Part 3 - Tombol kejujuran

17 4 1
                                    


"Mungkin... mereka merasa diuntungi di tolong olehku. Tetapi kenapa aku yang harus di buntungi ketika menolong mereka?"- Dimas Askara.

*****

Cafe XXXX, 11.04 WIB.

Disinilah aku. di cafe yang di janjikan Vrita tadi di F*cebook. Dengan kemeja berwarna biru navi yang baru saja aku beli tadi sebelum datang ke sini.

Aku menatap sekeliling cafe. Dekorasinya cukup sederhana namun terkesan elegan.

Tak lama berselang, datanglah dia. Dengan gaun warna putih bermotif bunga-bunga selutut.

Cantik

"Dimas!" ucapnya dari kejauhan sambil melambaikan tangan kepadaku.

Aku pun membalasnya dan tersenyum.

Dia menghampiri meja yang aku tempati dan menarik kursi di hadapanku.

"Apa kabar? Lama tak berjumpa. Kamu tak berubah sedikitpun sejak reuni 10 tahun kemarin".

"Kamu juga".

"Hei, kenapa kaku amat? Apa belakangan ini kamu pernah kontak dengan anak-anak kelas 3-4?".

Aku menggeleng.

"Oh, begitu ya? Jadi apa kerjamu sekarang?" tanyanya dengan penasaran.

Kalian tahu? Aku tak suka di perhatikan seperti ini. Membuatku... malu.

"Itu... aku mengurusi komputer" balasku tanpa berani menatap mata coklatnya.

"Hei, kedengarannya asyik! Kau tau, aku kurang pintar memakai komputer. Kalau kau ada waktu ajari aku ya!"

Aku menatap matanya. Kulihat raut mukanya, dia terlihat kegirangan.

"Tentu".

"Pernahkah kamu berpikir soal memiliki bisnis sendiri?" tanyanya dengan nada serius.

"Belum terpikirkan".

Baiklah, aku sadah tahu kemana arah pembicaraan ini akan berakhir.

*****

Apartement, 21.11 WIB.

Aku membawa beberapa paperbag yang diberikan Vrita tadi di cafe. Semuanya berjumlah 4 paperbag.

Aku sendiri tidak tau isinya apa, karena masih terbungkus dengan kantung plastik.

Sesampainya di depan pintu apartement. Aku merogoh saku celana untuk mencari kunci untuk membuka pintu.

Brak!!! Duk!!!

"Sialan! Pake acara putus segala".

Aku cukup kesulitan membawa 4 paperbag sekaligus. Alhasil, 2 tali dari paperbag putus. Tak kuat menampung beban dari isinya tersebut.

Cklek!!! Krieet!!!

Aku masuk kedalam untuk menyimpan paperbag tersebut di meja makan. Lalu berjalan lagi keluar untuk mengambil sisanya yang terjatuh di luar dan meletakanya bersama yang lain.

Setelah meletakan sisanya, aku mengambil handuk yang menggantung di jemuran. Dan bergegas untuk membersihkan badanku yang sudah tak nyaman dengan lengketnya keringat.

15 menit kemudian...

Setelah selesai dengan kegiatan bersih-bersihku, aku bergegas kembali ke meja makan. Untuk membongkar benda apa saja yang bersembunyi di sana.

Ketika sampai, aku menarik kursi. Lalu duduk di permukaannya. Tanpa panjang lebar aku membuka tiap-tiap isi dari paperbag tersebut.

Aku mengeluarkan isi dari masing-masing paperbag tersebut. Lalu kuamati barang tersebut yang masih tersegel oleh balutan kantung plastik untuk menebak apa isinya.

Ketika aku buka bungkusan tersebut. Ternyata isinya....

Alat-alat kecantikan dan kosmetik.

Aku tersenyum sambil menggeleng samar. Setelah mengetahui isi dari kantong plastik yang memenuhi rasa penasaranku.

Setelah terdiam cukup lama, akhirnya aku mengambil benda berbentuk lingkaran yang bertuliskan 'face scrub' dan membukanya. Terlihat krim berwarna putih di sana.

Tanpa banyak bicara lagi aku langsung mengoleskannya di area wajahku secara merata.

Terkadang aku berharap kita punya sebuah tombol... Yang jika ditekan maka kata-kata yang keluar dari mulut sama persis dengan yang dipikirkan.

*Khayalan Dimas On

Di cafe XXXX ; subjek Vrita

Klik

[ Kami melakukan penjualan langsung. Sebenarnya aku tak pernah pakai barangnya. Tapi tolong bantu aku dan belilah yang banyak. Aku melihatmu di F*cebook dan menganggap kau sasaran empuk ].

Di kantor ; subjek orang yang bermasalah dengan virus komputer.

Klik

[ Tolong perbaiki komputerku. Kena virus gara-gara mengunjungi situs porno ].

Di kantor ; subjek Frida

Klik

[ Kamu mau ikut karoke? Aku Cuma basa-basi, kok. Sebab. Kalau kau ikut, bakalan nggak asyik ].

*Khayalan Dimas End

Andai saja alat itu benar-benar ada, mungkin orang-orang yang sepertiku bisa lebih layak.

*****

Kantor, 09.12 WIB.

"Dim! Woy, Dim!" Andre melambaikan-lambaikan tangannya didepan wajahku.

"Eh... Ya, Dre" tanyaku terkejut.

"Kamu ini, Dim. Bisa-bisanya pagi-pagi melamun" jawabnya terkekeh. "Cewek di bagian marketing komputernya bermasalah lagi" lanjutnya.

"Sana periksa!" ujarnya sedikit membentak.

"Baiklah".

Aku menetralkan wajah cengo-ku waktu ketahuan melamun oleh si gendut Andre.

Aku pun langsung berdiri, tapi saat hendak melangkah, tangan si gendut menghentikanku.

"Bagaimana acara makan siang kemarin? Lancar?" tanyanya sedikit kepo.

Kujawab singkat dan padat, "Biasa saja".

Setelah mengatakan itu, buru-buru aku keluar sebelum si gendut meledak.

*****

Love in One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang