Dua puluh tahun kemudian
"Ayo, berposelah yang keren. Ini momen sekali seumur hidupmu, Chloe," ujar Aphrodite yang masih tampak sangat cantik di usia ke-48-nya.
Chloe—si anak bungsu yang berambut pirang—menatap kedua orangtuanya jengah. Ia kemudian memaksakan sebuah senyuman lagi dan merangkul pria di sampingnya.
"Kalian tampak sangat serasi," Ares membuka mulut. "Selamat atas kelulusan kalian."
"Terima kasih, Tuan—"
"Jangan sungkan memanggilku Ayah. Aku bahkan sudah merestui kalian," potong Ares.
"Papa," peringat Chloe.
"Jadi.. Silas.. ke mana tujuanmu setelah ini?" tanya Aphrodite.
"Aku mendapat beasiswa di MIT. Jadi aku dan Chloe akan selalu bersama," jawab pemuda tampan itu membuat sepasang orangtua di hadapannya bingung.
"Chloe, apa ada sesuatu yang Papa dan Mama belum ketahui?"
Chloe menggaruk belakang kepalanya. "Oh, sepertinya Si Kembar memanggilku. Sampai jumpa," pamitnya meninggalkan kekasihnya berhadapan dengan orangtuanya sendiri.
"Silas, bersedia untuk menjelaskan?"
"Eh.. Chloe belum memberitahu kalian bahwa ia juga mendapat beasiswa di MIT?" Silas malah bertanya balik.
---
"Hei, adik manis, di mana kekasihmu? Kami ingin berkenalan," kata seorang pria dengan pakaian formalnya. "Juga mewawancarainya," sahut kembarannya.
"Chris, Cas, kumohon jangan memperburuk keadaan. Ini hari kelulusanku di SMA, hari yang bersejarah, ingat?"
Caspian, kakak keduanya itu mengernyitkan dahinya. "Kami hanya ingin bicara padanya, bukan memasaknya." Christian mengangguk setuju. "Adik kecil kami masih berusia 17 tahun, tentu harus kami lindungi selalu."
"Astaga, Twins, tujuh belas angka legal di negara kita ini. Aku bukan adik kecil kalian lagi..," keluh Chloe yang tak dihiraukan kedua kakaknya.
---
"Kalian berdua pulang tanpa membawa pasangan?" tanya Ares sambil memotong daging steak sebagai makan malamnya.
"Papa, umur kami masih 19 tahun dan baru akan menginjak 20. Masih banyak waktu untuk memikirkan tentang cinta, kan? Lagipula, aku benar-benar ingin fokus pada studiku dulu," jawab Christian dengan bijak.
"Itu bohong. Chris memiliki seorang gadis yang terobsesi padanya di Boston. Namanya— Hmpph!" Belum selesai Caspian berbicara, Christian sudah menyumpal mulut kembarannya dengan selada. "Jangan percaya padanya."
Aphrodite tersenyum lalu menatap putri bungsunya. Chloe yang ditatap tak sadar akan tatapan sang ibunda. Ia masih asyik makan sambil tertawa pelan bersama sang kekasih, Silas.
"Chloe." Dan barulah gadis itu menoleh.
"Bisa jelaskan tentang beasiswa MIT? Setahu Papa dan Mama kau akan menyusul kedua kakakmu ke Harvard. Jadi, bagaimana?" tanya Aphrodite.
Chloe menggaruk belakang kepalanya. "Aku mengambil beasiswa di MIT. Tidak masalah, kan? Akan ada Silas yang menjagaku. Kalian tak perlu khawatir."
Aphrodite terdiam sementara Ares mengangguk setuju. Entah perasaan apa itu, Aphrodite merasa kurang yakin dengan pemuda tampan bernama Silas Gregory.
---
"Aku merasa kurang yakin terhadap Silas," ujar Aphrodite sambil mengganti pakaiannya menjadi pakaian tidur dengan terang-terangan di depan suaminya. Rasa malu itu tampak hilang ketika keduanya melebur menjadi satu.
Ares yang terpukau tak memalingkan pandangannya dari tubuh Aphrodite. "Kenapa?"
"Entahlah."
Ares tersenyum lalu memeluk tubuh Aphrodite. "Kau terlihat sangat cantik dari hari kehari. Aku sangat beruntung bisa menua bersamamu."
Aphrodite tertawa mendengar gombalan suaminya. "Kau tak pernah berubah. Selalu mengalihkan pembicaraan," jawabnya lalu memagut bibir suaminya.
"Dan kau menyukainya," nyata Ares. Aphrodite tahu dia tak dapat mengelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Goddess
Historia CortaAres adalah milik Aphrodite. Begitulah mindset wanita itu beberapa tahun lalu. Untungnya sekarang ia sudah dapat merelakan pria itu dan kembali membuka hatinya. Kebalikannya, Aphrodite adalah milik Ares. Begitulah mindset pria itu hari ini. Dan Ares...