Satu Lelaki yang Kukenal

59 7 8
                                    

SATU LELAKI YANG KUKENAL

Vvernorexia

Prompt#1

"Apakah kau tahu namaku?"

Cerita terinspirasi dari novel Puthut EA dengan judul Cinta Tak Pernah Tepat Waktu.

.

Di dekat jendela aku duduk. Di dekat jendela, ketika aku memalingkan wajah, aku melihatmu ... suram. Nyaris tidak ada bahagia jenis manapun di sana, di wajah maupun gesturmu. Tidak ada tarikan sekecil apapun di ujung bibirnya, pun di ujung matanya yang mulai menunjukkan lipatan kecil. Pokoknya terlihat jelek, andai saja aku tak menyadari wajahmu, mana mau aku perhatikan.

Aku kenal lelaki ini—kamu—dan aku melihat kekalahan dalam dirimu. Namun hebatnya, kamu tegap dan perkasa, siap-siap menodongkan senjat terbaik bagi siapa saja yang mengusik. Seperti kamu yang semestinya.

Aku kenal lelaki ini—kamu—yang dahulu minggat dari kelompok band dan akhirnya menemukan jati dirinya dalam dunia politik. Ketika peristiwa 27 Juli meledak, ikut lari dan tiarap. Sok penting! Padahal bukan siapa-siapa. Hanya bocah ingusan yang meledak-ledak. Beberapa bulan kemudian, sudah masuk lagi ke dalam tim untuk pemanasan '98. Pada akhir 1997, dipercaya menjadi anggota tim agitasi dan propaganda hanya gara-gara dianggap pintar membuat slogan dan punya banyak teman. Sebentar kemudian dipercaya memimpin tim pendidikan, hanya gara-gara dianggap bisa membuat majalah kecil-kecilan dan pintar menyelenggarakan diskusi.

Lalu ketika Seoharto turun, langsung di "sekolahkan", kemana-mana, tapi tetap tidak boleh istirahat. Praktis tidak ada waktu bersenang-senang, tidak ada waktu untuk istirahat. Tidur pun sering di stasiun dan terminal. Selalu pergi. Selalu ada tugas. Selalu ada instruksi. Pernah meminta keringanan jatah kerja pada kolektif pusat yang tidak pernah diketahui orangnya itu, tapi selalu ditolak, alasannya jelas: kader kita masih sedikit, semua orang merangkap kerja!

Di saat-saat itulah, kamu mengenal seorang perempuan yang sangat cantik. Waktu itu kamu baru pulang dari Surabaya, mampir ke kampus untuk minum kopi sejenak sebelum kurir membawa ke Magelang untuk rapat tani. Dalam waktu yang cukup singkat, kamu tahu nama perempuan itu tahu alamat kosnya dan tahu nomor telepon kosnya. Semenjak itu, dimana pun kamu berada kamu selalu menulis surat yang kamu kirim untuk perempuan itu. Dan pada saat kamu menulis berpuluh-puluh, atau bahkan lebih dari seratus surat itu, kamu menemukan dunia yang begitu indah.

Di sela-sela kerjamu yang begitu keras, jam tidur yang tidak pernah jelas, tidak punya tempat tinggal yang tetap, kamu selalu menulis surat untuk perempuan itu. Dan ingatlah, perempuan itu belum mengenalmu!

Kamu berpikir, harus ada titik maju. Menelepon! Akhirnya, setiap kali kamu datang ke kota itu kamu selalu menyempatkan diri untuk menelepon perempuan itu. Hasilnya jelas bisa diduga, sering kali begitu tahu yang menelepon adalah kamu, telepon langsung dibanting. Tapi, kamu keras kepala, dan tahu betul kekuasaan sekeras apapun jika dihajar terus pasti akan hancur. Juga hati orang. Maju terus!

"Halo," sapamu santun.

"Halo." Perempuan yang kamu taksir menyambut dengan sebutan nama keluarga. Lalu, "Siapa ini?"

"Terakhir kali aku menghubungimu, kamu menolak untuk tahu namaku."

Ada jeda aneh di antara kalian, kamu tahu itu, dan menduga-duga apakah kali ini responnya akan berbeda seperti yang dahulu-dahulu.

"Kamu lagi."

"Ya."

"Aku tidak mau tahu namamu."

NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang