Part 7

1.8K 87 7
                                    


Sial! Baju Salma terlalu terbuka sehingga amat sangat mudah untuk melihat Himalaya. Bagaimanapun aku adalah laki-laki normal yang pasti akan sulit menolak sesuatu .... Ah sudahlah ini terlalu indah untuk dilewatkan.

"Heh! Lo ngintip isinya? Mau tahu berapa ukurannya? Dasar otak mesum lo ya," tunjuknya sambil mendorong tubuhku.

"A-anu, Sal itu enggak benar!" Aku kelimpungan bak kepergok mencuri sendal di masjid. Sesekali tanganku menggaruk kepala. Ini juga gara-gara dia yang terlebih dahulu menggoda lelaki normal.

"Dasar suami mesum lo pikir gue bego!" omel Salma.

Etzz dah, suami mesum? Apa itu terdengar tabu? Bukannya wajar!

Pusing dengan omelan Salma, kutarik tangannya dan karena kurang keseimbangan tubuhku jatuh di atas Salma.

Aih, Salma malah kelihatan tambah menggoda dalam posisi seperti ini. Adrenalin memuncak seakan mengajak hasrat untuk melakukan hal yang tidak-tidak. Sebenarnya ini wajar tapi menjadi tidak wajar karena istriku itu Salma.

"Ya ampun kalian. Lagi enak-enak enggak nutup pintu."

Mama!

Cepat Salma mendorong tubuhku yang langsung terduduk di sampingnya. Wajah kami sama-sama memerah. Dan ini memalukan!

Namun, justru ini bagus. Jadi mama tahunya selama ini kami baik-baik saja.

"Udah sarapan dulu. Kita abis ini mau pamit, kalian bisa lanjutkan." Mama sempat mengulum senyum lalu beranjak pergi.

Kami berdua berpandangan. Sesaat Salma bergidik lalu beranjak menuju meja makan. Aku terkekeh mengingat kejadian konyol tadi lalu mengikuti pergerakan Salma.

Pagi yang aneh!

🍁🍁🍁

Meski wajah para orang tua mengulum senyum. Aku tetap bersikap biasa, berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Pasti mama sudah menceritakan semuanya.

"Piring Arga mana?" tanyaku seraya duduk di samping Salma.

"Biar Salma aja yang suapin, kan Nak Arga lagi sakit." Papa bersuara masih dengan senyum mengulum.

Kontan aku dan Salma berpandangan.

"Kata orang dulu biar kalian makin lengket dan sulit dipisahkan." Bunda menambahi.

What's this ....

Oke. Nikmatin aja!

🍁🍁🍁

Selesai makan para orang tua berpamitan pulang. Wajah mereka penuh kebahagiaan. Mungkin puas melihat rumah tangga anaknya baik-baik saja. Ya, kami baik-baik saja hanya sebongkah daging di dada enggan menyebut nama masing-masing. Hati kami sama-sama telah termiliki. Bersama hanya karena tuntutan!

"Cepatan bikin Salma hamil biar bunda bisa gendong cucu," bisik bunda sebelum memasuki mobil.

Hamil? Diintip aja marah!

Aku hanya tersenyum menanggapi omongan bunda. Belum saatnya Bun, nanti setelah Arga menemukan wanita yang dicintai, baru semuanya akan menjadi normal.

Selesai mengantar orang tua, aku dan Salma menonton televisi. Siaran berita seputar harga saham dan bisnis. Salma tampak diam menyaksikan siaran yang sama, tapi apa dia mengerti? Hingga ketukan pintu di depan membuatnya beranjak.

"Ga, gue boleh ijin pergi ke mesjid sama Ustadzah?" tanyanya setelah kembali.

"Bagus itu. Boleh dong," sahutku senang. Semoga ini langkah awal menuju kebaikan, Sal.

Because Unpredictable Wedding (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang