Chapter 21

11 0 0
                                    


"Halo?"

"Iya Ra? Kenapa?" jawab Linzy di telephone.

"Kenapa? Lo jadi gak sih ke rumah Valen? Udah jam 9 malem lebih Zy,"

"Jadi kok, ini juga lagi otw."

"Ya udah buruan! Bundanya Valen juga nanyain lo tuh. Gue bilang aja lo lagi ke RS dulu, jengukin sepupu lo."

"Oke-oke. Eh iya Ra, nanti kalo gue udah sampai depan rumah Valen, gue chat lo ya tolong bukain pintu. Gue gak enak malam-malam mencet bell orang."

"Iya, hati-hati zy!"

Laura memutuskan sambungan telephonya dan memasukannya ke dalam saku celana. "Dengerkan? Dia jadi ke sini, chard."

"Iya-iya gue denger. Ya udah, gue juga nginep di sini deh."

"Haruslahh!! Eh btw, pas di rumah Linzy lo lagi ngobrol apaan sama Galvin? Kok serius banget kayaknya." Tanya Laura.

"Hah? Ngobrol apaan? Gue ngobrol biasa aja. Yak gimana sih kalo cowok lagi ngobrol? Palingan ngomongin cewek kalo gak bola." Jawab Richard berusaha santai.

"Ouhhh iya-iya. Ya udah gue mau ke depan dulu nih. Mau cari angin, sekalian nungguin Linzy." Ucap Laura dan bangkit dari duduknya di sofa.

"Eh ikut dong gue." Richard menyusul Laura.

"Yehh latah. Lo temenin Valen aja di kamar sana! Kasian temen lo lagi galau tuh!"

"Ogah, ngapain gue nemenin cowok? Mendingan nemenin cewek." Richard berjalan mendahului Laura.

Cukup lama Laura dan Richard menunggu Linzy di teras rumah Valen sampai akhirnya yang ditunggu menampakan dirinya. Linzy berlari kecil kearah dua orang yang menunggunya di teras.

"Ouuiii dari mana aja? Ngaret banget lo." Richard menunjuk-nunjuk jamnya.

"Hehehe, maaf deh. Gue kan nunggu Mamah gue pulang dulu nah abis itu Galvin malah ngajakin gue main sama teman-temannya dia. Ya udah gue jadi lupa waktu."

"Ishh pacaran mulu. Btw, lo kesini sendiri?" tanya Laura.

Linzy menggelengkan kepalannya. "Gue dianter Galvin, dia nganter gue sampe depan gerbang kok."

"Terus?" tanya Laura lagi.

"Terus apanya? Ya udah dia pulanglah."

"Reaksi Galvin gimana?" tanya Laura lagi.

"Yaaa gak gimana-gimana. Dia santai aja, yak kan gue nginep gak sendiri. Ada lo sama Richard juga. Ya emang nginep doang, gak ngapa-ngapain ya gak apa-apa. It's oke wae dia mah." Jawab Linzy mengingat jawaban Galvin saat dia memberitahu kalo ia akan menginap di rumah Valen.

"Anjasss gue demen nih gayanya. Ck saik banget dah abang gue." Richard memberi dua jempolnya

"Oh ya Zy, berhubung lo nginep nih. Lo mending minta maaf dan nyelesain masalah lo berdua dulu deh! Gak enak banget tahu ngeliat lo berdua diem-dieman gak jelas gitu." Saran Laura.

"Eh iya, ngomong-ngomong masalah. Gue gak tau nih masalahnya apaan. Ceritain dulu kek ke gue." Ucap Richard.

"Nanti aja gue ceritain ya Richard!" ucap Laura.

"Gue gak masalah. Lagian gue juga emang mau minta maaf kok." Ucap Linzy.

Mereka bertigapun memutuskan untuk ke kamar Valen. Tanpa mengetuk pintu, Laura langsung membuka pintu kamar tersebut. Mereka melihat Valen yang sedang berada di balkon. Laura menutup pintu kamar Valen dan tak lupa menguncinya dari dalam.

Kamar Valen dan balkon dibatasi oleh pintu kaca. Linzy mengetuk pintu kaca tersebut dan membukanya. Sedangkan Richard dan Laura menunggu di kamar Valen sembari mengamati mereka. Laura juga menceritakan detail masalah yang dialami oleh Valen dan Linzy kepada Richard.

"Valen?" panggil Linzy.

Yang dipanggil tak bergerak. Diam menatap langit tanpa sepatah kata. Linzy menarik nafas berusaha untuk bersabar. "Gue minta maaf," ucap Linzy menundukan kepalanya tak mampu menatap punggung lelaki di depannya.

Valen berbalik. Ia menatap gadis remaja yang berdiri di depannya meminta maaf. Valen berjalan ke arah gadis tersebut. Meletakan kedua tangannya di atas bahu gadis tersebut.

Linzy mengangkat wajahnya dan dengan seketika pandangan mereka bertemu. Tatapan lelaki tersebut mengarah kepada dirinya dan sofa yang tak jauh darinya, seakan mengisyaratkannya untuk duduk.

Valen duduk di sofa tersebut diikuti oleh Linzy. "Len, gue gak mau kita diam-diaman kayak gini. Gue gak mau lo ngejauhin gue. Gue pengen kita kayak dulu lagi."

Valen diam mendengarkan pengakuan Linzy. Malam ini ia ingin melihat wajah gadis tersebut, ingin mendengar suaranya, ingin menghabiskan waktu dengannya. Ia rindu pada gadis itu.

"Len?" panggil Linzy.

"Gue gak bisa janjiin apa-apa ke lo. Gue juga gak mau terus-terusan ngehindarin lo, tapi gue gak bisa ngelihat lo sama Galvin. Di sini sakit rasanya, Zy." Ucap Valen sembari menunjuk dadanya.

Linzy sudah berusaha menahan agar ia tak menangis, tapi air matanya turun begitu saja tanpa kehendaknya. "Gue harus gimana? Mau lo tuh apa? Iya gue emang udah punya Galvin. Maafin gue kalo dengan lo ngelihat gue sama Galvin aja itu udah nyakitin lo. Gue gak punya maksud apa-apa lagi, Len."

"Lo emang pantas ninggalin pengecut kayak gue yang gak bisa jujur sama perasaannya. Sekarang lo udah dapatin orang yang jauh lebih baik dari gue, lo udah gak perlu gue lagi, Zy."

"Gak, lo apaan sih? lo ya lo. Dia ya dia. Pleasee Len. Gue minta maaf, gue emang salah. Maaf Len Maaf. Maafin gue! Gue gak seharusnya ngetest kesabaran lo waktu itu. Seharusnya gue tahu diri karena gue udah punya Galvin. Maaf bangett, Len. Pleasee jadi Valen gue yang dulu, ayo kita main bareng lagi, Len." Linzy terus memohon sambil menahan tangisnya.

"Gue Cuma butuh waktu sebentar untuk ngerenungin semuanya, nanti gue juga balik lagi kayak dulu. Lo jangan kayak gini Zy!" ucap Valen. Ingin sekali dia menggenggam tangan Linzy untuk meyakinkan gadis tersebut tapi ia mengurungkan niatnya.

"Gue gak mau kehilangan lo gitu aja, Len. Ayo sama-sama kita tutup luka itu! Karena gak lo doang yang ngerasain sakitnya, gue juga tahu rasa sakitnya Len."

Jeda cukup lama hingga Valen memutuskan apa yang ada di dalam banaknya.

"Zy, gue mau lo ngasih kesempatan ke gue. Gue rasa gue gak apa-apa jadi yang kedua. Cuma kita aja yang tahu. Gue tau lo masih ada rasa sama gue kan?" Ntah apa yang ada di pikiran Valen hingga dia mengucapkan kalimat tersebut.

Linzy terkejut dengan apa yang dikatakan Valen. Perkataan tersebut benar-benar membuat Valen menjadi seorang pengecut di mata Linzy. Ingin sekali Linzy memaki Valen karena terus-menerus menjadi seorang pengecut. Linzy diam dengan seribu makian di kepalanya.

"Zy?"

"Gue gak bisa, Len. Gak akan pernah bisa. Gue udah nyakitin lo dan gue gak pengen nyakitin Galvin juga. Lo harusnya gak ngomong kayak gitu! lo sadar dong, Len! Gue gak minta apa-apa dari lo, gue Cuma minta kita jadi teman lagi kayak dulu. kenapa sih? susah banget kayaknya berteman sama gue? Lo nyesel ya pernah berteman sama gue?" air matanya terus-menerus jatuh begitu saja.

Ia sudah tak sanggup berkata-kata lagi. Ia meletakan keningnya di atas bahu Valen sembari terus menangis. Sementara Valen ingin sekali memeluk gadis tersebut dan menenangkannya agar tak menangis lagi tapi ia merasa tak sanggup rasanya karena dia tahu dia tak berhak atas gadis tersebut.

Valen hanya terus menatap langit malam yang gelap. Ia menyesal telah membuat Linzy menangis seperti ini. Valen berjanji pada dirinya sendiri untuk berusaha kembali berada di sisi Linzy sebagai seorang teman, tak peduli betapa sakitnya itu.

><><>< 

Penantian Tak Berujung [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang