling dorong antara Bu Nyimas dan Bu Ratna seperti anak kecil pun tak bisa terelaki.

"Eeeh..." Para ibu-ibu yang masih, memekik karena hampir terjatuh akibat aksi saling dorong yang dilakukan oleh Bu Nyimas dan Bu Ratna. Aku yang ada di antrian paling belakang kaum hawa juga ikut terdorong ke belakang.

Bruk!

Punggungku menabrak dada bidang Pak Vikro yang kebetulan ada di belakangku. Guru Penjaskes itu menahan bahuku karena aku kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh.

Seketika jantungku terasa tersetrum sesuatu. Dengan gerakan kaku aku menoleh ke belakang. Dari sudut mataku kulihat Pak Vikro tengah menatap ke arahku, lamat dan dalam. Wajahnya cukup dekat denganku, membuat tubuhku yang tegang semakin tegang. Buru-buru aku pun melepaskan diri. Lalu menunduk karena malu. Membetulkan kerudung yang sebenarnya baik-baik saja menjadi bahan pengalihan rasa malu, grogi, canggung dan salah tingkah yang menyerangku.

CALON BUNDA🍎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang