Part 4

1.7K 82 23
                                    

Sedikit melirik dengan sudut mata terlihat Salma memanyunkan bibir. Meski begitu tapi tetap membuat mataku adem memandangnya dalam balutan gamis, dia manis. Namun, sayang dia belum terlalu mengerti tentang agama. Entah bagaimana sholatnya, entah bisa dia mengaji atau tidak. Pergaulan bebas di luar negeri tentu membuatnya semakin jauh dengan Allah. Semoga kamu diberi hidayah, Sal.

"Sal, lo tuh udah jelek enggak usah manyun terus kenapa." Aku berusaha mencairkan suasana tapi tampaknya salah.

"Berisik lo! Udah kayak emak-emak kompleks yang kerjaanya nyinyir," balasnya sengit.

"Lah, kok di samain sama emak komplek sih!" protesku. Keterlaluan Salma, laki-laki setampan aku disamakan emak-emak. Dia belum liat saja betapa gagahnya dibalik kemeja ini.

"Lo diem atau gue tendang benda berharga lo itu?" ancam Salma.

Ya elah, sebelum dia tendang bisa kali aku bikin tumbang. Kalau saja aku mau udah habis kuubek-ubek. Sayang masih ingat Sania. "Berani emang?" tantangku.

"Berani!"

Lama-lama pengen dicium juga nih cewek biar mulutnya diam. Dia memang jauh berbeda dengan Sania yang terkesan kalem dan pendiam. "Coba aja," jawabku santai.

"Lo emang kurang ajar ya," sungutnya kesal.

"Sal, dosa lho ngelawan suami. Gini-gini gue suami lo." Aku mencoba mengingatkan. Bagaimanapun juga aku ini suami sahnya meski bukan impian.

"Suami apaan? Lo bukan suami yang gue harapin tahu enggak!" Suara Salma meninggi.

"Lo pikir gue mau nikah sama lo. Dasar cewek aneh." Aku mulai tersulut emosi.

"Ya udah turunin gue. Pergi aja sana sama Rinda!"

"Yaelah, Sal. Mesti banyak ngucap punya istri kayak lo." Aku meraup wajah mencari kesabaran yang mulai hilang.

............

"Inget, pura-pura mesra." Aku berbisik ke telinga Salma lalu tangannya kutarik untuk merangkul lenganku. Sekilas kami seperti pasangan suami istri selayaknya yang bahagia dan harmonis. Namun dalamnya emosi Salma yang banyak.

Berhubung ini adalah pesta pernikahan anak klien paling berpengaruh bagi banyak perusahaan, jadi akan banyak datang CEO dan orang-orang penting dari berbagai perusahaan. Tentunya kedua orang tuaku dan mertua juga hadir.

Bunda dengan balutan gamis formal berwarna putih senada dengan ayah, mereka tampak bahagia saat melihat aku dan Salma mendekat. Begitu pula mimik kedua mertua terlihat semringah karena tampilan anaknya yang berbeda.

"Cantiknya kamu, Nak." Bunda memperhatikan Salma dari atas ke bawah.

"Makasih, Bunda." Salma tersenyum canggung.

"Semoga istiqomah dalam berhijab," kata Bunda.

Wajah Salma tiba-tiba memerah. Mungkin dia malu. Mungkin juga dia merasa belum siap. Sepertinya dia butuh bantuan. "Bun, biarkan Salma siap dulu. Hijab itu enggak bisa dipaksakan."

"Iya juga sih," ucap Bunda.

...........

Di perjalanan pulang Salma lebih banyak berdiam. Ini jauh lebih baik. Ocehannya sungguh membuat kupingku panas. Apa semua perempuan secerewet itu. Oh tidak, Saniaku tidak begitu.

"Emm... Ga." Suara Salma terdengar lirih.

"Ya, kenapa?" Aku sibuk berkonsentrasi menyetir.

Because Unpredictable Wedding (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang