D: Damnation

242 19 4
                                    

-Santiago-

___

Baby I'm sorry neowa isseodo nan lonely

Saranghagin naega bujokhanga bwa

Ireon motnan nal yongseohae

I'm sorry ige neowa naui story

Sarangiran naegen gwabunhanga bwa

Ne gyeote isseodo

Baby I'm so lonely lonely lonely lonely lonely

Kesepian. Hari-hari terasa lebih sepi dari biasanya. Tidak ada celotehan Max yang biasanya selalu menbuat kami ceria. Tidak ada sosok Max yang selalu berbaik hati terhadap kami.

Sudah empat hari sejak Max tidak memunculkan diri tanpa kabar. Dan yang membuat kami jengkel, Max sama sekali tidak dapat dihubungi.

Akhirnya aku beserta Kyra dan Clive mencari tahu sendiri. Dengan mobil Clive, kami mengunjungi apartemen tempat Max tinggal. Kami naik lift sampai lantai satu dan segera menuju kamar nomor T97.

Tok tok tok, tidak ada balasan

"MAX?" Teriak Kyra. Tidak ada jawaban.

"Max, open the door!" Sahut Clive. Tetap tak ada tanda-tanda sang pemilik ada di rumah.

Setelah sepuluh menit mencoba tanpa hasil, kami turun dan pergi ke bagian resepsionis. Aku menanyakan apakah pemilik kamar T97 ada di kamarnya atau tidak. 

"Wah, maaf kak, tapi terakhir kali saya melihat dia keluar tiga hari yang lalu dan saya belum melihat dia kembali." Jawabnya.

Kami tambah bingung. Kemana Max? Sudah empat hari tidak masuk sekolah dan sekarang orang berkata bahwa dia belum kembali ke rumah. Sekarang kemana kami harus mencarinya. Aku mulai putus asa.

"Kita ke rumah orangtuanya aja, I know the address." Kata Clive. Okay deal. Kami semua sepakat meskipun letak rumahnya yang agak jauh karena berada di Tangerang. 

Hari sudah mulai sore ketika kami mulai memasuki Tangerang. Kulihat bensin di mobilku hampir habis. Kami berhenti sebentar di pom bensin dan segera melanjutkan perjalanan.

"Kira-kira kenapa ya Max, tiba-tiba ngilang. Apa ada hubungannya ama penyakitnya itu?" Aku kaget, karena memang aku belum pernah tahu tentang penyakit yang dideritanya. Setelah Kyra dan Clive bercerita, aku jadi ngeri sendiri.

"Gimana kalo Max tiba-tiba sakit, terus gak ada yang tau, gak ada yang nolongin di apartemennya?" aku mulai paranoid.

"Hush, jangan mikir gitu. Kita berharap aja keadaanya baik." kata Clive menenangkan. 

Setelah hampir setengah jam mencari alamat yang kami tuju, sampailah di rumah orang tua Max. Kami dipersilahkan masuk oleh pembantunya dan segera duduk di ruang tamu bernuansa krem tersebut. Keluarlah Tante Vivianne, Mami Max yang kaget dengan kedatangan kami. Kamipun menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan kami.

Dan yang baru kusadari, ekspresi mukanya berubah.

"Nak, kalian sudah tahu kan Max didiagnosa menderita GBS. Dua hari yang lalu dia tiba-tiba tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Dia menghubungi tante dan kami langsung menuju apartemen Max. Kami kaget saat melihatnya terkulai lemah tak dapat bergerak di ruang tamu." Tante Vivianne menarik nafas sejenak.

"Setelah itu kami bawa dia ke rumah sakit. Kata dokter penyakitnya harus dirawat secepatnya, dan rumah sakit itu belum pernah menangani penyakit Max. Jadi langsung saja Papi Max menerbangkan Max ke Singapura, ke dokter spesialisnya langsung. Sekarang dia sedang dirawat disana." lanjut Tante Vivianne.

Last Dawn: find, hope, let go (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang