Hari-hari kujalani seperti biasa. Pagi hari membantu ibu membuat jamu, sore hari berjualan keliling.
Orang-orang terutama istri- istri yang merasa dirinya tidak cantik masih suka mencelaku, seperti biasa. Tapi diriku sudah kebal. Cacian hinaan sudah tak mempan lagi.
Hari Minggu pagi ini aku gunakan untuk bersantai. Ibu menyuruhku untuk tidak berjualan keliling dulu. Aku hanya duduk di teras depan rumah, memperhatikan orang-orang yang hendak pergi ke sawah.
"Nduk, iki jamune diombe seg." (Nak, ini jamunya diminum dulu) ibu menyerahkan segelas jamu kepadaku.
Ini jamu kunir asem (kunyit asam) dan aku menyukainya.
"Nggih, matur nuwun bu." (Iya, makasih bu).
"Bu, semisal kula niki kerja merantau pripun bu?" (Bu, semisal aku ini kerja merantau bagaimana bu?)
"Ngopo awakmu merantau nak?" (Untuk apa kamu merantau nak?)
"Aku pengen golek pengalaman bu." (Aku ingin cari pengalaman bu).
"Tapi nak—" ucapan ibu terpotong.
Tiba-tiba banyak orang mendatangi rumah kami. Membawa aura permusuhan yang kuat.
"Yu Estuti... Yu..." Panggil orang-orang.
"Eh, ono opo to ibu-ibu iki isuk-isuk wes mertamu?" (Eh, ada apa ibu-ibu pagi-pagi kok sudah bertamu?)
"Yu anakmu iku iso dikandani tah ora leh yu, ngodo bojone wong terus." (Yu, anakmu itu bisa dibilangin apa enggak leh yu, menggoda suaminya orang terus). Telunjuknya menunjuk aku dan ibu bergantian.
"Iyo yu, anakku ra sido rabi mergo anakmu seg sok kemayu iku. Sak iki delok en anakku nangis ngene ditinggal calone minggat goro-goro anak em." (Iya yu, anakku tidak jadi menikah karena anakmu yang sok cantik itu. Ini lihat anakku nangis seperti ini ditinggal calonnya pergi karena anakmu). Ibu itu terus berbicara sambil mengelus putrinya yang menangis.
"Nek ingi, bojoku digodo. Nganti ra gelem turu omah." (Kemarin, suamiku digoda. Sampai tidak mau tidur di rumah).
"Anakku ra gelem kerjo nak durung rabi karo anakmu. Padahal anakmu kuwi pelakor. Perebut suami orang. Ra sudi aku nduwe mantu koyok anakmu kuwi." (Anakku tidak mau kerja kalau belum nikah sama anakmu. Padahal anakmu itu pelakor. Perebut suami orang. Tidak sudi memiliki menantu seperti anakmu itu).
"Sok kemayu."(sok cantik).
"Pelakor."
"Pacarku mutuske aku." (Pacarku mutusin aku).
"Aku jomblo. Mergo lanangan do seneng Rara kabeh." (Aku jomblo karena para laki-laki suka Rara semua).
"Ra usah nek kampung kene meneh. Marai geger kabeh." (Tidak usah di kampung sini lagi. Membuat ribut semua).
"Cilik wes koyok ngene, gede peh dadi opo? Peh dadi gundik e wong sugeh?" (Kecil sudah seperti ini, besar mau jadi apa? Mau jadi simpanannya orang kaya?).
Hatiku seakan tertusuk ribuan belati mendengar kata itu.
"Gundik ra nduwe isen." (Simpanan tidak punya malu)
"Iso tercemar kampung e awak dewe." (Bisa tercemar kampung kita ini)
"Mesti yo wes diajari saka cilik, makane koyok ngene." (Pasti sudah diajari sedari kecil, makanya bisa seperti ini)
"He buk, jogo lambemu iku. Anakku dudu koyok seg mok omongno kuwe-kuwe kabeh. Tak sabar-sabari malah ngene. Mok enyek aku meneng, mok labrak aku meneng. Tapi nak mok arani gundik e wong sugeh aku ra terima. Lungo kabeh... Iki anak-anakku dewe, aku marai anakku yo kabecikan. Ayu iku wes kodrat e, kuwe kabeh do iri terus ngomong seg ora-ora. Iki omah e, do ra nduwe hak ngusir anakku. Sak iki lungo kabeh... Lungooo." (He buk, jaga ucapanmu itu. Anakku tidak seperti yang kalian bicarakan. Aku sudah sangat sabar malah seperti ini. Kalian hina aku diam, kalian labrak aku diam. Tapi kalo kalian kira anakku simpanan orang kaya aku tidak terima. Pergi semua... Ini anak-anakku sendiri, aku sudah mengajarinya kebaikan. Cantik sudah menjadi takdirnya, kalian ini semua cuma iri lalu bicara yang bukan-bukan. Ini rumahnya, tidak ada yang berhak mengusir anakku. Sekarang pergi semua... Pergi...)
Orang-orang itu pergi dengan wajah kesal. Ibuku masih diselimuti rasa marah.
"Ya Allah... Astaghfirullah..."
Omongan ibu-ibu itu seperti kaset rusak di kepalaku...
Gundik
Penggoda
Pelakor
Perebut...
Perlahan kakiku mundur seakan tak menerima semua cacian itu. Air mataku mengalir. Aku tidak seperti yang mereka pikirkan. Aku bukan, aku tidak.
Aku pergi berlari menjauhi rumah.
"Ra... Rara..." Panggil ibu, telingaku sudah tak bisa mendengar apapun.
Aku berlari terus berlari.
Orang-orang menatapku heran.
"Ra... Rara, ana apa nduk? Jare Lek Setu, ono rame-rame nek omah?" (Ra... Rara, ada apa nak? Katanya Lek Setu, ada rame-rame di rumah?) Ucap Bapak yang kebetulan berpapasan denganku.
Bapak memegang lenganku dengan erat. Aku meronta. Aku butuh sendirian kali ini.
"Mboten wonten nopo-nopo Pak." (Tidak ada apa-apa Pak). Aku melepas genggaman Bapak dan kembali berlari.
"Ra..." Panggil Bapak.
"Pak, Bapak... Rara Pak, Rara ne endi?Mripat e Rara peteng Pak, wedine nak nglakoni seg ra bener. Ayo Pak, digudak." (Pak, Bapak... Rara Pak, Rara di mana? Matanya gelap pak, takutnya melakukan hal yang tidak benar. Ayo Pak, dikejar)
"Yo wes ayo bu." (Ya sudah ayo bu) Bapak yang sedikit mengerti permasalahannya langsung berlari mengejarku.
🍎🍎🍎
Aku berhenti setelah sampai di pinggir sungai. Tangisku pecah. Hari ini merupakan hari terburuk yang pernah terjadi dihidupku. Mungkin salah satu hari terburuk, karena aku yakin hidupku akan sedikit sulit kedepannya.
Perkataan orang-orang itu masih terngiang-ngiang bagai kaset rusak di kepalaku.
Hatiku sakit.
Mengapa ini berat sekali Ya Allah?
Aku salah apa?
"Ra, Rara... Maafke ibu nak." (Ra, Rara maafkan ibu nak) Ibu yang baru datang memelukku dari samping, ibu juga menangis sepertiku.
Bapak yang berdiri dibelakangku hanya menatap kami sendu. Bapak memang tidak menangis, tapi aku tau Bapak juga sedih.
"Ra, bu... Ayo bali. Omongke nek omah wae, ra enak didelok wong akeh." (Ra, bu... Ayo kembali. Dibicarakan di rumah saja, tidak enak dilihat orang banyak).
Bapak menuntun kami pulang ke rumah, membicarakan apa yang seharusnya kita lakukan kedepannya.
🍎🍎🍎
Apa yang akan kalian lakukan ketika menghadapi situasi yang sama seperti Rara dan keluarganya? Komen kuy!
Teks jawanya sangat banyak, entah kalian paham atau tidak hehehe... Dan secara otomatis nulisku banyak 😂😵
Matur nuwun 😊
16/07/2019
KAMU SEDANG MEMBACA
SI JELEK
RomanceWarning ! ! ! Ada adegan + + + Bijaklah dalam membaca ✓ Menjadi cantik adalah dambaan setiap orang. Namun, tidak bagi diriku. Cantik ini menyiksaku. Andai dulu aku dilahirkan dengan wajah biasa, tidak jelek tidak cantik cukup rata-rata, mungkin hidu...