Sudah aku bilang, untuk saat ini akulah yang membantu Ibuku jualan jamu. Jika hanya bergantung kepada hasil penjualan jamu di warung, dapat dipastikan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itu, Bapak yang hanya seorang petani pun sangat membantu meringankan beban kebutuhan. Tapi karena, Bapak kurang sehat, membuatku harus berjualan jamu keliling, demi memenuhi kebutuhan yang seakan tak ada habisnya.
Kenapa harus jualan jamu keliling? Ya karena, jika aku keliling menjajakan jamu akan lebih cepat mendapatkan uang daripada hanya menunggu pembeli di warung ibu.
Maka dari itu, pasti kalian akan melihatku membawa 1 bakul besar berisi jamu-jamu, berjalan keliling dari kampung satu ke kampung yang lain sampai semua jamu yang kugendong habis. Lelah? Jangan ditanya, karena aku yakin kalian tau jawabannya. Apalagi aku harus memakai kebaya dan kain jarik yang hanya sebatas lutut, entah siapa yang membuat aturan semacam ini, membuatku lelah berkali-kali lipat. Tapi ya balik lagi, aturan semacam ini merupakan budaya dan aku harus melestarikannya.
Kalo aku ditanya, menyesal telah jualan jamu gendong keliling? Jawabannya tidak, karena ini demi memenuhi kebutuhan.
Seperti saat ini, aku sedang berjalan pelan, sambil berteriak lembut menjajakan jamu.
"Jamu... Jamu... Jamu... Lho."
"Jamu...."
"Mujamujamuja..."
"Cah ayu, jamu!" Panggil seseorang.
Alhamdulillah, akhirnya ada yang beli juga.
"Enggih Pak." ( Iya Pak). Balasku tersenyum simpul sambari menghampiri pembeli.
"Sampeyan jamu napa Pak?" (Anda jamu apa Pak?). Tanyaku.
"Jamu komplit, aja legi nemen, nyawang awakmu wae wes legi cah ayu." (Jamu komplit, jangan terlalu manis, memandangimu saja sudah manis cah ayu). Ucap pembeli itu.
Aku hanya tersenyum canggung.
Ya inilah yang membuatku malas, jika harus jualan keliling. Bukan aku GR atau apa, tapi banyak yang menggodaku membuatku sangat risi.
"Nuwun sewu pak, niki jamune Monggo diunjuk rumiyin." (Maaf Pak, ini jamunya silakan diminum dahulu) kataku pelan.
"Eh... iyo, haduh ayune bocah iki ngomong ae alus sisan. Ngeniki yo marem tuku jamune." (Eh... iya, aduh cantiknya anak ini ngomongnya juga halus. Kali gini ya mantep beli jamunya). Ungkap pembeli itu.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum canggung. Bagaimana tidak canggung, pembeli ini seumuran Bapak, malah menggodaku. Tak hanya pembeli ini saja yang menggodaku, rata-rata pembeli pria menggodaku yang tidak-tidak. Pembeli jamuku bukan hanya pria saja, perempuan juga ada tapi ya sedikit, kebanyakan pria sih.
Huft...
"Iki duwite, cah ayu." (Ini uangnya, cah ayu). Kata pembeli itu sambil menyerahkan sejumlah uang kepadaku.
"Matur nuwun, Pak." (Terima kasih, pak).
Aku mengambil uang itu, namun tanganku digenggam. Aku berusaha melepaskannya, tapi genggaman itu semakin erat.
"Ngapunten Pak, tangan kula--" (Maaf Pak, tangan saya)
"Awakmu ayu banget, wes duwe pacar opo durung?" (Kamu cantik banget, sudah punya pacar apa belum?)
Saat akan menjawab...
Tiba-tiba ada seseorang datang.
"Pak... Pakne... Ngopo neng kene?" (Pak... Bapak... Ngapain di sini?)
Ternyata orang itu adalah istri si bapak pembeli jamu.
"Lho, Ibune neng kene?" (Lho, Ibu di sini?)
"Iyo, Pakne kaget? Ambek an neng kene lopo? Kegodo cah siji iki?" (Iya, Bapak kaget? Lagian di sini ngapain? Tergoda sama anak kecil ini?). Ucap Ibu itu sambil nunjuk-nunjuk wajahku.
"Kuwe lho nduk, ijeh cilik ra sah ngodo ngodo bojone wong. Peh dadi opo kuwe? Cilik ae wes ngene, gedhe peh dadi opo?" (Kamu lho nak, masih kecil tidak usah menggoda suaminya orang. Mau jadi apa kamu? Kecil aja sudah begini, besar mau jadi apa?). Ucap Ibu itu dengan lantang dan keras.
"Mboten ngoten buk, kul--" (Tidak begitu bu, say--). Belum habis aku bicara.
"Ssstt... Rasah kakean cangkem. Ayo Pakne muleh!" (Ssstt... Tidak usah banyak bicara. Ayo Bapak pulang). Ucap ibu itu sambil menarik suaminya.
Tanpa sadar air mataku menetes. Setelah sadar kuhapus dengan cepat. Ya Allah... Hatiku sakit. Selalu saja seperti ini.
Lebih baik aku pulang, biarlah jamu yang tinggal setengah ini aku bawa pulang juga.
Langkahku gontai, tak sesemangat pergiku.
🍎🍎🍎
Yang bisa bahasa Jawa, jangan lupa komen! Yang lain juga voment!
Sedikit ilmu:
Bahasa jawa itu adakalanya huruf a dibaca o. Contoh: aja dibaca ojo.
Ada kalanya dibaca tetap a. Contoh: kabaya, bukan dibaca keboyo namun tetap kebaya.Oke itu dulu ya, bye bye😍
Matur nuwun!23/03/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
SI JELEK
RomansaWarning ! ! ! Ada adegan + + + Bijaklah dalam membaca ✓ Menjadi cantik adalah dambaan setiap orang. Namun, tidak bagi diriku. Cantik ini menyiksaku. Andai dulu aku dilahirkan dengan wajah biasa, tidak jelek tidak cantik cukup rata-rata, mungkin hidu...